Curhatan dari Pak Habibie

Selasa, 29 Januari 2019 | 10:13 WIB
0
595
Curhatan dari Pak Habibie
BJ Habibie (Foto: FB Sunardian Wirodono/Istimewa)

Pada usianya 74 tahun (2012), mantan Presiden RI, BJ Habibie secara mendadak mengunjungi fasilitas Garuda Indonesia. Kunjungan beliau dan rombongan disambut oleh President & CEO, Bapak Emirsyah Satar disertai seluruh Direksi dan para VP serta Area Manager yang sedang berada di Jakarta.

Setelah memutar film dokumen penerbangan perdana N250, Habibie kemudian menuturkan kenangannya, seperti kemudian dituliskan ulang oleh Novianto Harupratomo, seorang pilot Garuda. Berikut tulisannya (12/1/2012, yang saya rapihkan cara penulisannya, dan pernah saya postiing di akun Fesbuk saya tanggal 28 Januari 2012) :

“Dik, Anda tahu, saya ini lulus SMA tahun 1954! Presiden Soekarno, Bapak Proklamator RI, orator paling unggul, itu sebenarnya memiliki visi yang luar biasa cemerlang! Ia adalah Penyambung Lidah Rakyat! Ia tahu persis sebagai Insinyur. Indonesia dengan geografis ribuan pulau, memerlukan penguasaan teknologi yang berwawasan nasional, yakni Teknologi Maritim dan Teknologi Dirgantara.

Kala itu, tak ada ITB dan tak ada UI. Para pelajar SMA unggulan, berbondong-bondong disekolahkan oleh Presiden Soekarno ke luar negeri, untuk menimba ilmu Teknologi Maritim dan Teknologi Dirgantara. Saya adalah rombongan kedua diantara ratusan pelajar SMA yang secara khusus dikirim ke berbagai negara.

Pendidikan kami di luar negeri itu bukan pendidikan kursus kilat tapi sekolah bertahun-tahun sambil bekerja praktek. Sejak awal, saya hanya tertarik dengan ‘how to build commercial aircraft’ bagi Indonesia. Jadi sebenarnya Pak Soeharto, Presiden RI kedua, hanya melanjutkan saja program itu. Beliau juga bukan pencetus ide penerapan ‘teknologi’ berwawasan nasional di Indonesia. Lantas kita bangun perusahaan-perusahaan strategis, ada PT PAL dan salah satunya adalah IPTN.

Sekarang, Dik, Anda semua lihat sendiri. N250 itu bukan pesawat asal-asalan dibikin! Pesawat itu sudah terbang tanpa mengalami ‘Dutch Roll’ (istilah penerbangan untuk pesawat yang ‘oleng’) berlebihan, tenologi pesawat itu sangat canggih dan dipersiapkan untuk 30 tahun kedepan.

Diperlukan waktu 5 tahun untuk melengkapi desain awal, satu-satunya pesawat turbo prop di dunia yang mempergunakan teknologi ‘fly by wire’, bahkan sampai hari ini. Rakyat dan negara kita ini membutuhkan itu!

Pesawat itu sudah terbang 900 jam (saya lupa persisnya 900 atau 1900 jam), dan selangkah lagi masuk program sertifikasi FAA. IPTN membangun khusus pabrik pesawat N250 di Amerika dan Eropa, untuk pasar negara-negara itu. Namun, orang Indonesia selalu saja gemar bersikap sinis dan mengejek diri sendiri, ‘apa mungkin orang Indonesia bikin pesawat terbang?’

Tiba-tiba, Presiden memutuskan agar IPTN ditutup, dan begitu pula dengan industri strategis lainnya.

Dik tahu, di dunia ini, hanya tiga negara yang menutup industri strategisnya. Satu Jerman, karena trauma dengan Nazi, lalu Cina, dan Indonesia.

Sekarang, semua tenaga ahli teknologi Indonesia terpaksa diusir dari negeri sendiri, dan mereka bertebaran di berbagai negara, khususnya pabrik pesawat di Bazil, Canada, Amerika dan Eropa.

Hati siapa yang tidak sakit menyaksikan itu semua?

Saya bilang ke Presiden, kasih saya uang 500 juta Dollar, dan N250 akan menjadi pesawat yang terhebat, yang mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier, Embraer, dan lain-lain. Dan kita tak perlu tergantung dengan negara mana pun.

Tapi keputusan telah diambil, dan para karyawan IPTN yang berjumlah 16 ribu harus mengais rejeki di negeri orang, dan gilanya lagi, kita yang beli pesawat negara mereka! [Habibie menghela nafas. Ya, seandainya N2130 benar-benar lahir, kita tak perlu susah-susah membeli B737 atau Airbus 320].

Hal yang sama terjadi pada prototipe pesawat jet twin engines narrow body. Itu saya tunjuk Ilham sebagai Kepala Proyek N2130. Ia bukan karena anak Habibie, tapi Ilham ini memang sekolah khusus mengenai manufakturing pesawat terbang. Kalau saya sebenarnya hanya ahli dalam bidang metalurgi pesawat terbang. Kalau saja N2130 diteruskan, kita semua tak perlu tergantung dari Boeing dan Airbus untuk membangun jembatan udara di Indonesia.

Dik, dalam industri apa pun, kuncinya itu hanya satu. QCD! Q itu Quality, Dik. Anda harus buat segala sesuatunya berkualitas tinggi dan konsisten. C itu Cost, Dik. Tekan harga serendah mungkin, agar mampu bersaing dengan produsen sejenis. D itu Delivery. Biasakan semua produksi dan outcome berkualitas tinggi, dengan biaya paling efisien dan disampaikan tepat waktu! Itu saja!

Kalau saya upamakan, Q itu nilainya 1, C nilainya juga 1, lantas D nilainya 1 pula, jika dijumlah maka menjadi 3. Tapi cara kerja QCD tidak begitu Dik. organisasi itu bekerja saling sinergi, sehingga yang namanya QCD itu bisa menjadi 300 atau 3000 atau bahkan 30.000, sangat tergantung bagaimana Anda semua mengerjakannya. Bekerjanya harus pakai hati Dik.

Dik,... saya ini memulai segala sesuatunya dari bawah. Sampai saya ditunjuk menjadi Wakil Dirut perusahaan terkemuka di Jerman, dan akhirnya menjadi Presiden RI, itu semua bukan kejadian tiba-tiba,...”

(sebetulnya masih panjang, tetapi bagian berikut khusus mengenai Ibu Ainun, istri yang dicintainya).

***