Kenapa permintaan maaf tidak disampaikan kepada Presiden Jokowi? Kenapa Tempo lebih takut dengan pasukan bersorban daripada Jokowi?
Tempo Media yang menerbitkan majalah Tempo dan Koran Tempo sepertinya lagi "kesel dan dongkol" terhadap presiden Jokowi akibat kecewa berat dengan revisi UU KPK yang menurut Tempo akan melemahkannya. Presiden Jokowi dianggap ingkar janji dengan janji kampanyenya, malah mendukung revisi UU KPK tersebut.
Puncak dari rasa "kesal dan dongkol" Tempo menjadikan foto presiden Jokowi menjadi sampul atau cover dalam MajalahTempo dengan siluet atau bayangan hidung presiden Jokowi memanjang seperti Pinokio.
Kontan saja siluet atau bayangan hidung presiden Jokowi yang digambarkan seperti Pinokio menimbulkan pro dan kontra. Ada yang menganggap siluet atau bayangan hidung itu merupakan mencela, mengolok-olok atau menghina sang presiden. Tapi ada juga yang menganggap hal itu bukan untuk bermaksud menghina tapi merupakan kreativitas dalam jurnalisme.
Bahkan pihak Tempo sudah melakukan klarifikasi dan membantah bahwa siluet atau bayangan hidung panjang presiden Jokowi tidak bermaksud menghina atau mencela tapi itu bagian dari kreativitas.
Dalih Tempo Media
Akan tetapi kalau kita perhatikan dan sering membaca atau melihat dunia medsos dari Facebook, berita terkait sampul foto presiden Jokowi yang digambarkan seperti hidung Pinokio itu tampil atau diunggah hampir setiap hari dan seperti jadwal minum obat: pagi-sing-sore. Seolah-olah malah sengaja mengejek dan membuat panas para pendukung sang presiden. Tempo meminta para pendukung presiden Jokowi tidak perlu marah atau tersinggung.
Tempo Media: "Siluet Pinokio di Tempo: Tiga Alasan Kenapa Kubu Jokowi Tak Perlu Tersinggung."
Bagitulah narasi Tempo terkait siluet Pinokio.
Bahkan untuk membenarkan bahwa siluet Pinokio itu tidak ada unsur penghinaan atau melecehkan sang presiden, Tempo membuat alibi dengan membandingkan, bahwa hal serupa pernah juga dilakukan oleh Tempo kepada tokoh politisi Akbar Tandjung.
Akhir tahun 2001 majalah membuat sampul atau cover dengan foto Akbar Tandjung dengan hidung yang memanjang seperti Pinokio. Seperti kita ketahui hidung Akbar Tandjung memang besar dan tidak mancung.
Seolah-olah Tempo Media melakukan perbandingan apel dengan apel dan berlaku adil kepada tokoh politik manapun tanpa pandang bulu.
Hanya Tempo lupa, saat Tempo Media menjadikan foto Akbar Tandjung dengan siluet Pinokio-saat itu Akbar Tandjung sebagai Ketum Golkar dan dengan status tersangka. Bahkan tahun 2002 Akbar tandjung divonis pengadilan dengan hukuman tiga tahun karena korupsi dana nonbujeter Bulog sebesar Rp40 milyar.
Apakah saat ini presiden Jokowi statusnya tersangka dan menjadi pesakitan? Tidak!!
Dan perlu diketahui, jabatan tertinggi Akbar Tandjung adalah menteri, bukan seorang mantan presiden.
Jadi tidak bisa disamakan siluet Pinokio antara presiden Jokowi dengan Akbar Tandjung. Yang melatarbelakangi timbulnya sampul siluet Pinokio berbeda.
Akbar Tandjung statusnya pada waktu itu seorang pesakitan atau menjadi tersangka korupsi dan sebagai Ketum Golkar. Sedangkan Jokowi adalah sebagai presiden sebagai kepala negara masih aktif dan tentu mendapat previllege dan statusnya bukan seorang tersangka.
Jangan membandingakan apel bosok (jawa) atau busuk dengan apel yang tidak cacat karena melakukan tindakan melawan hukum.
Tempo juga pernah membuat karikatur pria bersorban yang sedang berhadapan atau ngobrol dengan seorang wanita. Dan pada waktu itu Media langsung diegruduk seusai Sholat Jumat oleh sekelompok massa bersorban. Saat itu Tempo tidak berdaya dan mengikuti kemauan "pasukan bersorban" dengan langsung meminta maaf.Kenapa permintaan maaf tidak disampaikan kepada Presiden Jokowi? Kenapa Tempo lebih takut dengan pasukan bersorban daripada Jokowi?
Pesan Simbah: "Ngono yo ngono,ning ojo ngono."
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews