Membersihkan dengan Sapu yang Kotor

Merendahkan kredibiltas MK, terus dengan sombong ia menganggap Jokowi sebagai Rezim yang korup, padahal reputasinya saat menjabat Wakil Ketua KPK tidaklah cemerlang.

Selasa, 28 Mei 2019 | 14:21 WIB
0
1191
Membersihkan dengan Sapu yang Kotor
Foto: Kompas.com

Kalau kecurangan Pemilu itu diibaratkan Korupsi Politik, maka harus dibersihkan juga dengan sapu yang bersih. Artinya Tim hukum yang dilibatkan untuk memberantas korupsi politik tersebut, haruslah mereka yang mempunyai track record yang baik, tidak pernah cacat saat menjalankan profesinya.

BPN Prabowo-Sandi baru saja mendaftarkan gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK), yang ditunjuk sebagai Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi adalah, Bambang Wijayanto (BW). Sebagaimana kita ketahui BW adalah juga Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta.

Baca Juga: Sosok Bambang Widjojanto dan Pemilu Terburuk

Selain BW ada juga Denny Indrayana, yang seorang aktivis dan akademisi Indonesia yang pernah menjadi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Denny juga pernah menjadi Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, dan beberapa pakar hukum yang termasuk dalam Tim hukum Prabowo-Sandi.

Alasan Prabowo – Sandi memilih Bambang Widjojanto dan mantan Wamenkumham Denny Indrayana menjadi tim kuasa hukum duet calon presiden dan calon wakil presiden dari Koalisi Indonesia Adil dan Makmur itu, karena keduanya dianggap pejuang pemberantasan korupsi, dan Prabowo hendak melawan korupsi politik.

Patut disambut dengan baik niat Prabowo-Sandi menggugat sengketa hasil Pemilu ke MK, meskipun sebelumnya menolak dengan tegas untuk ke MK, karena lebih memilih untuk berjuang dijalanan bersama pendukungnya, lewat perjuangan Kedaulatan rakyat.

Namun pertanyaanya, apakah sudah tepat memilih BW dan Denny serta kawan-kawan.? Memang BW dikenal selalu berhasil dalam bertarung di MK, namun jangan dilupakan juga bahwa BW mempunyai track record yang kurang bagus, begitu juga Denny Indrayana.

Reputasi Tim lawan yang akan dihadapi di MK juga patut diperhitungkan. Siapa yang tidak kenal Yusril Ihza Mahendra, yang pada Pilpres 2014 juga merupakan kuasa hukum Prabowo-Hatta saat menggugat di MK. Meskipun saat itu Prabowo-Hatta kalah diperadilan MK.

Tapi secara track record Yusril tergolong bersih dari berbagai kasus hukum. Memang persoalannya bukanlah pada track record masing-masing kuasa hukum, tapi lebih kepada kelengkapan alat bukti, namun rekan jejak tersebut mencerminkan integritas keprofesian masing-masing kuasa hukum.

Ironinya belum apa-apa BW sudah merendahkan martabat MK dengan menyebut MK sebagai Mahkamah Kalkulator, juga mencurigai  MK sebagai bagian  dari Rezim yang korup. Belum kerja saja BW sudah mewarisi kesombongan kubu Prabowo, gimana kalau sudah bekerja ya.

Memang tidak Salah kalau dikatakan, manusia itu didunia sudah disatukan dengan golongannya masing-masing, seperti halnya BW disatukan dengan kelompok Prabowo-Sandi, dan memang klop, senang sesumbar didepan, setelah itu marah dan kecewa pada akhirnya.

Semoga saja BW tidak membuat Prabowo kecewa nantinya, karena diawal sudah sangat meyakinkan, meskipun banyak Pakar hukum meragukan gugatan yang diajukan Bw, karena dianggap gugatan tersebut tidak substansial, tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan, terkait sengketa hasil Pilpres.

Bisa dibayangkan, sejak awal sudah merendahkan kredibiltas MK, terus dengan sombongnya BW pun menganggap Rezim Jokowi sebagai Rezim yang korup, padahal reputasi BW sendiri saat sebagai Wakil Ketua KPK tidaklah juga cemerlang. Dan bagaimana nantinya kalau kalah di MK hanya dikarenakan alat bukti yang diajukan tidak sesuai dengan kebutuhan.?

Entahlah saya selalu ragu dengan kemampuan orang-orang yang omong besar, karena pada kenyataannya orang-orang yang pintar dan kinerjanya bagus itu tidak banyak omong. Yang banyak omong cenderung sombong, yang sombong cenderung takabur, yang takabur tidak disukai Tuhan, makanya yang seperti seringkali kalah dengan menyakitkan.

**