Karena tak sudi, buku Frans Magnis Suseno pun di-sweeping juga. Tak peduli buku itu merupakan kritik keras pada pemikiran Marxisme.
Apakah celana cingkrang simbol Islam? Atau tanda kemusliman seseorang? Apakah juga jenggot simbol pengikut Kanjeng Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wassallam? Kalau iya, kenapa jenggot Karl Marx dan juga Lenin menakutkan Brigade Muslim Indonesia?
Itulah yang dinamakan claim, sering tak konsisten. Hanya ngambil yang menguntungkan. Banyak ayat dikutip, tapi yang menguntungkan posisinya. Ayat yang menyiratkan ‘syarat dan ketentuan berlaku’, disingkirkan. Contoh surat al Hujurat dan Al Maidah, hanya dicomot yang membenarkan tindakan diskriminatif itu. Yang nahi munkar lebih ditonjolkan, yang ammar ma’ruf tidak didahulukan.
Saya sih suka melihat kekonyolan dan wts-nya orang-orang ini. Bukan wts wanita tuna susila, melainkan waton sulaya. Asbun alias asal njeplak. Persis Rocky Gerung dan Fadli Zon. Menurut para perawi hadis, celana cingkrang adalah semacam gerakan sosial Kanjeng Nabi. Sebagai protes atau pembeda pada kaum borjuis, yang berpakaian grombyong-grombyong sampai nyapu lantai. Celana cingkrang simbol perlawanan pada kaum sombong itu.
Baca Juga: Literasi Rendah, Sampul Buku Tokoh Komunis Dijadikan Alasan Razia
Sekarang, setidaknya di Indonesia yang bukan padang pasir, bagaimana bisa menjadi kesombongan baru? Secara psiko-sosial, exhibisionisme semacam itu, lebih menunjukan inferiority-complex. Problem rendah diri (ingat, rendah diri beda dengan rendah hati). Karena apa? Karena banyak hal. Tapi biasanya yang bodoh dan kalahan lebih sering ngamukan.
Sering kita jadi korban komodifikasi (dari transformasi barang, jasa, atau gagasan menjadi komoditas atau objek dagang). Tidak perlu ngerti sejarahnya, tetapi ia menjadi simbol perubahan identitas. Dari musik, fashion, makanan dan minuman, bahkan agama dan ideologi, dipadu-padankan menjadi simbol status dan life style (gaya hidup) baru. Terus ngehina-hina yang berkebaya, dan yang merayakan kemenangan dengan wayang-kulit.
Simbol-simbol agama, pada satu sisi bisa memunculkan ketakutan. Tapi pada sisi lain menjadi jebakan batman bagi agama itu sendiri.
Bagaimana formalisme justeru perlahan tapi pasti menggerus masa depan agama. Siapa berani menjamin kelak agama masih terus berjaya, atau justeru ditinggalkan karena makin tak relevan?
Bayangkanlah, jika kepala kambing pun harus diberi jilbab, hanya untuk mengatakan qurban tidaklah wajib! Ya, Rabbani, semoga yang mentransfer kelebihan duit ke kaum duafa adalah juga bentuk merayakan qurban pula.
Memang legitimasi yang paling menakutkan adalah agama. Meskipun doktrin Marxisme dan Leninisme bisa begitu menakutkan Brigade Muslim Indonesia. Tak peduli adanya pengakuan bahwa konsep marxisme, yang juga dipelajari para founding-fathers kita, dianggap lebih dekat ke konsep-konsep social movement Muhammad.
Itu kalau mereka sudi membaca. Karena tak sudi, buku Frans Magnis Suseno pun di-sweeping juga. Tak peduli buku itu merupakan kritik keras pada pemikiran Marxisme. Bodo mah, bebas. Kayak dicontohkan idola mereka, kalah dalam percaturan politik, tapi terus saja baperan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews