Jadi sebenarnya para menteri terkait tidak perlu sebar wacana radikalisme yang bikin bingung, resah dan juga memunculkan kebencian.
Kemarin bilang akan dilarang. Sekarang bilang tidak ada larangan. Yang benar yang mana? Yang benar adalah wacana sebuah rencana, sekali lagi rencana, bahwa semua ASN akan dilarang pakai cadar dan celana cingkrang karena tidak sesuai aturan.
Pertanyaannya emang berani ngelarang?
Menteri agama bilang pelarangan cadar dan celana cingkrang nantinya bukan dari dia. Berarti kan, dari menteri lain. Siapa dia?
Tjahjo Kumolo dan Tito Karnavian.
Pertanyaannya lagi apa dua menteri itu berani keluarkan aturan?
Berani. Jika ada konsep yang komprehensif untuk memerangi radikalisme. Yang sedemikian rupa, tidak berkonotasi bahwa memerangi radikalisme itu sama saja dengan memerangi Islam.
Tapi siapa berani keluarkan aturan itu? Ini yang kita tunggu. Terutama di kalangan ASN.
Dan siapkah mereka dengan semburan protes dari banyak pihak?
Karena supaya tidak terkesan memerangi Islam, maka harus ada imbangannya. Harus juga merumuskan juga radikalisme di Kristen, Buddha, Hindu dan agama lain. Misalnya, yang pakai kalung salib juga harus dicap radikal.
Marahkan? Jelas. Karena alasan yang sama. Bahwa asesoris busana tidak bisa dijadikan awal pemberantasan radikalisme. Apalagi sok-sokan melarang cadar dan celana cingkrang di tempat umum tanpa ada aturan jelas.
Kita ingin aturan yang nanti dibuat harusnya terfokus bukan pada asesoris tapi bagaimana mematikan sumber yang mengajarkan praktek radikalisme dan intoleransi.
Siapa dia?
Segenap Ustad dan pendeta dobol yang mengajarkan kebencian terhadap agama lain. Termasuk yang dilontarkan di dalam rumah ibadah.
Ini juga berlaku bagi para fasis dan rasis yang menyebarkan kebencian terhadap ras dan etnik.
Aturan itu sudah ada. Tinggal ditegakkan saja secara tegas.
Larang dan sekat pergerakan penceramah dobol. Jika melontarkan ajaran kebencian, mereka tidak boleh tampil di TV , dilarang memakai media sosial dan dikutip media. Tidak bisa diundang ceramah di rumah ibadah manapun. Yang masih nekad mengundang kena sanksi. Dipecat jadi pengurus, misalnya. Selesai.
Jangan para penceramah dobol itu ditangkap karena hanya menjadikan mereka pahlawan. Kalahkan mereka dengan memasukkan dan mempopulerkan penceramah yang mengajarkan toleransi. Masukkan mereka dalam daftar penceramah di masjid atau acara ibadah di perkantoran, lembaga pemerintahan dan pendidikan.
Jadi sebenarnya para menteri terkait tidak perlu sebar wacana radikalisme yang bikin bingung, resah dan juga memunculkan kebencian.
Apalagi radikalisme diusulkan diganti dengan istilah yang makin membingungkan : manipulator agama.
Mengapa tidak merangkum segala perilaku kebencian pada satu istilah yang jelas dan terukur.
Apa itu?
Intoleransi.
Ini sudah mencakup radikalisme agama serta sentimen etnis.
Terminologi ini juga lebih gampang merumuskan kebijakan dan aturan yang nanti akan dibuat.
Jadi, jangan sekedar fokus pada asesoris semata. Larangan bercadar dan bercelana cingkrang yang juga dikenakan oleh keluarga Jenderal Wiranto.
Kalau nanti pak Wiranto marah bagaimana?
Hayoo...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews