Menunda Pidato Kemenangan

Kita berharap dalam lima tahun ke depan Jokowi mendapatkan kesempatan untuk berbuat lebih baik lagi bagi bangsa ini.

Rabu, 17 April 2019 | 23:45 WIB
0
1819
Menunda Pidato Kemenangan
Joko Widodo dan Iriana (Foto: Tribunnews.com)

Pada tanggal 17 April 2019 pukul 17.00, hampir semua hasil lembaga hitung cepat (quick count) memperlihatkan angka bahwa calon Presiden Joko Widodo, yang akrab disapa Jokowi, meraih suara di kisaran 54-55 persen, dan calon Presiden Prabowo Subianto meraih suara di kisaran 44-46 persen. Walaupun suara yang masuk baru sekitar 70 persen, tetapi pergerakannya angkanya sudah stabil sehingga diperkirakan komposisi perolehan suara itu akan tidak banyak berubah lagi.

Pada pukul 17.13, Prabowo Subianto mengadakan jumpa pers. Alih-alih ia mengucapkan selamat kepada calon Presiden Jokowi atau keunggulan suara yang diperoleh, Prabowo mengambil sikap yang sama dengan sikapnya lima tahun lalu. Ia mengabaikan hasil hitung cepat dari semua lembaga hitung cepat yang menunjukkan keunggulan Jokowi, dan menyebut bahwa hasil exit poll yang ada padanya dari 5.000 TPS, dia menang 55,4 persen, dan dari hasil quick poll dia menang 52,2 persen.

Ia juga mengeluhkan hal-hal yang merugikan para pemilihnya. Beruntung di akhir jumpa persnya, Prabowo meminta pendukung dan pemilihnya tidak melakukan tindakan anarki.

Agak aneh mengapa mengabaikan hasil hitung cepat itu. Padahal, Prabowo telah memiliki pengalaman lima tahun lalu bahwa hasil hitung cepat dari satu-satunya lembaga hitung cepat yang mengungguli dirinya keliru. Hasil perhitungan suara KPU tidak jauh berbeda dengan hasil hitung cepat yang dilakukan lembaga-lembaga hitung cepat yang memiliki reputasi dan kredibilitas yang baik.

Kalaupun Prabowo sangat yakin dengan kebenaran hasil exit poll dan quick count yang ada padanya, mengapa tidak menggunakannya sebagai kartu truf. Yakni dengan menyatakan selamat atas keunggulan calon Presiden Jokowi untuk meraih simpatik, dan jika KPU kemudian menyatakan dia yang keluar sebagai pemenang, dia dapat menerimanya secara lebih heboh.

Namun, kelihatannya kemungkinan itu amat sangat kecil, walaupun bukan tidak mungkin terjadi. Mengingat metode quick count itu digunakan di banyak negara, dan beberapa kali sukses digunakan di Indonesia, termasuk Pemilihan Presiden tahun 2014.
Sikap Prabowo itu membuat Jokowi menahan diri. Dalam jumpa persnya pada pukul 17.25, ia meminta agar para pendukung dan pemilihnya menahan diri, dan menunggu hasil pemungutan suara yang dilakukan KPU.

Kita gembira melihat hasil Pemilihan Presiden pada 17 April 2019 ini karena menunjukkan bahwa rakyat Indonesia sudah cukup matang dalam berdemokrasi. Walaupun calon Presiden Jokowi diserang gencar dengan hoax dan ujaran-ujaran kebencian, tetapi rakyat Indonesia tampaknya tidak terpengaruh.

Dalam memberikan suara dalam Pemilihan Presiden pada 17 April 2019 ini rakyat Indonesia benar-benar menggunakan pengetahuan mereka atas apa yang telah dilakukan oleh Presiden Jokowi selama lima tahun memerintah.

Selama lima tahun memerintah, tentunya ada yang merasa diuntungkan oleh kebijakan yang diterapkan oleh Presiden Jokowi, dan ada juga yang merasa dirugikan. Oleh karena itu, wajar saja ada yang suka dan ada yang tidak suka kepadanya. Namun, dengan perolehan suara yang dimilikinya, di kisaran 54-56 persen, itu menunjukkan bahwa sebagian besar rakyat Indonesia dapat menerima atau mengapresiasi kebijakan yang diterapkannya.

Dalam sistem pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat, biasanya petahana akan diuntungkan. Di Indonesia, pemilihan Presiden secara oleh rakyat pertama kali dilangsungkan pada tahun 2004. Waktu itu, Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai Presiden untuk masa lima tahun, dan terpilih kembali untuk kedua kalinya pada tahun 2009.

Namun, jalan Susilo Bambang Yudhoyono untuk terpilih kembali relatif mulus karena selama memerintah untuk lima tahun pertama, ia selalu berupaya menyenangkan semua pihak. Berbeda dengan Jokowi yang tidak takut mengambil kebijakan yang tidak populer. Akibatnya, jalan yang dilalui Jokowi untuk dapat terpilih kembali, terjal dan berliku.

Dengan demikian, walaupun beberapa survei mengungguli dirinya, tetapi tidak ada yang berani memastikan dia akan terpilih lagi hingga pemilihan Presiden berlangsung, dan hasil hitung cepat menyatakan dia unggul.

Kita berharap dalam lima tahun ke depan Jokowi mendapatkan kesempatan untuk berbuat lebih baik lagi bagi bangsa ini. Dan, jika juga sangat berharap ”gangguan-gangguan” terhadap dirinya berkurang, mengingat ia tidak dapat mencalonkan dirinya kembali lima tahun mendatang.

***