Memanggil Revolusi Indonesia 2021

Anak-anak muda Indonesia, tak sedikit yang mampu mensinergikan new-normal, new-era dalam kesadaran baru. Anak-anak muda Papua membangun kesadaran baru untuk masyarakatnya.

Jumat, 2 Juli 2021 | 20:09 WIB
0
144
Memanggil Revolusi Indonesia 2021
HMI MPO (Foto: kronologi.id)

Kirain ada penemuan luar biasa, ketika ada ormas membuat seruan ‘Revolusi Indonesia 2021’. Waduh, ini pasti dahsyat. Lebih dahsyat dari Revolusi Perancis. Lebih memukau daripada Revolusi Kebudayaan Mao.

Pasti lebih akademik dibanding seruan Jokowi dulu, ketika nyapres ke-dua. Soal Revolusi Mental. Dan mungkin juga lebih terperinci, dibanding (lagi-lagi) seruan Jokowi soal new-era, new-normal, new life, saat menghadapi tahun pertama Covid-19.

Seruan Revolusi Indonesia 2021, disampaikan oleh Ketua Umum HMI-MPO. MPO? Itu kepanjangan Majelis Penyelamat Organisasi. Yang entah misi penyelamatan (organisasi HMI) itu sudah berhasil atau belum. Sesuatu yang harus dilihat dari sejarah HMI (Himpunan Mahasiswa Indonesia).

Penambahan istilah MPO, lahir menjelang kongres HMI ke-16 di Padang, Sumatera Barat (1986). Perpecahan internal akibat represi rezim Orde Baru yang memaksa penerapan Azas Tunggal Pancasila. HMI yang semula hanya berazaskan Islam terbelah dua kubu. Tetap mempertahankan azas Islam, versus kubu yang berusaha mengikuti perintah Soeharto. Di situ muncul istilah HMI MPO dan HMI Dipo (karena bermarkas di Jl. Diponegoro, Jakarta) namun lebih senang disebut HMI 1947, merujuk tahun kelahirannya.

Sejarah kelahiran HMI (tanpa atau belum pakai MPO) pun juga lahir dari pergesekan yang belum tuntas. Lafran Pane yang mendeklarasikan nama organisasi pertama kali di Yogyakarta, sejatinya juga belum bisa menyatukan dinamika yang terjadi sebelumnya. Dari sejak PMY (Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta), berbarengan polarisasi politik elite yang pro diplomasi atau perjuangan bersenjata (dalam Perang Kemerdekaan) melawan Belanda.

Dalam perkembangannya kita juga tahu, bagaimana HMI 1947 dengan HMI MPO menghadapi situasi 1998. Hingga apa saja pergerakan politik keduanya, pasca longsornya Soeharto. Kemudian pun di jaman Jokowi.

Jadi, ketika HMI MPO menyerukan Revolusi Indonesia 2021, dengan mengajak BEM, buruh, petani, mahasiswa seluruh Indonesia yang merasa memiliki Indonesia ‘agar bersatu; Bisa nggak mereka juga mengajak aktivis HMI 1947 bersatu? Itu saja dulu. Sebelum kita ngomongin teori dan praktik politik.

Kalau soal Jokowi tidak becus, atau tidak dalam kapasitasnya, sejak 2014 (sebagaimana klaim ketum HMI MPO itu), mengapa Jokowi dilantik sebagai Presiden? Bahkan hingga memenangkan Pilpres 2019, dan dilantik lagi sebagai Presiden, dengan melewati perjalanan yang juga tak kalah rumitnya ‘mempersatukan’ pandangan politik keislaman itu sendiri?

Jangankan ngomongin ‘keislaman’ dalam konteks tema besar. Lha wong internal HMI MPO saja, muncul seruan dari HMI MPO Cabang Jakarta, untuk mengkudeta ketum HMI MPO. Terus penyelesaiannya nanti akan ada HMI MPO Plus-plus?

Atau sangking dahsyatnya ketidakmampuan berdemokrasi? Maka akan muncul Indonesia thok dan Indonesia MPI (Majelis Penyelamat Indonesia)? Tapi jangankan dalam hal politik. Dalam agama kita juga diajari bagaimana menyelesaikan konflik dengan cara menghindari penyelesaian tuntas.Berbeda dengan Jawatan Pegadaian yang berslogan menyelesaikan masalah tanpa masalah.

Coba baca sejarah, bagaimana Martin Luther memunculkan yang disebut Kristen Protestan. Namun senyampang itu, di kalangan itu sendiri beranak-pinak gereja-gereja Kristen Protestan dengan berbagai alirannya. Dalam Islam juga dikenal banyak mazhab. Dalam Buddha juga banyak aliran.

Pada jaman ini, gampang dilihat mana pernyataan yang ngawur aduhai dan frustrasi. Atau hanya dalam rangka nyari kucuran duit receh, dengan cara tak kalah receh. Atau meniru filter algoritma di internet, bikin pernyataan kontroversial sebagai pansos, untuk dapat bansos. Ini jaman susah, untuk siapa saja, baik bagi yang percaya atau tidak percaya pandemi Covid-19.

Namun juga bukan jaman yang sulit, bagi yang antisipatif, adaptif, dan kreatif. Buktinya, ada banyak star-up tumbuh diinisiasi anak-anak muda. Mereka tanpa harus baca konsepsi politik sosialisme, dengan teknologi digital mampu membangun infrastruktur untuk tumbuh bersama. Generasi sekarang lebih cerdas dibanding George Soros yang pusing bagaimana kalau dia sendirian kaya, tetapi senyampang itu tak tumbuh potential buyers karena keserakahan?

Anak-anak muda Indonesia, tak sedikit yang mampu mensinergikan new-normal, new-era dalam kesadaran baru. Anak-anak muda Papua membangun kesadaran baru untuk masyarakatnya. Para mahasiswa generasi 4.1., mampu mengajak masyarakat tumbuh bersama. Di sektor pertanian, perikanan, peternakan, ekonomi mikro. Tanpa gembar-gembor. Mereka pelaku revolusi Indonesia sebenarnya.

Ini new-life, atau new-left? Saya sih milih left-group, karena banyak WAG berisi nasihat kadrunis dengan berbagai gaya bahasa.

@sunardianwirodono

***