Gubernur Basuki Tjahaja Purnama waktu itu pernah menjuluki HB sebagai legenda hidup Satpol PP DKI, karena lelaki yang sekarang menggunakan kursi roda ini sangat setia kepada korpsnya
Menjadi petinggi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta bukanlah pekerjaan mudah. Bak seorang komandan perang yang mesti mengendalikan ribuan anak buah dan ketertiban umum Ibu Kota sesuai peraturan daerah.
Satpol PP yang sebelumnya bernama Dinas Ketentraman, Ketertiban, dan Perlindungan Masyarakat (Tramtib dan Linmas) ini adalah institusi yang rawan disorot, karena mereka sering bergesekan ketika berhadapan langsung dengan masyarakat di medan tugas.
Tidak jarang, Satpol PP mendapat perlawanan sengit lo! Misalnya ketika mereka menertibkan pedagang kaki lima di tepi jalan, membongkar permukiman tanpa izin, menertibkan hiburan malam yang menyalahi izin. Bahkan sampai menyegel panti pijat!
Peran yang demikian ini tentunya kerap menimbulkan kontroversi karena akan berhubungan dengan kepentingan orang banyak yang terusik. Sering pula, Satpol PP dikecam oleh politisi maupun aktivis yang mengatasnamakan hak azasi manusia. Akibatnya, Satpol PP pun sering diberi stigma negatif oleh mereka yang terusik kepentingannya.
Itulah sebabnya, memimpin Satpol PP dibutuhkan seni tinggi tersendiri. Dan, Harianto Badjoeri memainkan seni itu secara baik selama memimpin Satpol PP DKI Jakarta. Dia menggunakan gaya tegas kepada pelanggar ketertiban umum, namun bertanggung jawab penuh kepada keselamatan dan kesejahteraan anak buahnya.
“Saya selalu ingatkan anak buah untuk tidak main pungli kepada masyarakat agar perannya sebagai penegak peraturan daerah tidak tersandera,” ujar HB, sapaan akrab Harianto Badjoeri.
Dengan jaminan keselamatan dan kesejahteraan penuh dari komandan tertingginya, Satpol PP di bawah kepemimpinan HB bisa disebut sebagai era keemasannya. Berbagai tindakan heroik pernah mereka perankan di lapangan tanpa mengenal lelah apalagi takut.
Di bawah kepeimpinan HB, petugas Satpol PP mereka merasa terlindungi. Mereka tidak takut apalagi lari ketika harus menghadapi preman, karena mereka dipimpin oleh “orang kuat”.
“Bahkan Pak HB kalau memberi perintah kepada kami, cukup dengan cara ‘batuk-batuk’ maka kami langsung gerak,” ungkap seorang pensiunan Satpol PP.
Batuk-batuknya HB, oleh anak buahnya diterjemahkan menjadi isyarat perintah yang harus dijalankan. Tidak ada satupun anak buahnya yang berani bermalas-malasan apalagi membangkang perintah sebagai penegak ketertiban umum bila sudah ada batuk-batuk dari seorang HB.
Jika HB sudah batuk-batuk, tetapi anak buah tidak menjalankannya, risiko sudah pasti diterima yang bersangkutan. Risikonya sudah pasti dapat sanksi kepegawaian. Tidak ada tawar-menawar lagi.
Sebaliknya, kepada siapa saja yang mengerti dan menjalankan tugas sesuai nada batuk tadi maka penghargaan pasti akan diberikan HB. Penghargaannya pun aneka rupa. Mulai dari posisi sampai pemberian materi untuk kesejahteraan.
“Makanya di bawah Pak HB semua tugas menegakkan ketertiban umum selalu selesai paripurna,” tambahnya.
Bukti seni memimpin ala batuk model HB ini sampai sekarang masih dikenang oleh orang-orang yang pernah bertugas satu tim dengannya. Lihatlah bagaimana petuah HB sampai sekarang ini masih sangat didengar oleh Satpol PP DKI. Masih banyak personel Satpol PP yang “sowan” kepada HB di hari-hari tertentu.
Bahkan, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama waktu itu pernah menjuluki HB sebagai legenda hidup Satpol PP DKI, karena lelaki yang sekarang menggunakan kursi roda ini sangat setia kepada korpsnya dan selalu menyejahterakan anak buahnya tanpa banyak pamrih apalagi meminta pujian sana-sini.
(Bersambung)
Krista Riyanto
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews