Ekonomi Justru Makin Bergairah di Wilayah Perbatasan Papua

Selasa, 16 Oktober 2018 | 16:44 WIB
0
391
Ekonomi Justru Makin Bergairah di Wilayah Perbatasan Papua

Namanya Siti Badriyah. Bukan Siti Badriyah penyanyi dangdut yang terkenal dengan lagunya "syantik" itu, tapi Siti Badriyah ini wanita yang "hijrah" atau transmigrasi dengan kedua orang tuanya di usia 7 tahun ke Papua untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Ia berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur.

Siti badriyah tinggal di kawasan perbatasan Papua dan Papua Nugini. Pertama kali tiba di Papua dengan orang tuanya pada tahun 1982. Menurutnya tinggal diperbatasan bukanlah hal yang buruk, justru pintu rezeki terbuka lebar dibanding tinggal di Jawa. Dan suasana diperbatasan Papua juga relatif aman dan ekonomi juga tumbuh dengan pesat atau baik.

Siti Badriyah di perbatasan Papua membuka usaha rumah makan dan jualan "starling" alias starbucks keliling atau kopi keliling di wilayah perbatasan Papua. Hanya dengan jualan kopi keliling di perbatasan Papua, Siti Badriyah bisa meraup uang sehari sebesar Rp2 juta. Tentu ini penghasilan yang sangat fantastis karena hanya dengan jualan kopi keliling bisa meraup uang sebesar 2 juta perak dalam sehari.

Menurut Siti Badriyah, ia jualan kopi keliling hanya sampai jam 2 siang, tidak seharian dan setelah jualan kopi selesai ia jualan nasi di warung makannya. Ia menjual kopi dengan harga Rp10 ribu kalau dengan uang rupiah, tapi kalau dengan mata uang Kina Papua Nugini, ia menjual kopi dengan harga 3 Kina, satu Kina kira-kira Rp3.500-4.000.

Untuk nasi dengan lauk ayam atau ikan dihargai Rp20,000. Pelanggan Siti Badriyah bukan hanya warga Papua saja, tetapi juga warga negara Papua Nugini karena banyak warga negara Papua Nugini yang kalau belanja atau membeli kebutuhan pokok dan peralatan elektronik suka ke perbatasan Papua, karena harga yang sangat murah dibanding di negaranya sendiri.

Sebelum dibangun Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw yang megah di perbatasan Papua, penghasilan Siti Badriyah dalam jualan kopi keliling hanya Rp1 juta, tetapi setelah dibangun PLBN Skouw ada peningkatan yang sangat luar biasa, yaitu menjadi Rp2 juta. Atau meningkat dua kali lipat.

Jadi dengan dibangunya PLBN ini membawa peningkatan ekonomi di wilayah perbatasan. Dampaknya bisa dirasakan oleh masyarakat setempat.

Omzet Rp2 juta itu baru dari jualan kopi keliling, belum omzet jualan warung makannya.

Menurut Siti Badriyah perputaran uang di PLBN Skouw sangat bagus dan menjanjikan. "Perputaran uang di sini lebih bagus dibanding di kampung saya di Jawa," tutur Siti Badriyah kepada Detik.

Ketika ditanya oleh Detik, berapa total omzetnya? Siti Badriyah hanya menjawab, yang penting bisa untuk membeli rumah, kendaraan dan menguliahkan anak-anaknya.

Bahkan ketika ditanya apa pengaruhnya dengan kenaikan dollar, Siti menjawab," di sini tidak ada pengaruh dengan kenaikan dollar yang sering diributkan oleh orang Jakarta. Dan disini juga tidak ada demo-demo, semua aman-aman saja."

Siti Badriyah malah menjelaskan kalau kenaikkan dollar berpengaruh kepada naiknya harga barang atau kebutuhan pokok, ya tinggal dinaikkan saja harganya, maksudnya harga nasi dan lauknya. Menurut Siti nyatanya dengan dinaikkan harganya pelanggan tetap membeli dan dagangannya selalu habis. Tidak ada yang ribut atau protes.

Justru Siti Badriyah berharap,pemerintah pusat untuk terus melakukan pembangunan di wilayah perbatasan supaya tidak tertinggal dengan wilayah lainnya dan bisa menumbuhkan ekonomi masyarakat setempat.

Jadi pembangunan-pembangunan Pos Lintas Batas Negara di berbagai wilayah perbatasan dengan negara tetangga bisa meningkatkan ekonomi warga perbatasan dan membuka lapangan pekerjaan bagi yang bisa melihat peluang dan bekerja keras.

Sumber tulisan:Detik.com/Finance.

***