Dibanding Positive Campaign, Negative Campaign Justru Lebih Menarik

Kamis, 31 Januari 2019 | 11:22 WIB
0
532
Dibanding Positive Campaign, Negative Campaign Justru Lebih Menarik
Ilustrasi: americanmajority.org

Kampanye itu apa sih?

Kampanye dapat diartikan sebagai upaya perorangan atau sekelompok orang untuk meraih simpati atau dukungan dalam mencapai tujuan. Kampanye juga dilakukan untuk mengaburkan, membelokkan, atau pun menghambat target pencapaian tertentu, yang biasanya terarah pada kepentingan pihak lawan.

Sepengetahuan saya, setidaknya ada tiga jenis kampanye, yaitu positive campaign, negative campaign dan black campaign. Kampanye memiliki subjek dan objek. Subjek berarti pihak yang melakukan kampanye, sedangkan objek yaitu sasaran kampanye.

Pembagian jenis kampanye tersebut didasarkan pada materi atau bahan yang digunakan. Materi positif bisa berupa hal-hal baik yang dinilai tepat untuk dijual oleh pelaku kampanye. Sedangkan materi negatif artinya hal-hal buruk yang dimiliki pihak lawan untuk juga dijual kepada objek kampanye.

Lalu apa yang dimaksud black campaign?

Sama, jualan lain yang dipakai untuk mengalahkan lawan. Hanya saja jenis kampanye ini dilarang karena jauh dari etika dan norma, di samping tidak berdasar pada data dan fakta. Black campaign atau kampanye hitam wajib dihindari dan tidak perlu didengar, apalagi dibaca. Tidak mendidik.

Mengapa saya sebut negative campaign lebih menarik?

Menurut saya, positive campaign maupun negative campaign sama-sama mendidik. Jika mau mengkampanyekan sesuatu, isu positif dan negatif harus dipakai. Kampanye atas hal-hal baik tidak mungkin efektif tanpa mengumbar juga hal-hal yang buruk. Mutlak ada alasan mengapa satu hal harus dimenangkan sedangkan hal lain wajib dikalahkan.

Hampir di setiap kampanye pada kegiatan Pemilu, baik itu Pilkada, Pileg mapun Pilpres, kampanye positif selalu mendapat porsi lebih besar daripada kampanye negatif. Ini baik, namun belum lebih baik.

Kesempatan kampanye bukan hanya ajang menunjukkan visi, misi dan program, tetapi juga bagaimana supaya masyarakat teredukasi ketika menentukan sebuah pilihan. Masyarakat wajib tahu mengapa yang satu layak dipilih, sedangkan yang lain tidak.

Kampanye sejatinya adalah masa di mana saling ‘menguliti’. “Jangan menyerang pribadi!”, ini adalah ucapan sekaligus benteng pertahanan bagi pihak tertentu ketika merasa terpojok dalam sebuah debat atau diskusi.

Lalu kalau tidak boleh ‘menguliti’ dan menyerang, untuk apa berdebat atau berdiskusi? Selama yang diangkat terkait erat dengan visi, misi, tujuan dan program yang akan diuji serta “kue enak” yang ingin direbut, semua fair dan wajar.

Maka, menurut hemat saya, publik atau objek kampanye jangan sampai hanya terlena dengan janji dan tawaran. Publik wajib tahu dan bertanya lebih dari itu. Selain merupakan hak, mengenal sosok dan rekam jejak akan lebih bermanfaat dibanding terbius pada ‘jargon’ dan terpaku pada ‘kemasan’. Isi harus dibongkar, biar tidak seperti “membeli kucing dalam karung”.

Salam cerdas!

***