Saya selalu ingat salah satu "ciri khas" Bang Tolleng: kepulan asap rokok Dunhill merah dari pipa gading kecil yang selalu menyertainya di mana pun dia berada.
Barangkali tidak ada koran di Indonesia yang paling banyak dikaji keberadaan, peran, 'content', dan orientasi ideologisnya seperti halnya koran "Mahasiswa Indonesia" yang terbit awal Orde Baru.
Sebutlah nama-nama Bill Liddle, Ken Ward, Roger K. Paget, Arief Budiman, Rex Mortimer, Harold Crouch, dan entah siapa lagi.
Padahal koran ini berumur pendek, hanya delapan tahun (1966 - 1974)!
Pertama kali terbit di Bandung, 19 Juni 1966, koran ini didirikan trio intelektual dan aktivis: Ryandi S., Awan Karmawan Burhan, dan Iwan Ramelan.
Yang terakhir ini adalah nama samaran dari arsitek dan "otak" dari koran ini: A. Rahman Tolleng, pria Bugis kelahiran Sinjai, Sulawesi Selatan, 5 Juli 1937.
Peneliti Prancis, Francois Raillon yang menyusun disertasi tentang politik dan ideologi mahasiswa awal Orde Baru menyebut: "Mahasiswa Indonesia adalah Rahman Tolleng; dan Rahman Tolleng adalah Mahasiswa Indonesia".
Tapi jejaknya bukan hanya di koran "Mahasiswa Indonesia"; jejak dan peran Rahman Tolleng bisa dilacak pada bidang lain. Khususnya bagaimana memahami ideologi, cita-cita politik, dan perjuangan mahasiswa dan kaum muda pada fase transisi dari Soekarno ke Soeharto.
Mereka yang semula ikut berjuang menumbangkan rezim lama, bergabung dengan rezim baru, namun belakangan kecewa. Rezim baru itu ternyata bukan saja mengingkari cita-cita bersama mereka, lebih dari itu dia muncul jadi monster.Rahman Tolleng kecewa.....
Seperti keluhan salah satu tokoh dalam novel Borris Pasternak, DOCTOR ZHIVAGO: "...... this has happened several times in the course of history. A things which has been conceived in a lofty, ideal manner becomes coarse and material......").
Rahman Tolleng dan sebagian kaum muda intelektual kritis pada fase transisi itu jelas di kemudian hari kecewa, mungkin menyesal. Tapi biarlah itu menjadi bagian dari sejarah, yang akan selalu dieksplor, tentu dengan tafsir-tafsir baru.
Bang Tolleng meninggalkan banyak kenangan buat kami di Redaksi Prismadan LP3ES tahun 1980an. Dia ikut dalam 'brainstorming' redaksi, menjadi narasumber, sekaligus penerjemah andal untuk buku-buku ilmu sosial.
Salah satu buku terjemahannya adalah karya Peter L. Berger, PIRAMIDA KURBAN MANUSIA (LP3ES, 1982,) dari judul asli The Pyramids of Sacrifice.
Saya selalu ingat salah satu "ciri khas" Bang Tolleng: kepulan asap rokok Dunhill merah dari pipa gading kecil yang selalu menyertainya di mana pun dia berada.
Untuk mengenang sang legenda, saya unggah cover buku Francois Raillon (dari disertasinya), yang membahas siapa Rahman Tolleng dan perannya di balik corak pemberitaan dan konten ideologis Koran "Mahasiswa Indonesia" .
"Selamat jalan senior, legenda, sang Suhu"
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews