Tersangka Makar Itu Adalah Jenderal Pembangkang dari Tanjungkarang

Lewat ormas ini Sofjan mengklaim mendapat sokongan dari 300-an purnawirawan Polri untuk mendukung Prabowo–Sandiaga Uno pada 17 Oktober 2018.

Selasa, 11 Juni 2019 | 07:16 WIB
0
1618
Tersangka Makar Itu Adalah Jenderal Pembangkang dari Tanjungkarang
Sofjan Jakoeb (Foto: CNN Indonesia)

Rabu, 28 November 2001 sekelompok penyidik Polda Metro Jaya yang dipimpin Komisaris Tito Karnavian meluncur ke Jalan Maleo II Nomor 9, Bintaro Jaya, Tangerang. Di sana mereka yang terhimpun dalam Tim Kobra menangkap Tommy Soeharto yang telah buron selama 387 hari. Sukses penangkapan putra mantan penguasa Orde Baru itu tak cuma melejitkan nama Tito, juga Irjen Sofjan Jacoeb selaku Kepala Polda Metro Jaya.

Selama perburuan Tommy, sikap Sofjan terkesan garang. Dia memerintahkan Tim Kobra untuk melakukan tembak di tempat jika Tommy sampai melawan saat akan ditangkap. Perintah tegas itu dikeluarkan karena saat itu Tommy diduga kuat membawa senjata api. Selain itu, menurut sejumlah rekan dekatnya, Sofjan kesal karena dilarang menggeledah Cendana. Padahal dalam perburuan itu beberapa kali ia melihat Tommy keluar-masuk rumah tersebut.

“Orang yang melarang penggeledahan itu adalah kakak perempuan Tommy,” tulis Heri Wardoyo dalam buku '100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional'.”

Dalam penyelidikan diketahui rumah Cendana dilengkapi dengan terowongan rahasia yang dapat dipakai untuk kabur atau bersembunyi dari marabahaya. Kepada kakak perempuan Tommy, Sofjan Jacoeb kemudian mengancam akan menyemprot terowongan tersebut dengan gas beracun untuk membinasakan semua makhluk hidup yang bersembunyi di tempat itu.

Baca Juga: Sejarah Kelam Tommy Soeharto, Simpul Oligarki di Balik Prabowo Subianto

Anehnya, sikap keras itu berbeda jauh dengan perlakuan yang diterima Tommy usai ditangkap. Selain tak diborgol saat tiba di Polda, sang “Pangeran Cendana” itu juga mendapat sambutan hangat dari Sofjan. Dia merangkul dan memeluk Tommy di depan puluhan wartawan.

Keanehan berikutnya, Sofjan seperti begitu murah hati mengizinkan rombongan dari Cendana, untuk membesuk sang pangeran. Tak heran bila prestasi itu kemudian juga berbuah cibiran sebagian masyarakat dan kecurigaan adanya rekayasa.

Sofjan Jacoeb, kelahiran Tanjungkarang, 31 Mei 1947, mengawali karir sebagai Polisi Perairan dan Udara. Lalu dia lama bertugas di Sumatera Utara sebagai Kapolres di sejumlah daerah: Tapanuli Selatan, Asahan, Simalungun, Deli Serdang, dan Kota Medan.

Dari Sumatera dia hijrah ke Sulawesi Selatan sebagai Kapolwil Parepare, hinggga memimpin Polda Sulawesi Selatan. Tapi cuma beberapa bulan, karena dia kemudian ditarik untuk memimpin Polda Metro Jaya, 8 Mei 2001.

Sebelum sukses menangkap Tommy, nama Sofjan Jacoeb sempat menjadi sorotan. Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memerintahkan Menko Polsoskam Agum Gumelar dan Wakapolri Charudin Ismail menangkap Sofjan yang dinilai membangkang. Ketika Presiden mencopot Kapolri Jenderal S. Bimantoro dan melantik Chairudin sebagai penggantinya, Sofjan lebih berpihak kepada Bimantoro. Tapi dia menepis anggapan tersebut. "Tunjukan dimana subordinasi itu," ujarnya.

Ketika Gus Dur lengser digantikan Megawati, karir Sofjan justru sempat ikut diakhiri. Dia dijadikan sebagai Inspektur Utama Lembaga Ketahanan Nasional. Kapolri Jenderal Da’i Bachtiar menyebutnya penambahan bintang di pundak Sofjan sebagai hadiah atas prestasinya menangkap Tommy.

Tapi di tengah jalan, Presiden Megawati kemudian mengeluarkan keputusan pensiun termasuk kepada 64 perwira Polri lainnya. Merujuk UU No. 2/2002 tentang Kepolisian, usia pensiun anggota adalah 58 tahun, sedangkan Sofjan kala itu masih berusia 55 tahun. Karena itu ia pun menggugat keputusan tersebut ke PTUN. Meski kalah di tingkat pertama, dia menang di tingkat banding.

Selama gugatan berlangsung, bergulir isu seolah Sofjan terlibat penyelundupan mobil mewah. Lalu sangkaan penyelundupan itu berubah menjadi pemalsuan.

"Apanya yang palsu, tidak ada kendaraan yang palsu. Ini hanya pasal geregetan," ujarnya kepada Heri Wardoyo.

Di tengah hiruk pikuk kampanye Pilpres, Sofjan membentuk ormas Gerakan Relawan Rakyat Adil Makmur. Lewat ormas ini dia mengklaim juga mendapat sokongan dari 300-an purnawirawan Polri untuk mendukung Prabowo–Sandiaga Uno pada 17 Oktober 2018.

Dia ikut berpidato dalam kampanye akbar pasangan capres-cawapres 02 itu di Stadion Delta Sidoarjo, 31 Maret 2019.

Ketika sejumlah lembaga survei mengumumkan hasil hitung cepat yang memenangkan Jokowi–Maruf Amin beberap jam setelah pencoblosan, 17 April lalu, dia menepisnya. Sofjan mengklaim data yang diterimanya justru menunjukkan hal sebaliknya.

Pada 10 Juni, polisi menyebut jenderal bintang tiga itu sebagai tersangka makar.

***