Jika keduanya tetap bersikeras maju, Jokowi justru “terjebak” dalam citra negatif yang sangat mematikan!
Saat Agus Harimurty Yudhoyono maju Pilkada DKI Jakarta pada 2017, publik pun langsung menuding, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono sedang membangun politik dinasti. Padahal, kala itu SBY sudah tidak menjabat presiden lagi.
Politisi Partai Demokrat Jansen Sitindaon menyinggung perihal nilai yang dipegang SBY. Ia menyebut, saat masih menjabat presiden SBY melarang anggota keluarga untuk mencalonkan diri dalam kontestasi Pilkada.
“Pak SBY ketika itu berpikir presiden itu kan contoh kehidupan berbangsa,” tuturnya. Jansen menyatakan bahwa SBY kala itu enggan membentuk politik dinasti. “Jadi, dengan saya tidak memajukan saya saja di Pilkada, di daerah itu kan tumbuh politik dinasti,” kata SBY.
“Apalagi kemudian kalau presiden yang sedang menjabat memajukan anak atau menantunya ke kontestasi Pilkada,” sindir Jansen, seperti dilansir TribunWow.com, Selasa (17 Desember 2019 10:11).
Yang dimaksud Jansen itu adalah anak dan menantu Presiden Joko Widodo yang kini maju pada Pilkada 2020. Yakni, Gibran Rakabuming Raka yang maju pada Pilkada Kota Solo dan Bobby Nasution pada Pilkada Kota Medan.
Pengamat Politik Adi Prayitno sayangkan langkah politik Gibran dan Bobby yang kemudian menyebutkan, Indonesia kini memasuki generasi keempat politik dinasti. Direktur Eksekutif Parameter Politik ini menyatakan ketidaksetujuannya atas langkah Gibran dan Bobby itu.
Langkah politik tersebut dirasa Adi tidak sejalan dengan apa yang pernah dijanjikan Presiden Jokowi soal pernyataan tidak ikut sertakan keluarga dalam dunia politik. Bahwa pernyataan-pernyataan yang pernah dikeluarkan Jokowi soal partisipasi keluarga dalam ranah politik.
“Menurut saya yang bikin dunia ini seakan runtuh karena Jokowi dalam banyak kesempatan bahkan dalam kampanyenya menyatakan tidak akan menyertakan keluarga besarnya dalam politik,” katanya dalam acara 'DUA ARAH' KompasTv, Senin (16/12/2019).
Kehebohan majunya Gibran dan Bobby berdasarkan penjelasan Adi terjadi karena pernyataan Jokowi untuk tak ikut sertakan keluarga di ranah politik. Itu yang menjadi perdebatan, kenapa misalnya ada Bobby dan Gibran itu menjadi penting dalam satu diskursus dinasti politik.
Menurut penilaian Adi, Jokowi memiliki nilai pembeda yang unik dibandingkan presiden-presiden sebelumnya. Keunikan tersebut adalah tidak mengajak keluarga terjun ke dunia politik.
Namun, masuknya Gibran dan Bobby dalam kontestasi Pilkada, menurut Adi adalah bentuk nyata dari politik dinasti. “Tentu apa yang terjadi hari ini, itu beyond theory (di luar teori), beyond (di luar) sangkalan-sangkalan,” kata Adi.
“Pak Jokowi sejak awal dianggap sebagai presiden yang memiliki nilai pembeda dengan presiden-presiden sebelumnya yang selalu mengajak keluarga besarnya menjadi bagian penting dalam politik,” ungkap Adi lagi.
“Kalau mau kita sebut sebenarnya masuknya Gibran dan Bobby dalam lingkaran kekuasan politik, ini adalah bagian dari generasi keempat politik dinasti di Indonesia,” tambahnya, seperti dilansir TribunWow.com.
Sebelumnya, politik dinasti juga terjadi di beberapa daerah saat Pilkada. Beberapa Kepala Daerah pernah “mewariskan” kepada anak istrinya. Di Bangkalan, misalnya, almarhum KH Fuad Amin Imron telah mewariskan kepada putranya.
Di Kabupaten Probolinggo, Bupati Probolinggo juga mewariskan jabatannya kepada istrinya. Begitu pula Walikota Batu sebelumnya telah mewariskan jabatannya kepada istrinya. Itulah contoh politik dinasti yang terjadi di Jawa Timur.
Pengamat Politik Hendri Satrio menyebut pencalonan Gibran merupakan ajang aji mumpung. Menurutnya, Gibran memanfaatkan nama besar sang ayah, Presiden Jokowi. Dalam tayangan YouTube KompasTV, Kamis (12/12/2019), Hendri menyebut ini momentum yang baik bagi Gibran untuk memenangkan Pilkada 2020.
Mulanya, Hendri menyoroti keputusan Jokowi yang mengizinkan Gibran mencalonkan diri sebagai calon wali kota Solo 2020. Selain Gibran, menantu Jokowi, Bobby Nasution yang juga turut mencalonkan diri di Pilkada Medan 2020.
“Kalau kemudian Pak Jokowi mempersilakan anak dan menantunya untuk maju di perhelatan Pilkada pada saat dia menjadi presiden, ini memang hal baru,” ujar Hendri. Namun, menurut Hendri banyak kasus serupa yang terjadi di daerah-daerah.
“Tapi untuk seluruh Indonesia ini bukan hal baru karena memang banyak terjadi bahkan ada suaminya jadi bupati misalnya mempersiapkan istrinya menggantikan dirinya nanti, itu ada,” kata Hendri.
Ia menyebut pencalonan Gibran dan Bobby pada Pilkada 2020 merupakan hal yang wajar. “Tapi pada saat kita memutuskan untuk memiliki demokrasi sebagai sistem pemerintahan hal-hal ini akan jadi wajar,” ujar Hendri.
Ketua Bapilu DPP PDI-P Bambang Wuryanto berpendapat bahwa politik dinasti merupakan hal yang biasa terjadi. Hal itu ia katakan dalam menanggapi sejumlah kritik yang menganggap Presiden Jokowi tengah membangun dinasti politik.
"Politik dinasti di wilayah dunia timur yang kayak gini, biasa. Bahwa dinasti atau tidak dinasti, kita ini di timur ada jarak dengan kekuasaan, itu biasa," ujar Bambang di Kantor DPP PDI-P, Jakarta, seperti dilansir Kompas.com, Rabu (11/12/2019).
Kepada Jokowi
Yth Presiden Jokowi.
Dengan majunya Gibran putra kandung Bapak sebagai Cawalkot Solo melalui jalur PDI-P, dan Bobby menantu Bapak sebagai Cawalkot Medan melalui jalur Golkar, Bapak sedang menuju kepada pembuktian atas apa yang dituduhkan 45% rakyat Indonesia mengenai berbagai kebohongan dan politik pencitraan yang dilakukan selama 5 tahun yang lalu.
Sekaligus perjalanan selama lima tahun ke depan sebagai pengkhiatan atas kepercayaan 55% pendukung Bapak. Padahal baru 55 hari pemerintahan periode kedua Bapak berjalan.
Politik balas budi selamanya tidak akan pernah membuat negara manapun berjaya. Politik balas budi akan membuat rakyat sebagai pemilik sejati negara ini, akan menjadi budak bagi negaranya sendiri.
Infrastruktur yang terbangun gegap gempita adalah panggung pencitraan terang benderang sekaligus menunjukkan betapa gelapnya jalan menuju penguasaan kekuasaan dan pemusatan sumber keuangan negara di tangan segelintir orang saja di bumi pertiwi ini.
Ada 142 BUMN bersama dengan 800 perusahaan anak dan cucunya membuktikan bahwa pengerukan kekayaan negara, praktek money laundrying, korupsi, oligarki, manipulasi, dan nepotisme terus berlangsung sepanjang waktu, siapapun Presidennya, di negara Indonesia ini.
Saya tidak katakan Bapak jahat kepada rakyat. Tetapi siapapun yang memegang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, di pucuk pimpinan negara maupun daerah, ketika hanya memikirkan kelanggengan kekuasaan dan pemusatan kekayaan, terbukti telah membuat negara ini menjadi penjahat kolektif bagi rakyatnya sendiri secara sistemik dan sistematis.
Bapak akan jahat bila membiarkan semua ini terjadi. Dan kejahatan modern yang paling berat dan paling bengis adalah ketika siapapun pemimpinnya, tega memangsa rakyatnya sendiri.
Terpuruknya kesehatan rakyat dari tahun ke tahun, jumlah kesakitan yang semakin meningkat, jenjang kekayaan dan kemiskinan sebesar 630.000 dibanding 1 di negara ini, BPJS sebagai perusahaan asuransi kesehatan yang mewajibkan setiap warga negaranya menjadi nasabahnya dengan paksaan, adalah bentuk penindasan negara kepada rakyatnya yang sungguh-sungguh tidak bisa ditoleransi.
Rakyat Indonesia, yang membutuhkan Ibu yaitu bumi pertiwi dan Bapak yaitu pemerintah yang bijak bestari, telah menjadi yatim piatu di negara miliknya sendiri.
Semoga apa yang saya tulis di atas salah. Walaupun saya sangat optimis bahwa apa yang saya tulis adalah benar.
Semoga Allah swt memberi hidayah bagi Bapak dan keluarga. Jangan sampai kekuasaan yang digenggam menjadikan kemudharatan yang menghancurkan kepercayaan rakyat kepada pemimpinnya.
Saya perhatikan Markobar di banyak kota sepi pengunjung. Dan martabaknya sangat manis, menjadi penyumbang terjadinya Diabetes dan Kanker pada anak, remaja, dan generasi muda. Rasanya juga tidak istimewa. Biasa-biasa saja. Gibran masih harus belajar bisnis makanan yang membuat sehat rakyat, bukan hanya sekedar menguntungkan.
@Tifauzia Tyassuma
Dokter, Peneliti, dan Penulis
Jika Presiden Jokowi tetap meluluskan niatan Gibran dan Bobby maju Pilkada 2010, Jokowi akan dinilai rakyat sedang membangun politik dinasti. Bahkan, rakyat akan menilai, ternyata keluarga Jokowi juga “haus kuasa”.
Jika keduanya tetap bersikeras maju, Jokowi justru “terjebak” dalam citra negatif yang sangat mematikan!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews