Pertunjukan Politik dalam Sidang Sengketa Pilpres

Kamal Firdaus sangat berharap semua pihak bisa legowo nantinya menerima apapun yang menjadi keputusan Hakim MK.

Minggu, 16 Juni 2019 | 10:39 WIB
0
647
Pertunjukan Politik dalam Sidang Sengketa Pilpres
Denny Indrayana dan Bambang Widjojanto (Foto: Kastara.id)

Ekspektasi setiap orang kalau dijanjikan sebuah kejutan yang Wau, pastilah berpikir akan melihat sesuatu yang luar biasa.

Penulis menganalogikan begini, sesuatu yang Wau itu secara fisik harus diperlihatkan dan dibuktikan, tidak bisa hanya diucapkan, menjadi Wau ketika bukti fisik diperlihatkan ternyata melebihi ekspektasi, tapi ketika tidak sesuai dengan ekspektasi maka kejutan tersebut tidaklah Wau, alias biasa-biasa saja.

Ibarat kata kita berjanji ingin memberikan kejutan kepada anak dan isteri dirumah, dan itu kita sampaikan sebagai awalannya.

Tentu saja kejutan yang dimaksud pasti sangat dinanti mereka dirumah, tapi ketika sampai dirumah apa yang kita janjikan tidak sesuai dengan ekspektasi mereka, tentu mereka kecewa.

Ada baiknya kalau ingin memberikan kejutan tidak perlu diberi tahu, supaya memang bisa menjadi sesuatu yang mengejutkan.

Sering penonton kecewa karena adegan ending sebuah cerita tidak sesuai dengan ekspektasi penonton, sementara diawal cerita penonton sudah digiring untuk melihat sebuah ending yang mencengangkan.

Itulah yang terjadi pada pertunjukan politik di panggung hukum, yang dilakukan oleh Tim Hukum Prabowo-Sandi. Seakan-akan sidang persengketaan Pilpres di MK menjadi sesuatu yang gegap gempita, hanya kemampuan menarasikan sesuatu yang sesungguhnya tidak Wau, seakan-akan sesuatu yang Wau.

Sejak awal sebelum sidang perdana sengketa Pilpres di MK, 14/6/19, Tim Hukum Prabowo-Sandi sudah menjanjikan banyak kejutan yang Wau dalam persidangan, yang terjadi pada kenyataannya saat sidang mulai berlangsung, tidak ada yang luar biasa, hanya sebuah pertunjukan politik di panggung hukum.

Seperti pembicaraan penulis dengan seorang Advokad senior, Kamal Firdaus, yang juga Mantan Staf ahli Jaksa Agung, Abdurahman Saleh, pada Periode pertama Pemerintahan SBY, yang kebetulan Ikut mengamati proses persidangan berlangsung.


Menurutnya,  sengketa hasil Pilpres 2019 di MK sekarang ini terlalu digegap-gempitakan, terlalu dihebohkan oleh media massa, oleh media massa cetak (koran-koran), oleh media elektronik (tivi), lebih-lebih oleh media online (medsos).

Dia kenal betul dengan para pengacara yang berada pada Tim Hukum kedua pasangan, baik 01 maupun 02. Bahkan dia pernah menjadi pengacara Deny Indrayana, maupun Bambang Wijayanto, saat keduanya terlibat kasus hukum.

Masih menurut Kamal Firdaus, proses persidangan di MK tersebut lebih terlihat sebagai sebuah pertunjukan politik di panggung hukum, ketimbang peradilan sengketa Pilpres. Tanpa harus menjadi Ahli Nujum atau Paranormal sekalipun, hasil akhir dari persidangan tersebut sudah bisa ditebak.

Sesuatu yang dijanjikan sebagai sebuah kejutan Wau oleh Tim Hukum Prabowo-Sandi, hasilnya dianggap biasa-biasa saja, alias tidak ada yang luar biasa.

Tidak melebihi ekspektasi yang diharapkan, hanya bagian dari Narasi politik yang tidak memiliki implikasi apa-apa.

Kamal Firdaus sangat berharap semua pihak bisa legowo nantinya menerima apapun yang menjadi keputusan Hakim MK, karena itulah yang terbaik bagi bangsa ini. Menutup pembicaraannya dia mengatakan,

"Kita justeru akan terkejut dan tercengang bila pasca putusan MK itu nanti muncul lagi pertunjukan-pertunjukan politik baru dan narasi-narasi politik baru yang membuat gegap-gempita politik baru yang mencerminkan ketidak-dewasaan atau kekanak-kanakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kehidupan berdemokrasi dan berkonstitusi."

Ketidakdewasaan berpolitiklah yang membuat negeri ini penuh dengan gegap gempita politik, sesuatu yang sebetulnya biasa-biasa saja dinarasikan seakan-akan luar biasa, sesuatu yang sebetulnya bisa diterima dengan mudah, menjadi dipersulit hanya karena kepent politik.

Padahal rakyat sangat berharap kepada para elit politik, agar mampu membawa bangsa dan negara ini menuju masyarakat yang Sejahtera dengan penuh keberadaban. Tapi ketika elit politik tidak memperlihatkan keberadaban yang baik, maka pupus harapan tersebut.

***