Lewat ormas ini Sofjan mengklaim mendapat sokongan dari 300-an purnawirawan Polri untuk mendukung Prabowo–Sandiaga Uno pada 17 Oktober 2018.
Rabu, 28 November 2001 sekelompok penyidik Polda Metro Jaya yang dipimpin Komisaris Tito Karnavian meluncur ke Jalan Maleo II Nomor 9, Bintaro Jaya, Tangerang. Di sana mereka yang terhimpun dalam Tim Kobra menangkap Tommy Soeharto yang telah buron selama 387 hari. Sukses penangkapan putra mantan penguasa Orde Baru itu tak cuma melejitkan nama Tito, juga Irjen Sofjan Jacoeb selaku Kepala Polda Metro Jaya.
Selama perburuan Tommy, sikap Sofjan terkesan garang. Dia memerintahkan Tim Kobra untuk melakukan tembak di tempat jika Tommy sampai melawan saat akan ditangkap. Perintah tegas itu dikeluarkan karena saat itu Tommy diduga kuat membawa senjata api. Selain itu, menurut sejumlah rekan dekatnya, Sofjan kesal karena dilarang menggeledah Cendana. Padahal dalam perburuan itu beberapa kali ia melihat Tommy keluar-masuk rumah tersebut.
“Orang yang melarang penggeledahan itu adalah kakak perempuan Tommy,” tulis Heri Wardoyo dalam buku '100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional'.”
Dalam penyelidikan diketahui rumah Cendana dilengkapi dengan terowongan rahasia yang dapat dipakai untuk kabur atau bersembunyi dari marabahaya. Kepada kakak perempuan Tommy, Sofjan Jacoeb kemudian mengancam akan menyemprot terowongan tersebut dengan gas beracun untuk membinasakan semua makhluk hidup yang bersembunyi di tempat itu.
Baca Juga: Sejarah Kelam Tommy Soeharto, Simpul Oligarki di Balik Prabowo Subianto
Anehnya, sikap keras itu berbeda jauh dengan perlakuan yang diterima Tommy usai ditangkap. Selain tak diborgol saat tiba di Polda, sang “Pangeran Cendana” itu juga mendapat sambutan hangat dari Sofjan. Dia merangkul dan memeluk Tommy di depan puluhan wartawan.
Keanehan berikutnya, Sofjan seperti begitu murah hati mengizinkan rombongan dari Cendana, untuk membesuk sang pangeran. Tak heran bila prestasi itu kemudian juga berbuah cibiran sebagian masyarakat dan kecurigaan adanya rekayasa.
Sofjan Jacoeb, kelahiran Tanjungkarang, 31 Mei 1947, mengawali karir sebagai Polisi Perairan dan Udara. Lalu dia lama bertugas di Sumatera Utara sebagai Kapolres di sejumlah daerah: Tapanuli Selatan, Asahan, Simalungun, Deli Serdang, dan Kota Medan.
Dari Sumatera dia hijrah ke Sulawesi Selatan sebagai Kapolwil Parepare, hinggga memimpin Polda Sulawesi Selatan. Tapi cuma beberapa bulan, karena dia kemudian ditarik untuk memimpin Polda Metro Jaya, 8 Mei 2001.
Sebelum sukses menangkap Tommy, nama Sofjan Jacoeb sempat menjadi sorotan. Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memerintahkan Menko Polsoskam Agum Gumelar dan Wakapolri Charudin Ismail menangkap Sofjan yang dinilai membangkang. Ketika Presiden mencopot Kapolri Jenderal S. Bimantoro dan melantik Chairudin sebagai penggantinya, Sofjan lebih berpihak kepada Bimantoro. Tapi dia menepis anggapan tersebut. "Tunjukan dimana subordinasi itu," ujarnya.
Ketika Gus Dur lengser digantikan Megawati, karir Sofjan justru sempat ikut diakhiri. Dia dijadikan sebagai Inspektur Utama Lembaga Ketahanan Nasional. Kapolri Jenderal Da’i Bachtiar menyebutnya penambahan bintang di pundak Sofjan sebagai hadiah atas prestasinya menangkap Tommy.
Tapi di tengah jalan, Presiden Megawati kemudian mengeluarkan keputusan pensiun termasuk kepada 64 perwira Polri lainnya. Merujuk UU No. 2/2002 tentang Kepolisian, usia pensiun anggota adalah 58 tahun, sedangkan Sofjan kala itu masih berusia 55 tahun. Karena itu ia pun menggugat keputusan tersebut ke PTUN. Meski kalah di tingkat pertama, dia menang di tingkat banding.
Selama gugatan berlangsung, bergulir isu seolah Sofjan terlibat penyelundupan mobil mewah. Lalu sangkaan penyelundupan itu berubah menjadi pemalsuan.
"Apanya yang palsu, tidak ada kendaraan yang palsu. Ini hanya pasal geregetan," ujarnya kepada Heri Wardoyo.
Di tengah hiruk pikuk kampanye Pilpres, Sofjan membentuk ormas Gerakan Relawan Rakyat Adil Makmur. Lewat ormas ini dia mengklaim juga mendapat sokongan dari 300-an purnawirawan Polri untuk mendukung Prabowo–Sandiaga Uno pada 17 Oktober 2018.
Dia ikut berpidato dalam kampanye akbar pasangan capres-cawapres 02 itu di Stadion Delta Sidoarjo, 31 Maret 2019.
Ketika sejumlah lembaga survei mengumumkan hasil hitung cepat yang memenangkan Jokowi–Maruf Amin beberap jam setelah pencoblosan, 17 April lalu, dia menepisnya. Sofjan mengklaim data yang diterimanya justru menunjukkan hal sebaliknya.
Pada 10 Juni, polisi menyebut jenderal bintang tiga itu sebagai tersangka makar.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews