Tapi memang sih di luar negeri pun berlaku seperti itu, bedanya yang berdiri di sebelah kanan yang justru diam, yang kiri harus berjalan. Saya yakin, ini juga hasil kesepakatan tidak tertulis.
Ada banyak aturan tak tertulis yang beredar di sekitar kita. Celakanya, tidak semua orang paham aturan tak tertulis itu. Namanya tak tertulis, ya ga ada juntrungannya di buku atau prasasti batu. Kalu ditelusur siapa yang bikinnya, pun ga bakal ketemu juga.
Apa salah satu contoh aturan tak tertulis di sekitar kita? Itu loh, aturan di eskalator, yang menjadi alat kelengkapan stasiun kereta api modern zaman kiwari. Entah siapa yang memulai aturan itu, bahwa mereka yang berdiri di kanan, wajib berjalan, sementara yang berdiri di kiri tetap diam.
Ini berlaku bagi eskalator yang cukup bagi dua orang berdiri berendengan. Jarang ada tangga berjalan yang memuat sampai tiga orang berjejer, toh, apalagi berjejer 10 orang.
Demikian pula kalau turun. Istilahnya jadi deskalator kali ya. Yang kiri boleh diam dan tetap berdiri (masak iya duduk lesehan di tangga berjalan), sedang yang di kanan harus jalan.
Karena seringnya naik kereta api commuter line, saya kerap menggunakan tangga berjalan itu. Biasanya saya memilih yang sebelah kanan, biar bisa jalan sambil olahraga sekalian.
Di sini persoalan muncul. Ada yang belum memahami aturan tidak tertulis itu. Alhasil, beberapa orang berdiri diam di sebelah kanan, seperti copy paste orang yang berdiri di sebelah kirinya. Spontan yang di belakang teriak, "Jalan... jalan... Pak!" atau "Ayo terus jalan, Mbak!" Semua bernada imperatif, yang tentu ga enak didengar.
Bagi yang cukup paham dengan hardikan itu, mereka mengerti dan melanjutkan jalan kakinya di tangga berjalan. Celakanya bagi yang ga paham meski sudah diteriakin dari bawah, terpaksalah harus ditepuk dari belakang, "Jalan, Pak!"
Sekali waktu karena lagi sensi atau apa, seorang Bapak yang disuruh-suruh jalan saat berdiri di sebalah kanan, balik menghardik, "Mana aturan kalau berdiri di sebelah kanan harus jalan!?" Yang digugat balik menjawab, "Ini 'kan aturan tak tertulis, Pak, pahami aja!"
Alhasil ributlah mereka, adu mulut. Saya ogah melerai atau menjelaskan, salah-salah kena timpuk. Untung ada Satpam yang berjaga dan melerai mereka yang bertikai.
Saya ga ngerti juga siapa yang salah dalam hal ini. Apakah si Bapak yang ga terima dihardik dan disuruh jalan saat berdiri di sebalah kanan tangga berjalan itu salah? Apakah seseorang yang minta si Bapak berjalan di posisi yang benar? Sulit, kan!
Kalau saya sih maunya, ga usah ada aturan bahwa orang yang berdiri di sebelah kanan tangga berjalan wajib jalan. Lha kan adanya tangga berjalan itu untuk membantu orang berjalan ke atas atau ke bawah.
Tapi memang sih di luar negeri pun berlaku seperti itu, bedanya yang berdiri di sebelah kanan yang justru diam, yang kiri harus berjalan. Saya yakin, ini juga hasil kesepakatan tidak tertulis.
Hanya saja kalau pengguna CL di stasiun Tanah Abang rame-rame naik eskalator di London, pasti menjadi bahan kelahi lagi. Soalnya mereka boleh jadi teriak-teriak ke orang-orang, "Hei, yang berdiri di kanan jalan dong, jangan diam!" Untung aja ga teriak begini, "Hei yang berdiri di sebelah kini, ngapain jalan? Diam kalian!"
Nah, mumet, kan!?
#PepihNugraha
***
Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [7] Membeli Waktu
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews