21 Juni 1970, Putra Sang Fajar Menutup Mata untuk Selamanya

Sesuai wasiat Bung Karno, ia ingin dikuburkan di bawah pohon yang rindang disertai alam dekat pegunungan yang indah dan dekat sungai yang mengalir. Bisa jadi merujuk Istana Batu Tulis.

Jumat, 21 Juni 2019 | 22:45 WIB
0
566
21 Juni 1970, Putra Sang Fajar Menutup Mata untuk Selamanya
Bung Karno (Foto: Tribunnews.com)

"Aku dipuja seperti dewa, tapi aku juga dicaki seperti bandit, ,begitulah perasaan Bung Karno saat diwawancarai oleh Cindy Adams. Cindy Adams-lah, jurnalis cantik yang terpilih untuk menulis otobiografi Putra Sang Fajar.

Pada tanggal 21 Juni 1970,Bung Karno menutup mata untuk selama-lamanya atau tidur yang panjang. Karena menurut Bung Karno tentang arti kematian tak ubahnya seperti tidur yang panjang.

Kalau menceritakan kondisi Bung Karno saat ditahan di Wisma Yaso setelah peristiwa G 30 S-PKI sampai wafatnya-yang ada hanya kesedihan dan meneteskan air mata.

Bung Karno diperlakukan tidak sebagaimana mestinya mantan presiden. Ia menjadi tahanan rumah dengan penjaggan super ketat. Tidak sembarang sahabat atau kelurga bisa  berkungjung atau membesuk Bung karno di Wisma Yaso.

Bahkan kematian Bung Karno memang sengaja diharapkan oleh penguasa waktu itu. Seperti obat-obatan yang sengaja dibuang atau obat bukan untuk manusia tapi sengaja diberikan kepada Bung Karno. Kematian secara perlahan-lahan sengaja diciptakan oleh penguasa waktu itu.

Bung Karno diperlakukan seperti burung dalam sangkar, tapi bukan dalam sangkar emas yang bisa mendapatkan fasilatas dan perlakuan layaknya orang sakit atau mantan presiden. Tapi sangkar yang kotor jauh dari kata bersih.

Padahal, Bung Karno sangat anti kalau ada yang memelihara burung dalam sangkar. Sekalipun dirawat dengan baik. Bung Karno pasti meminta teman atau sahabatnya itu untuk melepaskan di alam liar. Biar hidup bebas tidak terpenjara dalam kandang.

Bung Karno adalah orang yang periang atau ceria dan flamboyan. Ia juga mempunyai daya ingat yang baik dalam mengenal nama teman atau sehabat lamanya. Bahkan, Bung Karno tahu letak tanaman-tanaman dalam pot di istana kalau berpindah tempat.

Ia sangat detail dan tidak bisa melihat debu diatas meja.Bung Karno pecinta kebersihan dan keindahan.Karena dalam dirinya mengalir darah seni dari Bali.Ia juga seorang kolektor lukisan kelas dunia.

Tapi, ketika di Wisma Yaso,Bung karno melihat rumah itu sangat kotor dan debu menempel di semua tempat dan menambah parah penyakit yang ia indap. Bung karno benar-benar diasingkan dari yang namanya manusia, termasuk dengan istri-sitri atau dengan anak-anaknya. Suara yang biasanya lantang dan sangat menggelegar,berubah menjadi suara lirih atau suara orang yang sudah tidak berdaya karena sakit.

Bung Karno juga tidak diperbolehkan untuk menghirup udara pagi  sekedar untuk jalan-jalan melihat perubahan kota Jakarta. Ia benar-benar terpenjara secara fisik dan jiwa atau batinya. Bahkan untuk menulis saja juga tidak boleh. Padahal,Bung Karno penulis yang sangat produktif dan brilian.

Perlakuan Londo atau Belanda masih lebih baik kepada Bung Karno waktu di penjara. Tapi, justru perlakuan bangsa sendiri lebih kejam dan sangat sadis karena kematiannya memang diharapkan dan dibuat secara perlahan-lahan.Tubuh atau badannya membengkak akibat penyakit yang ia derita.

Baca Juga: 118 Tahun Bung Karno

Bung Karno pada waktu masih dalam perjuangan biasa masuk-keluar penjara, bahkan juga berpindah-pindah-akhirnya di masa akhir hayatnya kembali di penjara dalam status tahanan rumah yang oleh bangsanya sendiri.

Bahkan ketika sudah meninggal pun,penguasa waktu itu masih takut terhadap nama besar Bung Karno. Dengan alasan dan pertimbangan politik,jenasah Bung Karno dikuburkan atau dikebumikan di Blitar, Jawa Timur.

Padahal, sesuai wasiat Bung Karno, ia ingin dikuburkan di bawah pohon yang rindang disertai alam dekat pegunungan yang indah dan dekat sungai yang mengalir. Bisa jadi merujuk Istana Batu Tulis. Karena memang itu tanah yang dibeli dari uang pribadi Bung Karno.

***