Dubes Agus Maftuh dan Nasi Kotak Kenduri

Bukan cuma mengutip lagu, Agus juga memamerkan pengetahuannya yang luas dengan menyebut kitab sejarah 15 Jilid karya Ibnu Kasir, Al-Bidayah wan Nihayah (ada awal dan ada akhir).

Sabtu, 14 Desember 2019 | 21:17 WIB
0
808
Dubes Agus Maftuh dan Nasi Kotak Kenduri
Tim Blakblakan detik.com menyantap hidangan bersama Dubes Agus M Abegebriel (Foto: Dok. pribadi)

Berbeda dengan citra duta besar pada umumnya yang biasa menjaga penampilan dan perkataan, Agus Maftuh Abegebriel boleh dibilang relatif longgar. Bahkan ada yang menilainya urakan. Tak kaku dengan aturan protokoler. Suka nyablak saat memberikan komentar terhadap sebuah isu yang justru sensitif.

Lelaki kelahiran Semarang, 1 Oktober 1965 itu dilantik Presiden Jokowi menjadi Dubes untuk Arab Saudi dan Perwakilan Tetap di OKI (Organisasi Kerjasama Negara-negara Islam) pada 13 Januari 2016. Tak sampai setahun bertugas dia mendapat ‘gelar’ “as-Safir al-Adib” atau sang “Dubes Penyair”.

Itu karena kemahirannya menyelipkan puisi dan mendendangkan syair-syair Arab klasik saat memberikan sambutan. Konon berkat kepiawaiannya itulah, Raja Salman akhirnya berkenan untuk bertandang ke Indonesia pada awal Maret 2017.

Saya pertama kali berjumpa muka dengan dosen UIN Sunan Kalijaga itu awal November 2018. Waktu itu dia baru kembali dari Majalengka, menyambangi keluarga Tuti Tursilawati pekerja migran yang baru dieksekusi mati di Saudi. Meski baru pertama kali kenal, dia menyambut kami dengan hangat.

Usai wawancara kami diminta menemaninya ngobrol ngalur-ngidul hingga tengah malam. Karena selama berbincang asap rokoknya terus mengepul, mata saya sepet dibuatnya. Pakaian pun jadi bau nikotin.

Pada Ahad petang, 8 Desember, Agus Maftuh tiba-tiba mengabarkan via WA kalau dirinya sedang di Jakarta. Saya langsung membujuknya untuk bertemu dan wawancara. Pukul 21.00 kami tiba di hotel tempatnya menginap di kawasan Senen. Wajahnya tampak lusuh dan lelah. Asap rokok mengepung seantero kamar dengan dua tempat tidur.

Agar lebih nyaman akhirnya kami pindah ke sebuah lokasi di kawasan Menteng. Setelah ngobrol ngalor-ngidul akhirnya dia setuju untuk kami wawancara. Selain membahas soal Rizieq Shihab, saya sempat menggodanya terkait aksi unjuk rasa sekelompok mahasiswa di Kemenlu dan Kemenko Polhukam. Salah satu poster pengunjuk rasa tak cuma meminta dia dicopot sebagai dubes, juga dihalalkan darahnya.


Agus M Abegebriel

“La ya gak usah diberhentikan wong masa tugas saya sudah lebih dari tiga tahun. Wajar saja kalau Bapak Presiden dan Ibu Menlu mengganti saya,” katanya enteng.

Tak cuma itu. Dia lantas mengutip sebait lagu milik si Raja Dangdut Rhoma Irama, “Kau yang mulai, kau yang mengakhiri”.

“Pada dasarnya, jabatan itu amanah. Ada awal ada akhir seperti lagu Rhoma.”

Bukan cuma mengutip lagu, Agus juga memamerkan pengetahuannya yang luas dengan menyebut kitab sejarah 15 Jilid karya Ibnu Kasir, Al-Bidayah wan Nihayah (ada awal dan ada akhir).

Dia juga memperlihatkan rekaman lantunan syair Lotfi Bouchnak, budayawan Tunisia, yang artinya: Aku hanya kepingin memiliki negeri yang indah / Negeri tanpa peperangan, tanpa kehancuran, tanpa kegaduhan dan tanpa petaka / Wahai Negeriku, engkau adalah kasihku / Engkau kebanggaanku dan engkau adalah mahkotaku terindah / Engkau kebanggaan rakyat jelata, engkau juga kebanggaan para pejuang dan juga para politisi / Wahai Tanah airku, engkau paling mempesona / Engkau paling berharga dan engkau lebih agung ketimbang kursi-kursi jabatan itu.

Menjelang tengah malam kamerawati kami memberi kode untuk pamitan. Saya memang sudah berjanji akan mengajak mereka makan sop buntut atau sate di Jalan Sabang. Tapi Agus meminta kami bertahan. Seorang kerabatnya membisiki bahwa makanan yang dipesan sudah hampir tiba. “Mubazir nanti kalau gak ada yang makan,” ujarnya.

Benar saja. Tak sampai 10 menit menu yang dipesan tiba. Kami langsung membongkarnya. Dalam setiap kotak putih selain berisi segunduk nasi, ada 5 tusuk sate, sambel goreng ati, gulai kambing, kerupuk, dan pisang. Hal lain yang menarik adalah secarik kertas bertuliskan nama anak yang baru lahir. Kami tersenyum kecil sambil saling lirik.

“Iya… saudara saya di Tebet baru bikin acara aqiqahan anaknya,” jelas Agus sambil menyantap hidangan tanpa sendok.

Saat pamitan, hari sudah memasuki Senin dinihari. Dalam perjalanan menuju kantor tawa kami meledak. Tak menyangka dubes yang satu ini memang supercuek.

“Kirain gue pesan go-food dari restoran Arab. Gak tahunya nasi kendurian,” ujar seorang kamerawan.

Kami pun terbahak. Tak jadi menyantap sate di Jalan Sabang, sate kendurian aqiqah pun jadilah. Syukron Pak Dubes…

***