Harianto Badjoeri [17]: Keras, Lucu, dan Humanis

Demi keselamatan, salah seorang anak buahnya menjemput HB menggunakan satu unit kendaraan lapangan yang mewah.

Kamis, 7 November 2019 | 06:46 WIB
0
566
Harianto Badjoeri [17]:  Keras, Lucu, dan Humanis
Eko Guruh (Foto: Dok. pribadi)

Selama ini, Harianto Badjoeri alias HB ini banyak dikesankan sebagai sosok orang yang keras. Ini sesuai jabatannya sebagai personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta.

HB dikesankan sebagai orang yang selalu mengerahkan kekuatannya untuk menakut-nakuti orang. Dengan begitu, HB seolah-olah tidak pernah ramah kepada orang di sekitarnya.

“Banyak orang yang salah dalam menilai Mas Har. Beliau itu sebenarnya orang yang mudah iba dan lucu,” kata Eko Guruh (57 tahun), pegawai negeri sipil di Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jakarta Barat, yang mengetahui persis karakter HB.

Eko yang selalu memanggil HB dengan sapaan Mas Har ini adalah mantan jurnalis yang kemudian ditarik oleh HB menjadi stafnya dengan status honorer pada tahun 2000-an. Waktu itu, usianya sudah tidak muda lagi untuk menjadi seorang pegawai negeri sipil. Tetapi, sekarang dia sudah menjadi pegawai negeri.

“Saya menjadi pegawai negeri adalah takdir Tuhan, tetapi Mas Har lah orang yang memberi jalan kepada saya. Itu tidak bisa dihapus dan dilupakan,” kata Eko.

Sejak “ikut” HB, Eko banyak mempelajari dan mengetahui karakter HB. HB berkarakter keras memang betul, tetapi karakternya itu dia tempatkan pada tempatnya. HB berkarakter keras hanya kepada orang yang bersalah dan orang bergelimang harta.

“Kepada orang yang benar dan lemah, apalagi miskin, dia berlaku lemah lembut. Malah banyak jatuh iba,” kata Eko.

Salah satu contoh keibaan HB terjadi ketika dia memberi uang kepada pedagang asongan di kawasan Monumen Nasional (Monas). Waktu itu, HB yang baru saja selesai memimpin sebuah apel personel Satpol PP di kawasan Monas melihat pedagang asongan perempuan menenteng dagangannya di bawah terik matahari.

HB kemudian menghampirinya, karena iba dengan perempuan itu. HB yang amat patuh dengan ibunya ini menyodorkan beberapa lembar uang seratusan ribu kepada pedagang tadi.

Betapa kagetnya HB ketika perempuan pedagang itu menolak menerima pemberian uang dari HB. Perempuan tadi baru menerima uang setelah HB membeli barang dagangannya. Uang yang dia terima pun tidak lebih dari harga barang dagangan yang dibeli HB.

Di situlah HB mengagumi karakter perempuan itu. Dia tidak serta merta menerima pemberian tanpa perjuangan. Sejak itu, HB selalu mencari perempuan itu untuk membeli barang dagangannya.

“Beliau amat humanis menghadapi orang-orang yang lemah tetapi berdaya juang tinggi,” tutur Eko yang pernah 10 tahun menjadi petugas hubungan masyarakat di Dinas Pariwisata DKI ini.

Sedangkan kelucuan HB pernah terjadi ketika dia menjadi Kepala Satpol PP. Waktu itu, dia memimpin penertiban di kawasan Jakarta Selatan. Pada peristiwa itu, HB dan pasukannya mendapat perlawanan dari sekelompok warga dan pengacaranya.

Pengacara yang membela warga itu menjalankan perang urat syaraf dengan menantang Satpol PP. Mendapat tantangan demikian, HB dengan spontan  mengucapkan pernyataan membela diri.

“Saya orang nggak punya! Saya nggak takut mati!” kata HB.

Pernyataan HB “saya orang nggak punya” ini didengar jelas oleh Eko. Tak lama kemudian, “pertarungan” sengit antara warga dan Satpol PP berlangsung. Demi keselamatan, salah seorang anak buahnya menjemput HB menggunakan satu unit kendaraan lapangan yang mewah.

HB pun bergegas mau naik mobil itu. Eko lalu mendekati HB dan bilang, “Mas, jangan naik mobil mewah. Katanya Mas Har tadi bilang ‘orang nggak punya’”.

Mendengar nasihat Eko, HB tidak jadi naik mobil itu. Dia lalu menyuruh anak buahnya untuk membawa jauh-jauh mobil mewah itu. “Mundur mobilnya!”

Itulah HB, terkadang marah, iba, humanis, tapi juga lucu.

 Krista Riyanto

***

Tulisan sebelumnya: Harianto Badjoeri [16]: Setia dan Selalu Mencari Tahu Nasib Anak Buahnya