Pa W, yang Humoris Itu

Tapi saya tidak menduga seberat itu ujian sakitnya. Meski demikian, sesekali ikut nimbrung perbincangan dan mengabarkan kondisinya. Komunikasi terputus setelah Kang Wan Abas masuk ruangan perawatan intensif.

Senin, 25 April 2022 | 05:41 WIB
0
150
Pa W, yang Humoris Itu

+Assalamualaikum Pa W, kumaha wartosna?

-Waalaikum salam. Udurna berlanjut. Ternyata saatos berakhir kemo ping 20 des, di ct scan 27 januari kanker na aya keneh 40% an. Kemo lanjutan ngalih ka rs.santosa kb jati. Aya bbrp panyawat sampingan nu berhubungan sareng syaraf:

1. Nyeri kaki kiri. Ayeuna tos ngaplek teu tiasa mapah.
2. Soca kanan kaganggu (teu kompak tea)
3. Pendengaran ngaguruh.
4. Susah nelen makanan nu tos dikunyah. Kitu info sementawis. Piduana we ti Pa E.

+Ya Allah, Pa W. Mugia Pa W sareng kulawargi dipasihan kasabaran mayunan ujian ieu. Mugia Allah SWT ngangkat sadaya panyawatna. Hapunten abdi joledar, teu acan ngalongok.

-Aamiin YRA... Hatur nuhun pa E. Mugia pa E sklwgi oge dipaparin kasehatan.

Saya membaca kembali percakapan dengan Kang Wan Abas lewat WhatsApp tersebut, Sabtu (23/4/2022) siang. Tidak lama setelah mendapat kabar pria bernama lengkap Wawan Hernawan bin Tatang Djuhanda itu, meninggal dunia di RS Santosa Bandung pada pukul 13.28 WIB dalam usia 64 tahun. Percakapan tersebut berlangsung pada 20 Februari 2022 lalu.

Jika dalam perbincangan di WA itu ada sapaan "Pa W" dan "Pa E", tiada lain menunjukkan huruf awal nama kami. Di mana saja bersua, sapaan khusus itulah yang terlontar. Tentu dengan suasana canda. Saya sendiri tidak ingat persis kapan panggilan itu bermula. Namun yang jelas, ketika kami masih satu kantor di Redaksi Pikiran Rakyat Jln. Soekarno Hatta 147 Bandung puluhan tahun lalu.

Saat masih kuliah di Fikom Unpad, saya sudah mengenal nama Wan Abas lewat tulisan-tulisannya di PR. Terutama tentang dunia hiburan dan pariwisata. Ternyata kami satu almamater, meskipun terpaut jauh angkatannya. Dia angkatan tahun 1977, dan di PR terhitung banyak juga rekan kuliahnya bergabung.

Ketika saya mengawali karir sebagai jurnalis di koran itu tahun 1990 Wan Abas sudah menjadi asisten redaktur PR Minggu. Redakturnya, Ceu Aam Amilia, sastrawan yang banyak menulis cerpen dan novel dalam bahasa Sunda. Ceu Aam sering memanggilnya dengan sapaan “De Abas”. Wan Abas mengikuti seleksi calon wartawan pada tahun 1984. Dari 40 orang yang ikut tes, dia lolos bersama 39 orang lainnya.

Berita-berita hiburan seperti dunia musik, sudah pasti mampir ke mejanya. Tidak hanya yang ditulis wartawan, tetapi juga yang dikirim para penulis lepas. Biasanya Jumat dan Sabtu adalah hari-hari tersibuk bagi para pengelola PR Minggu. Saya dan wartawan lainnya, sering berada di bawah koordinasinya, ketika mengerjakan liputan khusus yang terbit di PR Minggu.

Pria berwajah lembut dengan kumis terkesan ikonik dan rambut tipis itu sosok humoris. Saya hampir tidak pernah melihatnya marah atau berwajah kesal.

Selalu saja ada bahan pembicaraan yang mampu mengendurkan urat saraf. Saat rehat di ruang kerja atau di kantin, misalnya, dengan kocak dia menirukan gaya bicara dan gerak tubuh beberapa teman sejawat yang khas. Kami pun tergelak.

Saat masih ngangkot, jika pulang kerja saya sering menumpang VW kodok, mobil langka kesayangannya. Bersama beberapa rekan, pernah menginap di rumahnya di Jalan Sangkuriang juga di rumah barunya Jln. Denpasat Antapani. Pada kesempatan seperti itulah, kami banyak bertanya tentang pengalamannya sebagai wartawan.

Setelah malang melintang di kewartawanan, Wan Abas kemudian dipercaya untuk memimpin bagian iklan. Ruang kerjanya pun pindah ke kantor pusat di Jln. Asia Afrika 77. Dia masuk kembali ke dunia jurnalistik pada tahun 2009 ketika menjadi Direktur PRFM, radio yang tampil bergaya “news”, hingga tahun 2019. Dia juga sempat menjabat sebagai Sekretaris PD Persatuan Radio Siaran Swasta Nasioal Indonesia (PRSSNI) Jabar dan Pemred LPS PRSSNI Bandung.

Cukup lama saya tidak berjumpa dengan Kang Wan Abas. Kami saling bertegur sapa lagi, setelah sama-sama bergabung dalam grup WA para veteran PR. Lewat grup itulah saya menjadi tahu, dalam beberapa bulan terakhir ini dia menderita sakit.

Tapi saya tidak menduga seberat itu ujian sakitnya. Meski demikian, sesekali ikut nimbrung perbincangan dan mengabarkan kondisinya. Komunikasi terputus setelah Kang Wan Abas masuk ruangan perawatan intensif.

Almarhum dimakamkan di pemakaman keluarga di Desa Bojongjati Sumedang.

Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Wilujeng angkat, Pa W….

***