Dia yang Teruji di Setiap Pesta Demokrasi

Kalau bukan karena kepercayaan terhadap KPU, mustahil pemilu bisa dijalankan dengan baik dan mendapatkan penerimaan yang baik atas hasil yang nanti dikeluarkan.

Minggu, 21 April 2019 | 10:41 WIB
0
384
Dia yang Teruji di Setiap Pesta Demokrasi
KPU (Foto: Kantoralamat.net)

Di hari-hari menjelang dan pasca pemungutan suara di Pemilu 2019 gelombang hoaks makin tinggi. Dari pasangan calon hingga KPU jadi bulan-bulanan terbesar.

Kasus fitnah ditemukannya tujuh kontainer berisi surat sura tercoblos, polemik soal bahan kotak suara yang dari kardus, tuduhan manipulasi data komputer atas hasil pemungutan suara hingga kasus surat suara tercoblos di Selangor sangat mengganggu kepercayaan publik pada KPU.

Padahal, staf KPU di pusat, daerah hingga relawan KPPS sedang bekerja lembur siang dan malam untuk menjamin kelancaran pesta rakyat yang akan menentukan pemimpin serta wakil rakyat kita lima tahun ke depan ini.

Memang, tudingan terhadap KPU sudah jadi makanan setiap pemilu digelar. Pihak-pihak yang kalah seringkali melangkan tudingan bahkan melakukan gugatan hingga ke MK dengan sasaran lembaga KPU. Tapi, itu biasanya terjadi di masa setelah pemungutan suara dimana angka hasil sudah dipegang.

Hari ini kondisinya lebih berat untuk diterima lembaga independen ini. Sejak masa kampanye saja proses delegitimasi KPU sudah terjadi. KPU kerapkali dituduh bermain secara tidak fair dan memihak petahana.

Bulan Januari 2019 lalu adalah fitnah terbesar bagi lembaga ini di mana seorang buzzer menyebarkan isu ditemukannya 7 kontainer berisi surat suara yang sudah tercoblos pada gambar paslon nomor 01. Lagi-lagi negara Cina yang jadi kambing hitam karena difitnah sebagai negara asal ketujuh kontainer itu.

Kerja kepolisian RI yang sigap akhirnya berhasil menangkap pelaku fitnah yang berjumlah 4 orang. Kasus ini masih bergulir kini dan sudah diserahkan berkasnya ke Jaksa Penuntut Umum.

Masih teringat di 2009 lalu kubu Megawati-Prabowo menggugat ke MK atas hasil pemilu yang menetapkan suara kubu ini di angka 34%. Tak hanya itu, Kubu Jusuf Kalla-Wiranto juga melaporkan indikasi kecurangan terhadap kemenangan SBY dalam satu putaran tersebut. Mereka meminta pemilu digelar ulang di 25 propinsi.

Usaha Mega-Prabowo dan JK-Wiranto dalam menggugat di MK tersebut pun harus kandas dengan kekalahan di meja persidangan. Di tahun 2004 KPU bahkan digugat 1 trilyun rupiah oleh tim advokasi pemilu atas tuduhan tindakan melawan hukum dengan tidak memberikan hak pilih kepada 6 orang klien mereka.

Di tahun 2004 juga kubu Wiranto-Wahid menggugat KPU yang juga berakhir dengan kekalahan karena gugatan tidak disertakan dasar-dasar yang kuat.

Tak heran jika ketua KPU selalu bisa menghadapi gugatan dan tudingan yang dilayangkan ke mereka karena hal itu sudah jadi ritme di setiap gelaran pemilu di Indonesia. Di mana ada kekecewaan dan kepanikan, selalu ada pihak lain yang disalahkan. Sebut saja isu soal kotak suara dari bahan kardus tebal yang sebenarnya sudah digunakan untuk pemilu di banyak negara.

Selain itu, kotak suara jenis ini juga sudah digunakan di pilkada beberapa waktu lalu. Namun, tetap saja isu kotak suara kardus ini viral hingga ke rakyat kecil.

Citra KPU yang baik bahkan digerus oleh isu ini. KPU dicitrakan seolah kurang serius menggarap pemilu. Dan tuduhan yang terburuk adalah tuduhan kotak suara yang dipersiapkan untuk memuluskan kecurangan.

Delegitimasi KPU hingga di menit-menit terakhir ini sayangnya punya andil terhadap peluang sikap golput yang diambil oleh pemilih. Beberapa lembaga survey memprediksi indikasi tingginya gelombang golput di pemilu kali ini.

Lembaga Survey Indikator merilis jumlah angka golput kali ini meningkat hingga 20 persen. Bahkan, mereka yang memilih golput tidak segan untuk secara terang-terangan mengajak pihak lain untuk ikut memilih golput. Pemilu adalah pesta rakyat dimana rakyat berdaulat sepenuhnya.

Sudah semestinya rakyat yang memegang kendali suara memiliki kemampuan yang baik untuk menalar semua isu yang berkembang. Rakyat harus cerdas bukan sekedar beringas dalam setiap menyerap informasi.

Dana yang digelontorkan negara untuk memilih pemimpin serta wakil rakyat kali ini tidak sedikit, 24,9 trilyun digelontorkan. Dana sebesar ini terlalu mubazir jika diisi dengan pilihan abstain atau golput. Rakyat hanya punya pilihan tentukan mau seperti apa nasib bangsa kita ke depan bukan bersikap apatis tapi kritis di saat krisis.

KPU dalam segala kelebihan dan kekurangannya menjadi satu-satunya pihak penyelenggara pemungutan suara. Kalau bukan karena kepercayaan terhadap KPU, mustahil pemilu bisa dijalankan dengan baik dan mendapatkan penerimaan yang baik atas hasil yang nanti dikeluarkan.

Semoga KPU masih bisa setabah di tahun-tahun yang sebelumnya.

***