Kisah Cosmas Dimarahi Bung Karno dan Nasi Goreng Megawati

Sebelum bubar, Bung Karno sepertinya paham bahwa tetamunya yang hadir kelaparan. Dia menjamu para mahasiswa dengan nasi goreng. Konon itu buatan Megawati.

Minggu, 11 Agustus 2019 | 09:15 WIB
0
739
Kisah Cosmas Dimarahi Bung Karno dan Nasi Goreng Megawati
Soekarno dan Cosmas Batubara (Foto: Historia)

Pada 18 Januari 1966, Presiden Sukarno (Bung Karno) menerima 10 pentolan aktivis mahasiswa di Istana Merdeka. Mereka antara lain Cosmas Batubara, David Napitupulu, Mohammad Zamroni, Tommy Wangke, Liem Bian Koen (Sofjan Wanandi), Aberson Marle Sihaloho, Djoni Sunarja, Firdaus Wajdi, Suwarto, dan Abdul Gafur.

Sementara Presiden didampingi Menteri Koordinator Hubungan Rakyat Roslan Abdoelgani, Menteri Perkebunan Frans Seda, dan Menteri Perguran Tinggi Syarief Thayeb.

Satu persatu mahasiswa yang hadir disemprotnya. Ketika Cosmas yang menjadi ketua rombongan menyampaikan petisi Tritura (Tri Tuntutan Rakyat), Bung Karno murka bukan kepalang. Dia antara lain mempersoalkan corat-coret yang menyebut salah satu istrinya, Hartini, sebagai Gerwani Agung.

Gerwani adalah organisasi wanita onderbouw PKI. Presiden mendapat laporan pelaku corat-coret itu antara lain anggota PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) pimpinan Cosmas Batubara.

"Saudara Cosmas, sebagai orang Katolik, kok Anda berani melawan saya, dan tidak menghargai saya. Padahal Bapak Paus saja menghargai saya, memberikan bintang penghargaan," kata si Bung seraya menoleh ke arah Menteri Frans Seda yang juga beragama Katolik.

Adegan itu terekam dalam otobiografi, “Abdul Gafur Zamrud Halmahera” yang diluncurkan 10 Januari 2019. Mengenakan kemeja biru, Cosmas hadir dalam acara yang digelar di Balai Kartini itu. Dia duduk satu meja dengan koleganya sesama menteri di kabinet era Presiden Soeharto, seperti Prof Emil Salim, Prof JB Sumarlin, Akbar Tanjung, dan Harmoko.

Di usia 79 tahun, Cosmas masih tampak bugar. Sebagai petinggi salah satu perusahaan pengembang terbesar di tanah air penampilannya tergolong amat sederhana, juga humble. Dia mencari toilet sendiri, dan ikut antre makanan seperti undangan lainnya.

Di buku lain, Cosmas mengungkapkan kisah dirinya didamprat Bung Karno. Cuma, kata dia, dirinya bersama para aktivis mahasiswa sudah siap karena sudah mendapat informasi dari ajudan, Mayor KKO Widjanarko. Saat menunggu kedatangan Presiden dan para menteri, ajudan berbisik bahwa mereka pasti akan dimarahi si Bung. Kalau sudah marah, Bung Karno biasanya cukup lama, sekitar setengah jam. Tenyata benar.

Para mahasiswa dituding sudah ditunggangi oleh Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme).  Presiden sepertinya tidak sadar bahwa para mahasiswa yang datang masing-masing sangat independen. “Kalau saya diserang secara pribadi bukan berarti yang lain akan diam,” tulis Cosmas dalam ‘Napak Tilas Gerakan Mahasiswa 1966’ yang terhimpun di buku Simtom Politik 1965 karya OC Kaligis – Rum Aly yang diterbitkan Kata Hasta Pustaka, 2007.

Setelah Presiden menumpahkan emosinya, peserta pertemuan satu persatu memberikan respons. Meski ciut nyali, Gafur mengaku termasuk yang membela diri. Dia menyusun kalimat sedemikian rupa dengan maksud menurunkan emosi si Bung.

"Ayah saya berasal dari Aceh dan ibu saya dari Maluku Utara. Jadi saya sebenarnya putra Indonesia asli, Bapak Presiden. Maka saya pantas untuk memperoleh putri Bapak Presiden," ungkapnya disambut tawa Bung Karno.

Tapi dengan sinis si Bung menepis angan-angan Gafur. "Kau berdemonstrasi untuk menurunkan saya dan sekarang kau mau putri saya. Tidak bisa Abdul Gafur," kata Bung Karno, kembali diiringi tawa terbahak.

Menurut Cosmas, karena para mahasiswa tetap dengan sikap dan pendiriannya yakni menyampaikan Tri Tura, Bung Karno akhirnya meninggalkan pertemuan. Dia meminta Roeslan untuk menggantikannya memimpin acara. “Roeslan, mereka ini belum mengerti revolusi. Bawa mereka dan ajar tentang revolusi”.

Akhirnya pertemuan selesai tapi belum ada putusan Presiden tentang Tritura. Seperti hari-hari sebelumnya para mahasiswa mulai lagi demonstrasi. Dalam puncak kejengkut elannya terhadap demonstrasi KAMI, pada 25 Februari 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan putusan membubarkan KAMI yang diikuti pengumuman tidak boleh berkumpul lebih dari lima orang.

Tapi menurut Gafur, pada Juli 1966 Bung Karno kembali mengundang para mahasiswa. Dalam pertemuan kedua si Bung tampil lebih 'jinak' dan kebapakan. Dialog berlangsung lebih hidup, meskipun apa yang dituntut para mahasiswa tetap tak direspons sesuai harapan. Bung Karno tidak memberikan jawaban soal tuntutan agar PKI dibubarkan. Dia hanya menyuruh mahasiswa menunggu keputusan politik yang akan diambilnya.

Sebelum bubar, Bung Karno sepertinya paham bahwa tetamunya yang hadir kelaparan. Dia menjamu para mahasiswa dengan nasi goreng. Konon itu buatan Megawati.

***