Lockdown modifikasi yang bersifat melokalisir sebuah wilayah, masih bisa dianggap tindakan yang tepat, dibandingkan lockdown yang bersifat menyeluruh.
Saya hampir tidak percaya menyaksikan video Gubernur DKI Jakarta, yang dalam video tersebut mengatakan bahwa, pembatasan transportasi publik yang mengakibatkan penumpukan penumpang, baik di halte Trans Jakarta, atau pun di Stadium MRT dan LRT, untuk memberikan pesan 'efek kejut'.
Tujuannya, agar masyarakat penduduk Jakarta tahu bahwa kita sedang menghadapi kondisi ekstrim, menurut Anies, "kalau kita tidak memberikan pesan efek kejut, penduduk kota ini masih tenang-tenang saja, yang tidak tenang itu cuma petugas medis". (04:22)
Video yang saya share dalam artikel ini, adalah video utuh saat beliau memimpin rapat tekhnis penanganan penyebaran covid-19 dengan pejabat dijajaran pemerintahannya, bukanlah video yang sudah diedit, dan disebarkan di media sosial.
Sangat tidak masuk akal, didalam keadaan genting seperti sekarang ini, seorang gubernur bereksperimen untuk memberikan shock therapy pada masyarakatnya, agar masyarakatnya sadar bahwa "begini lho keadaan kita sesungguhnya kalau tidak ada yang mengatasi".
Kurang-kurangilah pak memberikan efek kejut kepada masyarakat di Jakarta, karena efek kejut dari banjir saja mereka sudah sangat menderita, dan masih belum mereda. Padahal baru saja masyarakat memberi apresiasi kepada Anies Baswedan, karena kesigapannya menangani penularan Covid-19.
Saat ini kita belum bisa untuk bersikap lengah dalam mitigasi bencana covid-19, pemerintah bersama-sama masyarakat sedang fokus dalam penanganan penularannya, dengan tindakan yang tepat dan cepat, bukan dengan eksperimen-eksperimen yang buang waktu dan biaya.
Selalu berkordinasi dalam satu komando penanganan, agar tidak tumpang tindih dalam hal kebijakan, itu adalah langkah yang tepat. Kondisi sekarang ini bukanlah sebuah kondisi untuk mencari celah kelemahan antara pemerintah pusat dan daerah, dan bukanlah sebuah momentum politik.
Terlebih lagi terkait pengambilan keputusan 'lockdown', yang urgensinya haruslah berdasarkan keputusan bersama, antara pusat dan daerah. Keputusan tersebut kalau pun harus diambil, tetap mengacu pada situasi dan kondisi yang mendesak, bukan atas kepentingan lainnya.
Salah dalam mengambil sebuah keputusan, maka masyarakat Jakarta yang akan menerima resikonya, bahkan bisa memberikan efek domino kepada kondisi negara dan bangsa.
Dalam situasi bencana nasional non-alam sekarang ini, memang setiap kepala daerah mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap wilayah yang dipimpinnya, sesuai dengan otoritasnya, namun ada juga kebijakan yang bukan menjadi domain kepala daerah, dan tidak perlu disiasati agar kebijakan tersebut bisa dilangkahi.
Jangan lagi membuat suatu kebijakan, yang semata-mata untuk memberikan efek kejut, ditengah kepanikan masyarakat menghadapi bencana penularan covid-19 sekarang ini. Cukup lakukan tindakan nyata yang mampu memberikan solusi yang efektif, agar masyarakat bisa merasakannya.
Instruksi Presiden Jokowi terkait mitigasi bencana penularan covid-19 sudah cukup jelas, pemerintah daerah dan masyarakat, hanya tinggal mematuhi dan melaksanakannya, sesuai dengan situasi dan kondisi didaerah masing-masing.
Baca Juga: Tiga Hambatan Besar Anies Baswedan di 2024
Tindakan eksperimen dalam penanganan dan pencegahan penularan covid-19, tidaklah dibutuhkan saat ini, tindakan yang kongkret dan tepat sasaran, akan sangat berpengaruh besar bagi penghambatan penularan covid-19.
Lockdown modifikasi yang bersifat melokalisir sebuah wilayah, masih bisa dianggap tindakan yang tepat, dibandingkan lockdown yang bersifat menyeluruh. Karena untuk melakukan lockdown secara menyuruh, dibutuhkan kesiapan pemerintah daerah dalam banyak hal.
Di mana titik wilayah yang banyak terdampak covid-19, sangat perlu dilakukan tindakan lockdown modifikasi, yang melokasir wilayah tersebut, agar tidak berkembang kewilayah lainnya. Yang seperti ini tidak perlu 'efek kejut', ini seharusnya tindakan cepat dan tepat.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews