"Kemenangan" Sepihak dan Duka Demokrasi Pemilu 2019

Pemenang sejati dalam hal ini adalah dia yang menjadi pemimpin sejati yang ditetapkan oleh perangkat sistem, tidaklah memenangkan dirinya sendiri.

Kamis, 25 April 2019 | 13:58 WIB
0
435
"Kemenangan" Sepihak dan Duka Demokrasi Pemilu 2019
dok. Mutiara, Anggota PPK salah satu KEcamatan di Kab. Banjarnegara Jawa Tengah

Sehari sebelum KPU merilis rincian petugas kelompok pemungutan suara, sebuah cerita duka itu bermula.  Pasca pemilihan tanggal 17 April 2019 lalu bahkan kabar duka terkait meninggalkan beberapa petugas KPPS mengiasi pemberitaan online yang kerap saya baca. Sebuah foto yang saya jadikan caption tulisan diatas, masuk melalui pesan whatshaap. Saya mencermati foto yang diambil di sebuah lokasi yang terkait dengan pemungutan suara.

"Wani Perih mbak" demikian pesan yang menyertai. 

Sontak saya bertanya panjang lebar terkait insiden yang menyebabkan tanganya tampak seperti di foto. Kondisi Mutiara, seorang anggota PPK di salah satu kecamatan di Kabupaten  Banjarnegara - Jawa  Tengah, belumlah seberapa. Dia masih merasa bersyukur karena masih bisa tetap menjalankan tugas-tugasnya  di PPK hingga kini. Dia pun menceritakan beberapa kabar duka yang datang dari rekan-rekan yang bertugas sebagai ujung tombak pemilu 2019 yang harus bertaruh nyawa akibat kelelahan.

Pesan berikutnya saya baca dengan seksama. Tertulis 3 nama yang telah berpulang ke Rahmatullah di lingkup kabupaten Banyumas. Satu diantaranya adalah Srikandi demokrasi, sosok perempuan  anggota KPPS Banjarsari Kidurl  TPS 09 Sokaraja yang bernama Ibu Sopiah.

Dua lainnya almrhum Bapak Sudiran Anggota Linmas Cikakak Kecamatan Wangon. Dan  Alm Bapak Slamet Anggota Linmas TPS 9 Kelurahan Kober- Purwokerto barat. Tiga nama pejuang demokrasi ini menjadi bagian dari total 91 orang yang terlibat dalam pemungutan suara dan tersebar hampir di seluruh Propinsi.

Di Bekasi, salah satu anggota KPPS wilayah Kranji mengalami kecelakaan tragis hingga meninggal. Di Jember, Sri kandi demokrasi  bernama Dewi Lutfiatun Nadhifah mengalami keguguran saat bertugas sebagai pengawas TPS. Seorang guru SD di Tegal pun meninggal seaktu menunaikan tugas sebagai komisioner Panwaslu  Kecamatan Brebes. belum lagi mereka yang masih dalam perawatan akibat sakit yang menurut data KPU berjumlah 374 orang tersebar di beberapa Propinsi. Dan banyak cerita lain  yang menjadi pernik duka demokrasi pada pemilu 2019 kali ini.

Dedikasi mereka akan pelaksanaan demokrasi penuh dengan konsekuensi. Kelelahan hingga mengindahkan rasa sakit akibat konsentrasi penuh pada pekerjaan pemilihan umum menjadi pengantar mereka menjemput takdir menjadi pahlawan demokrasi. Pun kerja mereka belumlah Paripurna. Penetapan atas perolehan suara sebagai pertanda rampungnya proses pemilihan umum masih berkisar 3 minggu kedepan. 

Dalam suasana duka akibat kehilangan rekan kerja, nyatanya petugas kelompok pemungutan suara itu terus bekerja. Anehnya, ada satu kondisi yang terlihat kurang berempati dengan keadaan ini. Alih-alih menyuarakan "kemenangan", kubu sebelah dengan suka cita berkumpul di Kartanegara untuk melakukan syukuran. Ketika hasrat politik sedemikian dikedepankan, maka unsur kemanusiaan pun terpinggirkan.

Kabar duka demokrasi dikesampingkan. Yang ada pekik yakin akan "kemenangan" sepihak. Pemaksaan sebuah kondisi dengan tuduhan curang, dan terkesan ingin memaksakan sebuah jalan pengerahan massa manakala kemenangan sepihak itu dimentahkan oleh realitas yang mengungkap data sebenarnya. Bukankah proses penghitungan sesuai jadwal formal  masih belum final?

Kenapa tidak memilih cara-cara simpatik untuk menunggu apapun hasilnya tanpa terkesan memaksakan dengan aneka strategi tekanan massa?

Mereka yang sungguh-sungguh bekerja tengah dirundung duka. Sementara para "pialang" politik yang mencari kepentingan sesat dari berlangsungnya pemilu 2019 justru terkesan berpesta atas nama kemenangan sepihak belaka. Jika harus disebut sebagai Bapak reformasi, di mana kiranya rasa kemanusiaan Amien Rais yang terus saja meniupkan hawa panas ke kandidat presiden 02?

Bukankah Capres 02 pastinya lelah dan butuh istirahat. Tolong jangan teramat memaksakan keadaan. Lihatlah pemilu ini sebagai satu kesatuan utuh atas cita-cita bersama membangun bangsa.

Ketika negara berupaya hadir untuk membalut duka keluarga melalui rilis resmi KPU hingga ucapan bela sungkawa yang mendalam oleh Joko Wisodo selaku Presiden RI, dimana jiwa-jiwa berketuhanan yang welas asih dari kubu sebelah yang masih saja fokus pada perolehan kemenangan sepihak. Ibarat bertanding, keputusan menang-kalah pilpres jelas bukan diputuskan oleh kelompoknya sendiri.

Ada mekanisme dan ketentuan yang mengatur semua perangkat kerja yang sudah disiapkan. Tak bisakah sedikit bersabar? Sedemikian tingginyakah hasrat berkuasa sehingga harus mendahului takdir dan merasa sudah paling berhak atas posisi menang? Sungguh saya tidak habis fikir. Tidak menutup kemungkinan salah satu atau salah dua yang pahlawan demokrasi yang meninggal justru diam-diam merupakan simpatisan 02? 

Jika saat kampanye capres-cawapres 02 selalu menggunakan studi kasus dengan menyebut nama seseorang di sebuah daerah sebagai klaim atas upaya mereka dalam berbelanja masalah di tengah masyarakat Indonesia.

Kini di mana kepedulian mereka, saat ada kabar duka? Masihkah mereka menomorsatukan survei internal dan mementahkan realitas kemanusiaan? Andai saya menjadi salah satu yang memberikan nyawa saya dalam proses demokrasi pada pemilu 2019 ini, yakin saya tidak akan rela kelompok yang memiliki ego politik tinggi akan memperoleh kemenangan.

Sebab pemenang sejati bukanlah mereka yang belum apa-apa sudah meng-klaim diri menang tanpa mengindahkan data stakeholder yang kompeten dan berpengalaman dibidangnya (sebut saja terkait Quick count). Pemenang sejati adalah mereka yang menghormati sistem, mekanisme dan aturan hukum seseuai perundang-undangan. Tidak menyebarkan upaya gaduh di tengah masyarakat.

Pemenang sejati dalam hal ini adalah dia yang menjadi pemimpin sejati yang ditetapkan oleh perangkat sistem, tidaklah memenangkan dirinya sendiri. Terlebih mengesampingkan nurani atas duka demokrasi pada pemilu 2019 ini.

***