Kalau sedikit- sedikit takut dengan komunisme hanya dari jaringan WA, broadcast dari grup dan isu- isu yang menyebar dari mulut ke mulut kapan Indonesia bisa berubah menjadi lebih baik.
Ormas menamakan diri Brigade Muslim Indonesia (BMI), mendatangi Toko Buku Gramedia di Trans Mall. Melihat deretan buku lalu merekomendasikan buku- buku berbau komunis dilarang didisplay dan mohon dimasukkan gudang atau dikembalikan ke penerbit.
Mereka gerah dengan pemikiran yang radikal, ekstrem kiri, sosialis dan yang berbau komunisme. Apakah sebenarnya mereka tahu isi buku- buku yang sebetulnya mengkritisi sosialisme dan komunisme tersebut. Hanya dengan melihat kavernya lalu berani menyimpulkan bahwa buku itu tidak layak edar!
Ueeedan hebat betul, belum membaca hanya dengan melihat sinopsisnya, gambar kavernya tetapi langsung tahu isi dan maknanya. Sebegitu cerdaskah mereka sehingga perlu menghimpun orang- orang untuk bertindak “primordial” hanya karena melihat buku tentang komunisme. Kata bijak ini bisa dijadikan permenungan don't judge the book by its coverJangan hanya melihat berdasar gambar mukanya saja.
Jika belum tahu apa komunis sebenarnya bagaimana bisa memaksa orang lain untuk menjauhinya. Justru karena mereka grusa – grusu mem sweeping buku buku yang sebenarnya berkualitas tinggi itu jadi tahu seberapa besar kualitas berpikir mereka.
Akhirnya penulis maklum kenapa Indonesia sulit bersaing dengan negara lain. Wong semangat keingintahuannya rendah, daya kritisnya terjebak dalam arus sempit pemikiran fanatis, dan pola pikirnya masih ketika hidup di gurun pasir.
Saya sebetulnya takut menulis ini, sebetulnya bukan berarti penulis menganggap rendah mereka, tetapi menyayangkan kenapa mereka tidak berusaha menelaah bacaan tersebut. Apakah dari judul tentang Marxisme, Leninisme, sosialisme ormas- ormas tersebut langsung bertindak melewati kewenangan aparat yang berwenang.
Ternyata hasrat literasi orang- orang masih rendah, persis seperti netizen kritis yang mencak- mencak marah hanya dari melihat judul artikel atau judul berita. Helloooow. Ini zaman sudah maju bung, sabarlah sedikit jika ingin mengkritik dan memvonis salah tidaknya arus pemikiran. Lihat siapa pengarangnya, apa inti dari buku tersebut, apa yang harus dilakukan untuk melawan daya nalar kritis tersebut.
Kalau tidak setuju ya tulislah, kalau tidak suka jangan dibaca, kalau tidak menarik jangan dilirik itu saja. Apakah hanya dengan membaca sinopsis, membaca judul dan sub judul lalu bisa menarik kesimpulan bahwa buku itu terlarang untuk dibaca.
Buku itu adalah jendela pengetahuan, orang yang haus pengetahuan akan membaca dan menelaah isinya. Mereka akan mengerti apakah pemikiran di buku itu berkualitas atau hanya semacam pemikiran bombastis. Masa sekelas Romo Magnis menyebarkan tentang komunis, Justru Romo Magnis amat kritis pada pemikiran dari paham komunisme.
Mengapa banyak orang Indonesia merasa gerah hanya mendengar tentang kata komunisme. Sampai seberapa pengaruhnya ideologi Komunis mampu meluluhlantakkan dunia. Bukankah komunisme sudah tenggelam oleh arus globalisasi. Uni Sovyet, Yugoslavia, dan negara- negara Eropa Timur sudah bubar, komunismepun mencair dengan sendirinya. Malah radikalisme, ekstrem kananlah kini yang mengancam perdamaian.Apa yang ditakutkan?
Kalau sering membaca, berdiskusi dan aktif dalam dunia literasi pemikiran sempit orang- orang yang melakukan sweeping itu tidak perlu terjadi.
Masyarakat masih sering gampang dipengaruhi oleh pemikiran sempit sehingga menganggap filsafat, ilmu- ilmu logika, ilmu ilmu sosial yang mengajarkan tentang ideologi kekiri- kirian adalah pemikiran sesat. Karena dalam masyarakat hanya mengenal ilmu agama yang jarang mau membuka diri dengan pengetahuan di luar agama maka ketika muncul pemikiran beda otomatis seperti ada perlawanan karena merasa ilmu selain agama mengajarkan tentang dosa, tentang pemikiran menyimpang yang tidak sesuai dengan norma- norma agama yang diajarkan oleh pemuka agama.
Saya mempunyai beberapa buku yang bagi banyak orang tentu dekat hubungannya dengan komunis. Buku- buku Pramoedya Ananta Toer sering dipandang sebagai pemikiran sosialis komunisme. Padahal buku – buku Pram itu hanya mengritisi keadaan waktu itu tentang ketidakadilan sosial yang ada di masyarakat, tentang kekuasaan kerajaan yang sering bertindak tidak adil dengan membedakan status sosial.
Franz Magnis justru kritis terhadap pola pikir komunisme. Jika mereka membaca buku Romo Magnis sebetulnya mereka terbantu untuk mengembangkan daya kritis bahwa komunisme memang tidak cocok diterapkan di Indonesia, tetapi tidak terlalu trauma dan takut komunisme akan bangkit kembali.
Benteng dari kekuatan ideologi Indonesia harusnya adalah terbukanya pemikiran masyarakat, daya kritis masyarakat harus dibuka dengan lebih sering membaca buku- buku bermutu termasuk pengetahuan tentang komunisnya dan paham- paham yang membuat negara hancur.
Sebab, jika mengetahui titik lemah ideologi tersebut para cerdik cendikia bisa menyebarkan paham bahwa filsafat, sosialisme, ideologi lain itu perlu dipahami sebagai pembanding bahwa ternyata Indonesia yang binneka itu harus membuka diri untuk saling respek dan menghargai pola pikir orang lain.
Kalau banyak anak muda atau generasi sekarang terjebak dalam pola pikir sempit, bagaimana bisa bersaing dengan negara lain. Kemajuan bangsa salah satunya karena daya kritis masyarakat, kebiasaan masyarakatnya yang terbuka tetapi kritis.
Kalau sedikit- sedikit takut dengan komunisme hanya dari jaringan WA, broadcast dari grup dan isu- isu yang menyebar dari mulut ke mulut kapan Indonesia bisa berubah menjadi lebih baik.
Salam damai selalu.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews