Malam Jumat, Pelabuhan Ratu dan Nyi Roro Kidul

Di Laut Selatan, sebutan nama lain dari Samudra Hindia, sebelah selatan Pulau Jawa, ia dipercayabnbertahta pada sebuah kerajaan makhluk halus yang besar dan indah.

Kamis, 26 Desember 2019 | 06:11 WIB
0
1226
Malam Jumat, Pelabuhan Ratu dan Nyi Roro Kidul
Kamar Nyii Roro Kidul (Foto: Dok. pribadi)

Hari  Kamis, 31 Okrober 2019. Malam Jumat. Kebetulan saya menemukan foto saya ketika diambil di “Kamar Nyai Roro Kidul,” di Samudera Beach Hotel, Pelabuhan Ratu, tahun 1996. Waktu itul ada penataran P4 untuk para “petinggi” pers dari seluruh Indonesia. Zaman itu kalau mau jadi Pemred harua ikut penataran P4 sekian jam lebih dahulu, kalo tidak tak ikut penataran, tak bakal keluar izin untuk Pemred. Tapi saat itu menjadi penataran P4 terakhir yang diselenggarakan Orde Baru lantaran rezimnya sudah rumbang.

Malam Jumat sering disebut-sebut hari kemunculan Sang Nyai ini. Banyak orang “berburu” Nyai Roro setiap malam Jumat. Kamar Nyo Roro Kidul pun penuh orang bersemedi di malam Jumat. Satu dua orang pake menyan. Mereka berharap Ketemu Sang Ratu lantaran punya keyakinan kalau ketemu dengan Si Nyai, bakal dapat rejeki nomplok. Saya gak tahu ke bagaimana kelanjutan cerotanya atau hasilnya. Tapi saya mau memgutip catatan saya ketika malan Jumat di Pelabuhan Ratu awal tahun ini, sebagai berikut:

Ketemu Nyai Roro Kidul?

Belum sempat rehat barang sejenak, hari kamis malam atau malam jumat itu saya sudah harus mengikuti rapat lagi. Sebenarnya, saya sudah cukup lelah. Perjalanan darat naik mobil berdua isteri dari Jakarta menuju Samudra Beach Hotel (SBH) di Palabuhan Ratu, Sukabumi, yang memakan waktu sekitar enam setengah jam tanpa henti, lumayan menguras energi. Pantai Palabuhanratu adalah sebuah tempat wisata di pesisir Samudra Hindia di selatan Jawa Barat.

Lokasinya terletak sekitar 60 km ke arah selatan dari Kota Sukabumi. Tetapi lantaran besok kami ada rencana foging bersama tandem saya caleg Kabupaten Sukabumi daerah pemilihan (dapil) 1, kami perlu melakukan rapat persiapan dengan para Dewan Perwakilan Cabang (DPC) dapil 1.

Sebagai caleg DPR RI dari Perindo saya sejak awal sudah berketetapan tidak mau merepotkan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perindo untuk hal pernak-pernik. Sebagai salah satu anggota DPP, saya faham, jelang Pemilu DPP harus fokus pada strategi pemenangan Pemilu, dan tidak mengurus hal-hal teknis yang sepele. Jadi, saya tak mau mengngagu DPP kami.

Oleh sebab itu, walaupun DPP Perindo lewat organisasi sayapnya, Rescue, mempunyai mesin foging, dari mula saya berinisiatif mempunyai sendiri beberapa mesin foging untuk dimanfaatkan di dapil kami. Boleh dipakai kader Perindo siapa aja. Bukan hanua tandem aja. Dengan demikian, selain tidak merepotkan pusat atau organisasi sayap untuk mengatur jadwal antrian foging, kami pun dapat serta merta melaksanakan foging jika ada permintaan atau yang membutuhkan. Dalam rapat yang diselenggarakan di ruang restoran ini dicek memgenai kesiapan persiapan foging. Selain itu juga dibahas mengenai mamping kekuatan dan tantangan Perindo di dapil tersebut.

Rapat bubar pukul 23. 20. Selesai rapat, di luar saya masih sempat berbincang-bincang dengan satu dua kader peserta rapat. Pada pukul 23. 27. saya menuju resepsionis untuk mengambil kunci kamar kedua. Lalu tempat pukul 23.30 saya naik masuk lift. Sebelum masuk lift, sayup-sayup saya masih mendengar suara gending. Apakah alunan gending itu berasal dari rekaman yang diputar operator hotel atau _live_ , atau dari mana, sungguh saya tidak menyimaknya atau tidak menyadarinya, mungkin lantaran udah mulai diserang rasa kantuk.

Sebelum lift tertutup, entah darimana datangnya, tiba-tiba masuk seorang wanita setengah baya. Saya berdiri di sebelah kiri, sang wanita berdiri sebelah kanan , di depan tombol angka-angka lift. Saya memencet nomer 6 dia memencet no 7, pertanda saya ke lantai 6 dia ke lantai 7.

Ketika saya perhatikan wanita tersebut, dia memakai busana berwarna serba hijau dengan kombinasi jubah. Mirip seorang ratu.

Saya lirik wajahnya, dia hanya memandang lurus ke depan. Hidungnya sedikit mancung dan matanya agak lebar dengan kombinasi alis yang serasi. Lehernya sedikit jenjang dan tak ada keriputnya sama sekali. Rambutnya dibiarkan terurai sebahu. Pesona kecantikan jelas masih terpancar dari wajahnya.

Namun tak ada rasa “genit” atau kesengajaan untuk menggoda lawan jenis seperti halnya para wanita jalang. Sebaliknya ada kepercayaan diri yang tinggi yang membentuk kewibawaan dirinya.

Waktu itu dalam benak saya hanya terpikir, orang ini kok aneh banget sih, sudah tahu di Palabuhan Ratu ada semacam kepercayaan dianjurkan tidak memakai warna hijau, terutama jika di pantai, karena dapat celaka. Namun ini wanita malah justeru menggenakan busana serba hijau seperti menentang tradisi. Aneh nian, pikir saya saat itu. Hanya lantaran sudah mau cepat masuk kamar, istirahat, saya tidak memperhatikannya lebih lanjut.

Angka 6 di tombol menyala dan kemudian pintu lift terbuka. Saya segera turun dan wanita itu meneruskannnya ke atas.

Sampai di depan kamar kami, kunci saya ternyata tak bisa membuka pintu kamar. Saya ketuk pintu, tak ada reaksi sama sekali dari isteri saya yang sudah lebih dahulu masuk kemar ketika saya rapat. Begitu juga setelah saya telepon puluhan kali, diikuti disambung puluhan kali oleh keluarga saya dari Jakarta, tetap tidak ada reaksi sama sekali.

Lalu saya gedor keras-keras, tetap tidak ada tanda-tanda gerakan. Kegelisahan mulai menjalari diri saya. Takut terjadi apa-apa dengan isteri saya. Cepat saya turun lagi minta dibawakan kunci master hotel. Setelah petugas pembawa kunci datang, ternyata tetap tak dapat dibuka. Petugas pun mengambil master lainnya , nanun lagi-lagi kamar tetap tidak dapat terbuka. Berbagi usaha dicoba oleh si petugas, hasilnya juga nihil.

Kali ini saya benar-benar khawatir. Ada apa dengan isteri saya di kamar? Sedangkan petugas hotel, setelah gagal membuka pintu kamar petugas malah turun turun. Mau cari bantuan, katanya. Saya tunggu-tunggu lama dia tidak balik-balik.

Belum munculnya lagi petugas hotel yang mengurus kunci, semakin menimbukan ketakutan pada diri terhadap istri. Saya pun bingung mau apa.

Sekitar satu jam kemudian, tiba-tiba pintu kamar dibuka isteri saya. Hati saya lega. Tentu saya tanya apa yang terjadi.

“Tidak tahu apa yang terjadi, tetapi rasanya merinding banget dan ada rasa tidak tenang,” ujar isteri saya. Dia melaniutkan, “Terus saya tiba-tiba ngantuk sekali sampai tidur pulas gak tahu apa yang terjadi dan tiba-tiba juga bangun lagi.”

Berarti selama sekitar satu jam isteri tertidur lelap dan tak sadarkan diri.

Ketika saya ceritakan peristiwa ini kepada beberapa teman, tandem dan relawan, salah satu relawan bertanya, “Malam jumat, bukan?”
“Betul,” tandas saya.
“Jam setengah dua belas malam?”
“Betul!”
“Sebelumnya terdengar suara gending?”
“Betul!”
“Ke lantai 7, kan?”
“Betul!”
“Gak salah itu Nyai Roro Kidul!
“Oh ya?” Dia menjelaskan biasanya semua itu dipercaya sebagai ciri-ciri kedatangan Nyai Roro Kidung Sang Penguasa Ratu Selatan.
“Pak Wina beruntung, sebab banyak orang mau ketemu Nyai Ratu gak bisa. Malah udah banyak yang melakukan berbagai macam ritual agar jumpa dengan Nyai Roro Kidul, tapi gak kesampean . Eh, Pak Wina langsung ketemu!”
“Begitu?” ujar saya.

Hotel Samudra Beach adalah suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dibangun tahun 1962 di atas lahan 60 ha dari biaya pampasan dan selesai akhir tahun 1965.

Pantainya dikenal memiliki ombak yang sangat kuat dan karena itu berbahaya bagi perenang pantai. Topografinya berupa perpaduan antara pantai yang curam dan landai, tebing karang terjal, hempasan ombak, dan hutan

Sebagian besar masyarakat pantai selatan percaya adanya penguasa laut selatan yaitu Ratu Kidul. Konon, ia adalah seorang ratu yang cantik bak bidadari. Di Laut Selatan, sebutan nama lain dari Samudra Hindia, sebelah selatan Pulau Jawa, ia dipercayabnbertahta pada sebuah kerajaan makhluk halus yang besar dan indah.

“Biasanya kalo ketemu Ratu Roro Kidul bakal beruntung, dapat rejeki dan tanda-tanda baik lainnya,” jelas relawan saya yang lahir dan besar di Sukabumi sehingga akrab dengan cerita-cerita soal itu.

Terlepas dari kepercayaan itu, memang sekitar seminggu kemudian saya memperoleh rejaki. Ada “bisnis” yang saya yakini, “goal” alias sukses dan saya dapat uang yang untuk ukuran saya sebagai kelas menengah, lumayan. Uang itulah yang, antara lain, juga saya pakai buat bantu kampanye.

Semoga tanda-tanda keberuntungan itu juga bermakna tanda kemenangan buat Perindo.

***