Muammar Khaddafi [2] Merebut Kekuasaan Saat Masih Berusia Muda

Dengan pengumuman itu, Kapten Muammar Khaddafi pada usia 27 tahun, lebih 84 hari, menjadi pemimpin negara Republik Arab Libya.

Sabtu, 15 Juni 2019 | 09:30 WIB
0
802
Muammar Khaddafi [2] Merebut Kekuasaan Saat Masih Berusia Muda
Muammar Khaddafi (Foto: Grid.id)

Selama tiga tahun, Khaddafi bertugas di Angkatan Bersenjata Kerajaan Libya. Selama itu pula ia bersama teman-teman perwiranya semasa di Akademi Militer, mengintensifkan rencana revolusi. Pertengahan tahun 1969, Raja Idris menderita sakit dan harus menjalani perawatan di Turki. Menengarai adanya peluang untuk memulai revolusi, Khaddafi membentuk Komite Sentral yang akan menjadi motor revolusi, dalam mengakhiri monarkhi di Libya.

Tanggal 31 Agustus 1969 sore unit-unit militer yang berada di bawah Komite Sentral bergerak ke stasiun-stasiun radio, instalasi-instalasi militer, kantor polisi, di seluruh negeri untuk menggelar operasi yang dinamai Jerusalem. Berdasarkan rapat sebelumnya, pengumuman dimulainya revolusi, atau tepatnya pelaksanaan kudeta, akan dilakukan oleh Khaddafi di stasiun radio Benghazi. Menjelang subuh tanggal 1 September 1969, semua stasiun radio di seluruh Libya, sudah dikuasai oleh perwira-perwira muda dari Komite Sentral.

Pada malam itu, Khaddafi tidak tidur sama sekali, tidak sabar menanti jam D tanggal 1 September 1969, di mana dia akan mengumumkan mulainya revolusi, dan dia mengambil alih pemerintahan. Khaddafi melaksanakan sholat subuh di stasiun radio Broadcasting of Kingdom of Libya, Benghazi.

Pukul 6.20 seorang teknisi dan seorang penyiar datang untuk memulai siaran seperti biasanya. Mereka langsung ditangkap, dan dipaksa untuk menyiarkan pengumuman revolusi Al-Fateh. Tapi penyiar itu terlalu grogi untuk membacakan pengumuman sepenting itu. Setelah dikumandangkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, Khaddafi membacakan pengumuman yang disebutnya Communique Number One. Pengumuman itu berbunyi:

Angkatan Bersenjata telah menggulingkan rezim reaksioner, terkebelakang dan korup. Dengan satu gerakan heroik dari Angkatan Bersenjata telah mendepak rezim tersebut pada saat-saat menentukan. Sekarang Libya telah bebas dan berdaulat, menjadi satu republik dengan nama Republik Arab Libya. Tidak ada lagi yang tertindas, ditipu atau dipersalahkan. Tidak ada lagi budak dan majikan. Semua saudara dalam satu masyarakat berdasarkan keturunan, persaudaraan dan persamaan. Marilah kita membangun negeri ini. Wahai anak-anak Badwi! Anak-anak Padang Pasir, anak-anak kota kuno, anak-anak desa, waktunya untuk bekerja sudah datang! Marilah kita memandang ke depan!

Maka, dengan pengumuman itu, Kapten Muammar Khaddafi pada usia 27 tahun, lebih 84 hari, menjadi pemimpin negara Republik Arab Libya.

Siaran radio itu sontak menggemparkan Timur Tengah, bahkan dunia. Amerika yang tengah persiapan perang membantu Vietnam Selatan dan Israel yang masih dalam gencatan senjata setelah Perang Enam Hari melawan lima negara Arab secara simultan, hanya bisa terhenyak. Mereka kehilangan salah satu koleganya di Afrika Utara.

Di lain pihak, Uni Sovyet dan negara-negara blok Timur menyambut hari itu dengan penuh sukacita. Negara pertama yang mengakui Republik Arab Libya adalah Irak. Disusul oleh Suriah, Mesir dan negera-negara lainnya.

Anehnya, setelah menjadi orang nomor satu di Libya, Khaddafi tidak mengangkat dirinya menjadi Presiden sebagai mana umumnya di negara nepublik, ia tetap memposisikan diri sebagai Pemimpin Revolusi. Demikian juga dengan kepangkatan militernya, dia hanya menaikkan tiga tingkat dari Kapten menjadi Kolonel. Konon, itu merupakan salah satu kesepakatan bersama teman-teman perwiranya di Komite Sentral. Kedua hal itu berlaku sampai saat ini.

Keunikan lain dari Khaddafi, ke negara manapun ia dan rombongan berkunjung, selalu mendirikan tenda khas Badui yang mewah sebagai tempat ia menginap, dan dijaga oleh tentara perempuan bersenjata, Gaeda Amazon. Demikian juga kalau ia menerima tamu negara yang berkunjung ke Libya.

Tahun 1970, ia memperkenalkan buku berjudul Green Book, yang memetakan alternatif sosialisme dan kapitalisme, dikombinasikan dengan kaidah-kaidah Islam. Buku itu dapat disebut sebagai GBHN-nya Libya.

Khaddafi mulai mengeksploitasi kekayaan alam Libya, minyak dan gas, untuk membangun infrastruktur, pertanian, sekolah, fasilitas kesehatan dan tak akan ketinggalan, Angkatan Bersenjata yang lebih kuat dengan dukungan penuh Uni Sovyet.

Para pengawal Khaddafi

Rakyat Libya, yang pada awalnya bersikap skeptis terhadap pemerintahan barunya, kini merasakan banyak perbaikan di berbagai bidang. Karenanya, mereka amat mengangungkan pemimpin muda tersebut. Apalagi, tahun 1977 Khaddafi menetapkan "Jamahiriya" atau "negara rakyat" sebagai system pemerintahannya. Kekuasaan negara dipegang oleh komite-komite rakyat. Dengan system itu, Khaddafi bukan hanya sebagai pemimpin, tapi juga sebagai sahabat rakyat Libya.

Khaddafi juga memberikan kebanggaan bagi rakyat Libya. Pada tahun 1973, ia memasukkan teluk Sidra yang menjorok sedalam 450 kilometer ke daratan Libya. Khaddafi menarik garis lurus sepanjang 240 kilometer dari Benghazi di timur hingga Misrata di barat. Langkah Khaddafi itu, menurut hukum laut internasional dapat dibenarkan.

Amerika yang sejak Khaddafi berkuasa, merasa kesal, seperti mendapat celah untuk mencari gara-gara. Apalagi pada peristiwa Revolusi Islam di Iran yang menjatuhkan Shah Pahlevi dukungan Amerika, Libya secara terang-terangan mendukung kaum revolusioner pimpinan Ayatollah Khomeini.

Tak lama setelah Libya menasionalisasi Teluk Sidra, terjadi insiden penyergapan sebuah Hercules C-130 yang sedang terbang di atas Teluk Sidra oleh beberapa Shukoi-22 Libya. Kasus ini menambah kemarahan Amerika untuk membuat perhitungan.

Setelah persoalan-persoalan mengenai perang Vietnam selesai tahun 1981, secara kurang ajar, Amerika menggelar latihan perang dengan sandi Freedom of Navigation di Teluk Sidra yang dianggapnya sebagai perairan internasional. Tentu saja kelakuan Amerika itu ditanggapi dengan sengit oleh Libya. Meski demikian, tidak sempat terjadi kontak senjata.

Di bawah pemerintahan Ronald Reagan yang mantan actor cowboy, Amerika kembali menggelar latihan perang di Teluk Sidra pada Maret-April tahun 1986 dengan sandi Eldorado Canyon. Meski dikecam oleh dunia sebagai tindakan yang provokatif, Amerika tidak mempedulikannya. Kembali Khaddafi merespon tindakan itu dengan memobilisasi militernya. Tak ayal lagi, ketegangan meningkat.

Anehnya, langkah Libya memobilisasi militernya itulah yang oleh Amerika disebut sebagai penentangan terhadap hukum internasional. Padahal, hingga detik ini Amerika tidak pernah mengakui hukum internasional.

Seperti bisa diduga sebelumnya, negara-negara Eropa Barat sebagai sekutu Amerika, dengan belaga tolol, membenarkan tindakan dan jalan pikiran Amerika.

(Bersambung)

***

Tulisan sebelumnya: Muammar Khaddafi [1] Sang Kolonel Kebanggaan Bangsa Libya