Setiap kematian, sesungguhnya mengingatkan kita. Bahwa dunia cuma tempat numpang becanda. Tempat bercocok tanam kebaikan dan keburukan.
Zaman ini, mungkin, manusia tidak pernah benar-benar mati. Saya ingat seorang teman, yang juga berteman di media sosial. Ia meninggal karena serangan jantung.
Ia adalah teman kecil saya. Celotehnya di media sosial masih terus terbayang. Saya tidak pernah menghapus pertemanan dengannya. Tidak memblok akunnya. Meski ia sudah almarhum.
Teman yang sudah meninggal akan tetap jadi teman saya.
Ketika ada terselip kangen dengan celotehnya, saya kembali membuka halaman akunnya. Memaca-baca lagi tulisan yang disampaikan. Atau memandangi foto-fotonya. Senyumnya seperti masih menggantung.
Jarak kematian terasa begitu dekat.
Dengan media sosial, saya seperti merasakan dia masih ada. Jau di ujung sana sedang bergelut dengan aktifitasnya. Menanti-nanti kabar dari postinganya. Kelakar apa yang akan dia tuliskan hari ini?
Berapakah teman Anda yang biasanya sering bersahutan komentar yang kini gak bisa lagi membalas komentar Anda. Mereka yang kini pergi ke alam lain. Tapi media sosialnya masih tetap terpaut dengan Anda?
Saya rasa banyak.
Dunia punya album foto yang begitu besar sekarang. Juga kumpulan video. Tentang orang di sekitar kita. Orang-orang biasa yang sama dengan kita.
Mungkin sekali waktu, istri atau anaknya akan membuka halaman itu. Menulis di pesan inbox akun almarhum. "Papa, aku kangen. "
Tulisan yang digoreskan sambil menggigit bibir. Tulisan yang disampaikan dengan rasa rindu yang meluap.
Setiap manusia, pada akhirnya akan dikenang. Media sosial adalah salah satu sarana mengenang selintas waktu kehidupan seseorang. Bahwa pada akhirnya, dunia hanyalah tempat numpang bermain. Sementara. Dan amat pendek waktunya.
Saya gak tahu. Apakah ketika saya wafat nanti, akan ada orang yang membuka-buka halaman medsos saya dengan mata yang menghangat?
Atau ada orang yang mendatangi medsos kita dengan penuh amarah. Bersyukur atas kematian kita. Atau kita akan berlaku begitu saja. Seperti seekor kucing yang mati di jalan?
Kita gak tahu apa yang tertinggal nanti di kepala banyak orang, ketika kita pergi tanpa sempat pamit ke tempat yang jauh.
Hari ini Tengku Zulkarnaen meninggal. Saya gak pernah berjumpa denganya secara fisik. Tapi dalam pemikiran saya selalu berseberangan dengannya.
Sebuah kematian, tetap saja menyisakan rasa masygul. Betapapun kita berseberangan dengannya. Kematian hanya lantas diisi dengan empati dan doa. Berapapun kita berbeda memandang kehidupan.
Empati. Itulah yang membedakan kita dengan kecoak.
Dan betapa anehnya kita. Justru kematian Tengku Zulkarnaen dijadikan ajang menyebar fitnah. Dilakukan oleh gerombolan yang selama ini mengaku satu kelompok dengannya.
Kelakuan yang sama juga kita rasakan ketika Maher Thulaibi meninggal. Fitnah dikembangkan. Empati disimpan di lemari baju.
Hanya kecoak yang sanggup berbuat seperti itu. Saya hanya bersyukur, tidak satu rombongan dengan mereka.
Setiap kematian, sesungguhnya mengingatkan kita. Bahwa dunia cuma tempat numpang becanda. Tempat bercocok tanam kebaikan dan keburukan.
Setelah itu. Kita, entah ada di mana...
"Mas, serius amat ngomongnya. Belum beli baju lebaran ya?, " celetuk Abu Kumkum.
Bodo!
Eko Kuntadhi
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews