Pecundang yang Sombong

Kalau Amin Rais belakangan bicara soal rekonsiliasi, sikap itulah yang terasa. Ia kelompok yang kalah, tapi belagu. Ia pecundang, tetapi sombong.

Senin, 22 Juli 2019 | 06:04 WIB
0
470
Pecundang yang Sombong
Amien Rais (Foto: Facebook/Eko Kuntadhi)

Ada pepatah dalam pertandingan : yang menang jangan mentang-mentang. Yang kalah jangan ngambek.

Tapi untuk Amin Rais, pepatah itu gak berlaku. Kalah gak apa-apa. Soal sikap mentang-mentang jangan sampai hilang. Kekalahan tidak menghapus rasa jumawa. Jadi pecundang gak menghapus gaya. Belagu, tetap saja belagu. Meski kalah.

Kalau Amin Rais belakangan bicara soal rekonsiliasi, sikap itulah yang terasa. Ia kelompok yang kalah, tapi belagu. Ia pecundang, tetapi sombong. Amien mengajukan syarat rekonsiliasi 45 : 55. Sesuai jumlah suara.

Maksud Amin nanti kursi kabinet dibagi 45% untuk kelompok Prabowo dan 55% untuk kelompok Jokowi. Bagaimana bisa pihak yang kalah, yang dirangkul, malah mengajukan syarat.

Dan setahu kita, Jokowi memang merangkul Prabowo. Calon presiden yang ketua partai Gerindra. Bukan merangkul Amien Rais sebagai sesepuh PAN. Setelah Prabowo membubarkan koalisi pendukungnya, PAN dan Gerindra adalah dua entitas yang berbeda. Terus kenapa juga Amien Rais yang mengajukan syarat?

Amien adalah orang yang menghasut masa turun ke jalan pasca putusan KPU. Hasil dari hasutan Amien, Jakarta hampir dilanda kerusuhan.

Selama kampanye Amien juga dikenal bermulut api. Omongannya membakar orang agar terus bergotokan. Ia memperkenalkan partai Allah dan partai setan. Ia meneriakkan perang badar ketika kampanye. Ia menggesek people power.

Pokoknya bagi Amien, Pilpres sama dengan perang, saling bermusuhan. Saling menghancurkan. Yang dibenturkan adalah sesama anak bangsa. Yang beresiko adalah persatuan Indonesia.

Baca Juga: Sebab Amien Rais, Rekonsiliasi Prabowo-Jokowi Bisa Gagal

Politikus yang prestasinya melengserkan Gus Dur dari kursi Presiden ini memang lebih besar hasut dari pada tiang. Ia gak punya tiang yang kuat. Suara PAN segitu gitu aja sejak dulu. Gak pernah bertambah. Tapi Amien selalu besar kepala.

Ketika dia maju sebagai Capres, posisinya cuma keempat dari lima pasang kandidat. Cuma juara harapan. Kalau dalam pertandingan, juara 1, 2 dan 3 layak mendapat piala. Juara keempat hanya pantas mendapat hadiah hiburan --isinya sabun dan buku tulis dibungkus sampul cokelat.

Bahkan saat Pemilu kemarin, suara Jokowi-Amin lebih unggul dibanding Prabowo-Sandi di TPS tempat Amien Rais mencoblos. Artinya di lingkungannya sendiri saja omongan Amien gak ada yang dengerin.

Terus sekarang dia soksokan mengajukan syarat rekonsiliasi?

"Selama Pak Amien belum jalan kaki Jakarta-Jogja, selama itu pula rakyat gak ada yang percaya omongannya," ujar Abu Kumkum.

***