Harianto Badjoeri [2]: Dermawan Sejak Jadi Pegawai Rendahan  

Dengan tiada putusnya aliran donasi ke sosok HB ini, duit di kantung juga gak habis. Habis satu masuk seribu. Begitu terus bak pohon duit yang tidak mengenal musim kemarau atau panen ini.

Senin, 21 Oktober 2019 | 23:20 WIB
0
546
Harianto Badjoeri [2]:  Dermawan Sejak Jadi Pegawai Rendahan   
Harianto Badjoeri memberi bantuan kepada korban asap (Foto: Dok. pribadi)

Pada tahun 90-an, Harianto Badjoeri muda memang sudah dikenal oleh banyak kalangan, khususnya para kaum papa dan lara. Waktu itu dia masih jadi pegawai negeri sipil kelas bawah di Dinas Pariwisata DKI Jakarta.

Dia dikenal sebagai “pohon duit”. Pagi berbuah duit, sorenya dipetik. Begitu terus siklusnya setiap hari. Di mana HB, sapaan akrab Harianto Badjoeri, hadir entah itu sedang makan bakmi dan minum di tepi jalan, olahraga, atau sedang tugas lapangan, di situlah si pohon duit dipetik oleh pencari berkah.

Salah satu tempat favorit HB membuahkan kedermawanannya adalah di komplek Gelanggang Olahraga Bung Karno (GBK). Dengan ditemani beberapa orang sahabatnya, HB sambil olahraga dan minum dawet pedagang kaki lima, dia menunggu “semut-semut” mendatanginya utuk mendapat “gula”.

Bila semut-semut itu sudah datang, dia kemudian memanggil pedagang kaki lima yang banyak berkeliling di GBK itu. Pedagang pecel gendong, dawet, dan bakso dia beli kemudian dia suguhkan kepada tamu-tamunya itu.

Sambil ngobrol ngalor ngidul dan tertawa-tawa, HB pun langsung merogoh kantung celananya. Srek-srek-srek, suara duit dia hitung di tangannya. Dengan cepat dia sodorkan kepada tamu-tamunya itu.

“Nih, buat transport dan beli oleh-oleh orang rumah,” ujar HB kepada tamu-tamunya itu.

Setiap tamu tentu berbeda-beda duit yang diterima. Semakin sering dan dikenal oleh HB, maka semakin tebal duit yang diterima si tamu. Kalau masih tamu baru maka duitnya hanya cukup buat naik taksi, rokok, makan nasi padang, serta oleh-oleh keluarga di rumah. Sesuatu yang cukup mewah di zaman itu.

Tetapi, kalau sudah sering sowan ke HB, maka si tamu pasti akan menerima duit lebih tebal. Pokoknya bisa buat ngebulin dapur selama seminggu lamanya.

Bagi tamu baru pasti terheran-heran dengan gaya HB ini. Meski masih pegawai rendahan, tapi gemar bagi-bagi duit kepada orang lain, bahkan yang tidak dia kenal sama sekali. Sesuatu yang amat langka ditemui.

“Janganlah takut kehabisan duit, tapi takut lah duit tidak datang kepadamu,” demikian mungkin prinsip hidup dermawan seorang HB.

Dan, itu benar. HB tidak pernah sepi dari donatur. Banyak koleganya yang sukarela “menitipkan” sedikit kelebihannya kepada sosok HB, karena mereka yakin titipannya itu akan digunakan oleh HB untuk kepentingan sosial.

“Bapak berjiwa sosial tinggi. Apa yang dia dapat pasti habis juga buat orang lain,” ujar seorang laki-laki pengusaha yang dekat dengan HB.

Dengan tiada putusnya aliran donasi ke sosok HB ini maka duit di kantungnya juga gak pernah habis. Habis satu masuk seribu. Begitu terus bak pohon duit yang tidak mengenal musim kemarau atau panen ini.

“Jangan takut miskin, karena tuhan maha kaya dan pemurah,” kata HB berprinsip.

Begitu terkenalnya HB sebagai pohon duit, banyak pihak bercerita dari mulut ke mulut, sehingga semut yang datang ke HB pun semakin hari semakin banyak. Sampai-sampai ada kebiasaan di kalangan “pengalap” berkah ketika mereka sedang bokek maka otak mereka hanya terbayang sosok HB.

“Bokek nih mau bayarin anak sekolah lagi. Udahlah kita ke Mas Har saja yuk,” demikian kalimat umum di kalangan para pencari berkah itu. 

(Bersambung)

Krista Riyanto

***

Tulisan sebelumnya: Harianto Badjoeri [1] Memberi Perintah dengan Cara “Batuk-batuk”