Tulus

Teman baik? Setelah semua ini? Wajar kalau kemudian Russia jengkel, lalu marah, lalu ambil tongkat sapu.

Senin, 7 Maret 2022 | 06:39 WIB
0
172
Tulus
Tulus (Foto: rerpublika.co.id)

Jadi begini ceritannya...

Tulus adalah seorang vokalis dan pencipta lagu yang menurut saya satu-satunya seorang seniman suara yang sungguh nyambung antara nama, jenamanya dengan karakter-karakter karyanya itu. Ia sungguh tulus dalam semuanya. Tak heran kalau karyanya pasti bisa menembus ruang dan waktu.

Karya-karyanya melodius, tidak ada tersirat nada kesombongan, jauh dari karakter pamer dalam semua halnya. Ia halus dan sendu, walau badannya "badak", gagah seperti gajah. Tapi dari getar suaranya, terlihat bahwa ia tak pernah ingin menyakiti siapa pun.

Bahwa kehidupan pribadinya, tak semenyenangkan, tak seindah harapan. Bukankah selalu demikian nasib "orang baik".

Sial betul, saya kok melihat trilogi karya terbaiknya sangat-sangat menggambarkan hubungan rumit krisis Rusia belakangan ini. Ah dasar minggu yang garing, segaring nasib saya akhir-akhir ini. Saya jadi terlalu peka terhadap hal-hal yang tak perlu saya butuh tahu. Jadi terlalu ngurus, sesuatu yang tak perlu diurus.

Di lagu "Jangan Cintai Aku Apa Adanya", ia berperan sebagai seorang badut. Persis karakter Volodymyr Zelenskyy, sang Presiden Ukraina. Seorang teman menganggapnya ia lebih pada karakter Joker. Teman lain susah payah menganggap sebagai seorang Chariot menurut Tarot. Byuh byuh...

Bagi saya ya tetap saja ia seorang Badut. Seorang penghibur, dengan "p" kecil. Seorang yang berjasa untuk menghadirkan suasana gembira, tapi tetap saja figur yang tak pernah bisa menghapus sifat dasarnya sebagai bahan olok-olok. Orang yang selalu "rumangsa isa, ning ora isa rumangsa".

Orang yang bahkan tidak punya kepekaan, saat pergi dari rumah. Bisa sensi, menyadari bahwa dirinya dibutuhkan di hari saat sang istri harus melahirkan. Orang yang telah menerima dirinya apa adanya...

Di lagu kedua, "Teman Hidup" kita bisa melihat bagaimana Rusia sekian lama telah berusaha meyakinkan bahwa Ukraina agar tetap bersama. Apa yang ia sebut: Di dekatnya aku lebih tenang / Bersamanya jalan lebih terang. Ah, ah...

Karepnya, si adikuasa Russia:

Tetaplah bersamaku jadi teman hidupku /
Berdua kita hadapi dunia /
Kau milikku ku milikmu kita satukan tuju /
Bersama arungi derasnya waktu.

Eh bukannya, ia manut. Sebagaimana diharap pria domestik kepada kekasihnya: swarga nunut, nraka katut. Dia malah bilang "Pamit", sebagaimana lagu sendu yang sangat ironik. Bagaimana mungkin lagu sedih ini dibuat di Praha dimana seharusnya cinta itu harus disemikan. Lagu ini jadi terasa fatalis, karena ia membunuh cinta justru di "Kota Cinta".

Sebuah Praha yang kehilangan keindahannya, keajaibannya, kesakralannya. Praha yang tersisa hanya putih dan membeku tertutup salju.

Sebagaimana karakter perempuan yang selamanya wagu dan menangan. Ia pamit dengan mengatakan:

Tubuh saling bersandar
Ke arah mata angin berbeda
Kau menunggu datangnya malam
Saat ku menanti fajar
Cara pamit yang bikin gemes! Tambah kesel saat ia bilang:
Izinkan aku pergi dulu
Yang berubah hanya
Tak lagi kumilikmu
Kau masih bisa melihatku
Kau harus percaya
Kutetap teman baikmu

Teman baik? Setelah semua ini? Wajar kalau kemudian Russia jengkel, lalu marah, lalu ambil tongkat sapu. Bukan lagi puk puk puk, tapi buk buk buk ...

Ah, bener minggu yang garing. Cara melewati hari-hari katut isoman yang gak bermutu blas. Blaik!

***