Lidia Lebang

Tentang sekolahnya, program S2 bidang konseling pastoral di Evanston, Amerika Serikat, yang sedianya ia selesaikan bulan Mei 2022 ini,

Sabtu, 9 April 2022 | 16:35 WIB
1
547
Lidia Lebang
Lidia Lebang (Foto: koleksi pribadi)

Saya bertemu dengan Lidia Lebang, tak terencana, di sebuah perkabungan keluarga di Makassar beberapa tahun lalu. Saya menyapanya lebih dulu. Dari namanya, ia masih kerabat dekat saya -- sepupu atau keponakan. Ia cantik, cerdas, dan sekilas tak begitu banyak bicara. 

Ia anak yatim piatu yang dengan modal semangat, kepandaian, dan kesempatan, bisa meraih banyak yang hanya diimpikan anak-anak muda dari Toraja seusianya: bersekolah tinggi sampai ke Jakarta, lalu ke luar negeri, dan menimba begitu banyak pengalaman.

Tapi Tuhan menggandulinya dengan ujian tak alang kepalang, gangguan jiwa dan kepribadian yang senantiasa menggayuti langkah Lidia meraih cita-citanya.

Dan semua itu saya tahu dari buku yang ditulisnya ini: PELUHKU MENJADI DAYA, buku setebal 266 halaman yang baru terbit Februari 2022. 

Alkisah, Lidia Lebang adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Ayahnya meninggal saat ia masih balita, disusul kakaknya saat Lidia berusia 9 tahun, dan ibunya tujuh tahun kemudian. Maka pada usia 15 tahun, Lidia sudah yatim piatu. Tiga kehilangan yang bahkan dipercaya sebagai tulah oleh sebagian orang di kampung.

Bukan hanya itu. Di pihak ayah dan ibunya, ada riwayat gangguan jiwa. Kakak ayahnya pernah dirawat di RSJ, dan pernah mencoba bunuh diri dengan menenggelamkan diri di laut. Ibu dan seorang kakaknya juga punya perilaku gangguan jiwa yang tak terdiagnosis.

Di luar itu, pada masa kecilnya Lidia mengalami pelecehan seksual dari kerabat dekat, yang tetap diingatnya dengan kepahitan sampai hari ini.

Tapi hidup harus berjalan. Lidia melangkah jauh. Ia tetap bersekolah sampai di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Jakarta, belajar singkat di sebuah perguruan tinggi di Jenewa, Swiss, lalu mulai menempuh pendidikan magisternya di Evanston, Amerika Serikat semenjak awal tahun 2019.

Di tengah jalan mengejar cita-citanya itulah, Lidia kerap dihantui mimpi-mimpi yang datang berulang dan seolah-olah nyata, juga imajinasi-imajinasi yang tak dapat dikendalikannya. Ia, misalnya, merasa dicurigai orang di sekeliling, atau bayangan tentang seseorang yang mencetak bab tambahan pada buku yang dibacanya, dan aneka bayangan lain. Seusai mimpi-mimpi berulang itu, ia membaca buku Sigmund Freud: Interpretation of Dream, tapi gagal menyibak jawaban dari tidur yang mengganggunya. 

Ia juga tak bisa menghilangkan nama lelaki bernama Josiah yang diam-diam dicintainya, tapi tak mungkin ia rengkuh. 

Lidia sadar: ia mengalami gangguan jiwa! 

Dokter mendiagnosis gangguan yang diidapnya sebagai depresi berat. Beberapa kali ia nyaris kehilangan nyawa karena gangguan itu. 

Sendirian di dalam kamarnya di kota dekat Chicago, ia pernah menelan dua papan tablet paracetamol sekaligus. Ia hampir mati kalau saja tak memuntahkan sebagian besar pil itu.

Puncaknya, saat ia menenggelamkan diri ke sebuah danau di sebuah kota di Amerika. Untunglah sepasang kekasih yang sedang berperahu di danau itu menyelamatkan Lidia dan membawanya ke rumah sakit. Ia pun dirawat berhari-hari lamanya di RS Ingalls Memorial di Chicago.

Selain hendak membunuh diri, Lidia kerap melakukan tindakan yang disebutnya impulsive -- tindakan yang tak dipikirkan sebelumnya. Suatu hari di bulan April 2020, Lidia mendaftar di sebuah situs yang menjual keperawanan! Ia mengirim tiga foto dirinya dan memajang harga keperawanananya sebesar 10.194 dolar. 

Begitulah. Bertahun-tahun Lidia hidup dalam dua semesta: dunia normal di mana ia bersekolah, membaca buku, bekerja, beribadah, dan dunia yang mengancam berupa gangguan jiwa dan kepribadian.

Untunglah, Lidia Lebang punya jalan keluarnya sendiri. Ia menulis. Dan kisah hidupnya dalam gangguan jiwa ini pun dituliskannya dengan lancar. Menulis buku ini -- termasuk sebuah novel yang tengah disiapkannya -- bukan sekadar untuk menyalurkan hobi, melainkan sebagai bagian dari terapi.

Ya, karena gangguan jiwa Borderline Personality Disorder yang diidapnya adalah gangguan kepribadian yang dapat disembuhkan! Metode penyembuhannya disebut re-paranted atau diasuh kembali, sebagaimana anak kecil yang terluka, diabaikan, dan mengalami kekerasan diasuh kembali.

Keluar dari perawatan di RS Ingalls Memorial Chicago seusai diselamatkan dari danau itu, Lidia Lebang pulang ke Indonesia. Seraya menulis kisah hidupnya ini, pada bulan Desember 2021, Lidia mendirikan Forum Kasih, sebuah forum yang diniatkannya untuk mengedukasi masyarakat tentang kesehatan jiwa, gangguan jiwa dan kepribadian, serta neurodiversity.

Tentang sekolahnya, program S2 bidang konseling pastoral di Evanston, Amerika Serikat, yang sedianya ia selesaikan bulan Mei 2022 ini, kata Lidia: "secara formal saya tidak selesaikan, namun Tuhan menolongku menyelesaikan kuliah kehidupan ini pada waktu yang tepat". 

Buku inilah hasilnya. Sampul buku ini adalah "Almond Blossom", karya Vincent van Gogh, pelukis yang hidup dengan gangguan bipolar.

***