Survei Internal Prabowo dan Ilusi Kekalahan Jokowi

Kamis, 14 Maret 2019 | 10:55 WIB
0
311
Survei Internal Prabowo dan Ilusi Kekalahan Jokowi
Jokowi dan Prabowo (Foto: Merdeka.com)

Dalam waktu hampir bersamaan media dibanjiri pemberitaan tentang rilis tiga lembaga survei. Ketiganya adalah Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Lingkaran Survei Indonesia LSI), dan PolMark Indonesia. Hasil survei ketiganya menempatkan pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo dan Ma’ruf Amin sebagai jawara dalam Pilpres 2019.

Menurut SMRC tingkat elektabilitas Jokowi-Ma’ruf yang mendapat nomor urut 01 adalah 54,9 persen. Sedangkan elektabilitas pesaingnya, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, hanya 32,1 persen. Di samping itu, SMRC pun mengungkap adanya 13 persen responden yang belum menentukan pilihan.

Sementara, LSI melaporkan responden yang memilih Jokowi-Ma’ruf adalah mencapai 58,7 persen dari 1.200 responden. Sedangkan Prabowo-Sandi yang maju dengan nomor urut 02 hanya dipilih oleh 30,9 persen responden. Selain itu, lembaga survei pimpinanan Denny JA ini merilis 9,9 responden yang belum menemukan pasangan calon yang dipilihnya pada saat survei digelar.

Karuan saja, karena menyebut elektabilitas Jokowi yang bukan saja mengungguli Prabowo tetapi juga di atas 50 persen, hasil survei SMRC dan LSI diterima dengan lapang dada oleh para pendukung paslon nomor urut 01. Para pendukung paslon ini pun ramai-ramai mem-viral-kannya lewat akun-akun media sosial yang dimilikinya. Sebaliknya, para pendukung Prabowo-Sandi menolak mentah-mentah dengan serangkaian argumennya masing-masing.

Tuduhan bahwa LSI bekerja untuk Jokowi pun dilontarkan oleh anggota tim Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Saleh Daulay.

"LSI kelihatannya kan bekerja untuk paslon Jokowi-Ma’ruf Amin. Tidak heran jika setiap merilis survei selalu menempatkan paslon itu sebagai pemenang," tuding Saleh sebagaimana dikutip Detik.com.

Perlakuan berbeda dialami oleh Polmark, lantaran menurut lembaga dan konsultan politik ini tingkat elektabilitas Jokowi-Ma’ruf berada di angka 40,4 persen dan Prabowo-Sandi bertengger di angka 25,8 persen. Rilis Polmark yang menyebut tingkat elektabilitas Jokowi-Ma’ruf masih di bawah 50 persen ini dinilai sebagai sinyal kekalahan bagi pasangan nomor urut 01. Lewat media sosial, para pendukung Prabowo-Sandi pun ramai-ramai mengabarkan sinyal kekalahan pesaingnya tersebut.

"Tanda kekalahan petahana," ujar juru debat BPN Prabowo-Sandiaga, Sodik Mudjahid, kepada wartawan, pada 14 Maret 2019 (Sumber: Detik.com)

Besaran tingkat elektabilitas Jokowi dan pasangannya ini tidak bisa di-head to head-kan dengan survei Litbang Kompas yang menyebut tingkat elektabilitas Jokowi sebesar 43,5 persen. Sebab, saat Litbang Kompas menggelar surveinya pada 27 November-11 Desember 2014, belum ditetapkan capres-cawapres definitif.

Satu lagi, para pendukung Jokowi-Ma’ruf tidak perlu menuding Polmark sebagai lembaga survei bayaran kubu 02 lantaran dalam surveinya Polmark bekerja sama dengan Partai Amanat Nasional.. Hanya saja, karena digaet parpol pendukung Prabowo-Sandi, rilis survei Polmark ini bisa disebut sebagai survei internal Prabowo-Sandi.

Tetapi, apapun itu, kali ini para pendukung Jokowi-Ma’ruf perlu mengangkat topi untuk para pesaingnya yang memercayai rilis Polmark. Sebab, jika dicermati dengan sedikit saja menyisihkan ketelitian, bisa diambil kesimpulan bila hasil survei Polmark benar 100 persen tanpa cacat. Bukan karena reputasi Polmark nyaris tanpa cela, melainkan lantaran angka-angka yang disajikannya.

Sebelum melanjutkan artikel ini, ada tiga pertanyaan;

1. Menurut pengamatan, apa merek pasta gigi yang paling banyak dikonsumsi oleh tetangga-tetangga di sekitar rumah?

2. Menurut pengamatan, apa merek obat masuk angin yang paling banyak dikonsumsi oleh tetangga-tetangga di sekitar rumah?

3. Menurut pengamatan, apa merek rokok filter yang paling banyak dikonsumsi oleh tetangga-tetangga di sekitar rumah?

Pertanyaan pertama pastinya lebih mudah dijawab. Sedangkan pertanyaan kedua dijawab dengan keraguan. Sementara, untuk pertanyaan ketiga sangat sulit menjawabnya.

Dan, untuk membandingkan jawaban atas tiga pertanyaan di atas silakan klik di sini.

Ya, hasil survei sebenarnya tidak jauh berbeda dengan hasil pengamatan. Ada obyek survei yang mudah ditemukan hasilnya hanya dengan sekadar melakukan pengamatan. Tetapi, ada juga yang tidak. Karena kesulitan menemukan jawaban, sejumlah perusahaan rokok secara rutin menggelar surveinya dalam setiap semester atau setahun sekali.

Hasil survei politik pun sebenarnya mirip-mirip dengan hasil pengamatan. Dari hasil pengamatan, pemegang hak pilih yang belum menentukan pilihan memang masih sangat tinggi. Polmark mendata sebanyak 33,8 persen dari 32.560 responden belum menentukan pilihan.

Angka undecided voter yang drilis Polmark tersebut sangat wajar sebab, Polmark menggelar surveinya dari Oktober 2018 sampai Februari 2019. Sesuai pengamatan, pada awal-awal masa Pilpres 2019, memang masih banyak pemilik suara yang belum menentukan pilihan. Karenanya, jika ditanya capres pilihannya pada bulan Oktober-Desember 2018, sudah barang tentu banyak responden yang menjawab “belum ada pilihan”.

Karena undecided voter masih tinggi, otomatis tingkat elektabilitas kedua paslon pun masih rendah. Termasuk tingkat elektabilitas Jokowi-Ma’ruf yang disebut Polmark masih berada di angka 40,4 persen.

Dan, sebenarnya, selain undecided voter, masih ada jawaban responden lainnya, yaitu “tidak (mau) menjawab” dan “tidak tahu”. Angka responden yang menjawab “tidak (mau) menjawab” dan “tidak tahu” tersebut tidak dirilis oleh Polmark. Atau Pomark memang sengaja memasukkan kedua jawaban tersebut ke dalam undecided voter.

Padahal, dalam pengamatan, masih banyak masyarakat yang tidak mau menjawab ketika ditanyai paslon capres-cawapres pilihannya. Demikian juga dengan masyarakat yang menjawab “tidak tahu”. Terutama ketika pertanyaan tersbut diajukan di awal-awal masa Pilpres 2019.

Jika membaca angka-angka yang dirilis Polmark, bisa diperkirakan tingkat elektabilitas masing-masing paslon dan undecided voter didapat dari situasi polarisasi yang sudah terbentuk sejak Pilpres 2014.

Karena, menurut pengamatan, kelompok yang berada di kutub Jokowi jauh lebih besar tenimbang kelompok yang berada di kutub Prabowo. Sedangkan kelompok non-kutub lebih besar dari kutub Prabowo.

Pertanyaannya, seberapa besar kelompok undecided voter yang akan melabuhkan pilihannya pada paslon nomor urut 01 dan paslon nomor urut 02 pada 17 April 2019 nanti?

Namun demikian, jika membandingkan tingkat elektabilitas kedua paslon yang dirilis oleh Polmark, tentu saja Jokowi-Ma’ruf yang bertingkat elektabilitas 40,4 persen bakal lebih mudah memenangkan Pilpres 2019 tenimbang Prabowo-Sandi yang hanya dipilih oleh 25,8 persen responden. Jokowi-Ma’ruf hanya perlu menambah sekitar 10 persen untuk meraih 50 persen plus 1 suara. Sebaliknya, Prabowo-Sandi harus bersusah payah merebut lebih dari 25 persen lagi.

Dengan demikian, bisa disimpulkan jika sinyal kekalahan Jokowi dalam Pilpres 2019 seperti yang diembuskan oleh pendukung Prabowo-Sandi sebenarnya hanyalah ilusi semata. Atau setidaknya semata-mata hanyalah sebagai hiburan penggembira bagi kubu Prabowo-Sandi.

***