Sketsa Harian [24] Aturan Ganjil Genap

Di jalanan, pemandangan pengendara yang terjebak kemacetan saat jam penanda aturan ganjil-genap dimulai kemudian kena tilang polisi sering terlihat.

Sabtu, 16 November 2019 | 06:49 WIB
0
493
Sketsa Harian [24] Aturan Ganjil Genap
Pengumuman aturan ganjil-genap (Foto: Kompas.com)

Meski jarang pergi ke pusat Ibukota menggunakan mobil pribadi, saya mensyukuri adanya aturan ganjil-genap. Setidaknya ada pengurangan kemacetanlah dibanding aturan sebelumnya. Apa maksud ganjil-genap di sini?

Itu loh, pada ruas-ruas jalan tertentu seperti Jalan Jenderal Sudirman dan MH Thamrin hanya mobil dengan nomor kendaraan ganjil yang bisa melintas di tanggal ganjil. Yang bernomor genap, ya nanti baru bisa melintas di tanggal genap. Begitu seterusnya seiring waktu yang berputar seperti gasing.

Setidaknya aturan ini jauh lebih okay karena tidak memunculkan efek sosial "mengerikan" sebagaimana aturan "3 In 1" (baca: three in one) pada masa lalu. Lewat aturan ini, kendaraan yang melintas di jalan protokol bertanda "3 In 1" wajib diisi tiga orang, termasuk sopir. Ini berlaku pada jam-jam tertentu, pagi maupun petang.

Aturan "3 In 1" memunculkan ekses yang kurang sedap dipandang mata, meski di satu sisi menambah pemasukan warga masyarakat, di mana deretan orang yang menjual jasanya agar sopir yang kurang 2 penumpang atau 1 penumpang bisa melintas, mendapat tips atas jasanya itu. Tarifnya minimal Rp20 ribu, tetapi tergantung jarak juga. Ada yang bahkan meminta sampai Rp50 ribu.

Disebut kurang sedap, karena secara tidak langsung Jakarta menjadi etalase kemiskinan yang telanjang, tergambar dari berjejernya para manusia penjual jasa musiman ini. Pemandangan seorang Ibu menggendong anaknya sudah jamak, malah terkesan menjadi "nilai jual" tersendiri. Pengendara menjadi jatuh kasihan dan pilih-pilih manusia penjual jasa.

Lelaki yang agak nakal saat sukses bisa milih-milih nona muda yang naik, biar dua sekalian. Maka terbetik cerita bahwa di antara manusia penjual jasa "3 In 1" itu terselip juga penjual jasa plus-plus alias bisa langsung dibawa. Di bawa ke mana? Ya ke hotel jam-jaman lah, masak di bawa ke rumah ibadah. Itu ekses buruk yang timbul dari sebuah aturan bernama "3 In 1".

Kalau ekses aturan ganjil-genap? Praktis ga ada. Hanya "kreativitas" untuk tidak menyebut kelicikan pemilik mobil saja barangkali yang tiap hari harus gonta-ganti plat kendaraan. Artinya, dia memalsukan nomor polisi kendaraannya.

Saya ga termasuk seperti itu, sebab bisa pilih mana mobil untuk tanggal ganjil, mana untuk tanggal genap. Jadi sudah kebiasaan juga kalau mau ke pusat kota Jakarta saya bertanya pada mantan pacar, "Ini tanggal berapa, ya? Tentu juga saya mengecek tanggal di ponsel.

Di jalanan, pemandangan pengendara yang terjebak kemacetan saat jam penanda aturan ganjil-genap dimulai kemudian kena tilang polisi sering terlihat. Mata polisi lebih jejalatan lagi dalam memeriksa setiap nomor kendaraan. Kenapa jelalatan? Karena ada potensi uang di sana. Tahu sendirilah apa yang saya maksud.

Tetapi teman saya yang masih belia --sebut saja Dek Kumbang-- pernah protes keras juga kepada polisi yang mencegatnya, sebab ia merasa ga punya salah. Ia sudah mengecek dengan saksama bahwa mobil yang dikendarai berplat genap, juga saat pencegatan terjadi jatuh pada hari Rabu tanggal 14. Artinya tanggal genap, kan?

Yakin tidak ada yang keliru, saat polisi mencegatnya, Dek Kumbang langsung menurunkan kaca kanan mobilnya dengan memasang wajah garang. "Ada masalah apa, Pak? sergapnya kepada Pak Polantas, minus senyum tentunya.

Di luar dugaan, Pak Polantas yang usianya lebih senior balik bertanya dengan sopan, "Adek sudah tahu ada aturan ganjil-genap di sini?"

Merasa tidak ada yang keliru, Dek Kumbang dengan nada tinggi meyakinkan, "Ini tanggal genap, Pak, dan kendaraan yang saya bawa ini juga bernomor genap!"

"Tetapi bukan itu masalahnya, Dek!"
"Terus kenapa saya harus dicegat!?"
"Itu loh, Dek, wajahmu ganjil!"

Jiaaaah.... serius amat yang baca!

#PepihNugraha

***

Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [23] "Prank" Kadang Menghibur, tapi Seringnya Nyebelin