Presiden yang Paling Banyak Impor Beras Bukan Jokowi, Tapi...

Sabtu, 16 Februari 2019 | 22:23 WIB
0
4590
Presiden yang Paling Banyak Impor Beras Bukan Jokowi, Tapi...
Ilustrasi beras (Foto: Warta Pilihan)

Ngomong-ngomong soal ekspor impor, kubu petahana kerap dituding tak becus mengurus harga pangan dan dianggap terlalu melonggarkan keran impor. Padahal kenyataannya tidak demikian.

Nah, biar tidak asal nyablak tanpa data yang valid, akhirnya saya pun mencoba berselancar di dunia maya untuk mendapatkan data sebenarnya.

Berikut inilah data-data terbaru Kemendag serta media daring seperti detik.com yang sudah lebih dulu menginformasikan data impor beras berdasarkan kepemimpinan presiden yang menjabat pada masanya.

Presiden Soeharto (5 tahun terakhir rata-rata 1,3 juta ton per tahun)

Soeharto yang dijuluki bapak pembangunan dan mengklaim pemerintahan yang berhasil berswasembada pangan sebetulnya tak bagus-bagus amat dalam rata-rata nilai impor beras per tahunnya.

Seperti kita ketahui, Soeharto menjabat sebagai RI-1 dalam waktu yang cukup lama. Selama 32 tahun seharusnya Indonesia benar-benar sudah tinggal landas.

Faktanya justru Indonesia tergelincir pada jurang krisis pada tahun 1998 sehingga terjadi inflasi harga sembako termasuk bahan pangan lainnya.

Data yang ada menunjukkan bahwa rata-rata impor beras dalam lima tahun terakhir masa jabatan Presiden Soeharto berada di angka 1,3 juta ton pertahun (1993-1998).

Nilai ini menjadi bukti bahwa klaim swasembada beras pun tak murni memenuhi kebutuhan dalam negeri tanpa impor.

Presiden BJ Habibie (rata-rata 2.9 juta ton per tahun)

Masa-masa BJ Habibie memang masa yang amat sulit. Beruntung Indonesia punya presiden yang bisa menangani masa transisi dari Orde Baru hingga ke masa Reformasi dengan mulus.

Meskipun memang harus dibayar dengan harga yang mahal. Impor beras pada masa BJ. Habibie nilainya sekitar 2.9 juta ton per-tahun. Naik, sekitar 44 persen dari masa sebelumnya.

Bisa dipahami jika pada masa BJ Habibie, Indonesia banyak mengimpor beras.

Presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati (1,7 juta ton per tahun)

Pada pemerintahan Gus Dur, kondisi politik pun dianggap tidak terlalu baik. Hingga akhirnya Gus Dur pun dilengserkan sebelum masa jabatannya berakhir.

Jika bercermin pada data yang dipublikasikan detik.com, pada masa pemerintahaan Gus Dur nilai impor beras sekitar 773 ribu per tahun, kemudian dilanjutkan dengan periode Megawati sekitar 1,14 juta ton per tahun (1999-2004).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (1,568 juta ton per tahun)

Harus diakui bahwa pada masa awal pemerintahan SBY selama 5 tahun (2004-2009), nilai impor cukup rendah sekitar 468 ribu ton per tahun.

Namun, SBY pun tak dapat menahan laju impor hingga pada periode kedua melejit menjadi 1,1 juta ton.

Jika dilihat dari periode pemerintahan BJ Habibie sebetulnya angka impor beras semakin menurun. Saya rasa masih cukup wajar sekalipun sesungguhnya masih bisa ditekan lagi pada periode kedua pemerintahan SBY.

Presiden Jokowi (1,08 juta ton per tahun)

Inilah yang menarik. Tuduhan Ekonom Senior yang juga menjadi tim kampanye pemenangan Prabowo-Sandiaga menganggap bahwa kran impor beras paling tinggi terjadi pada masa pemerintahan Presiden Jokowi.

Drajad Wibowo punya angka sendiri dengan rata-rata 1,174 juta ton per tahun.

Angka yang ditunjukkan oleh Drajad Wibowo ini terbantahkan oleh data yang dimiliki oleh Kemendag. Malahan ada data yang sengaja disembunyikan oleh Drajad. Seharusnya jika ingin fair Drajad juga membuka nilai surplus beras RI pada empat tahun ke belakang.

Nilai surplus beras pada tahun 2014 adalah 16,7 juta ton, 2015 nilainya 18,7 juta ton, tahun 2016 meningkat lagi hingga 20,1 juta ton dan tahun 2017 menurun 17,3 juta ton sementara pada tahun 2018 hanya 2.9 juta ton.

Dengan angka tersebut bisa dipahami jika kran impor beras tahun 2018 dibuka hingga 2,14 juta ton per tahun untuk memenuhi kebutuhan nasional sendiri.

Jika ingin adil menilai siapa presiden yang paling banyak impornya, data tersebut sudah berbicara cukup banyak.

Lagipula perbandingan data ini variabelnya tidak sama terkait dengan masa pemerintahan. Contohnya Gus Dur dan Megawati berbagi masa pemerintahan selama 5 tahun. Sementara SBY cukup panjang hingga 10 tahun dan Jokowi baru menjabat selama 4 tahun.

Yang perlu diketahui juga bahwa nilai inflasi bahan makanan dari tahun 2014 hingga tahun 2017 terus menurun. Tahun 2014 nilai inflasi bahan makan mencapai 10,57 persen, tahun 2015 4,93 persen, 2016 5,69 persen dan pertama dalam sejarah tahun 2017 nilainya mencapai 1,26 persen.

Kesimpulannya jika ingin membandingkan pencapaian pangan antar presiden jangan sampai kufur nikmat dan kerap kali menyebarkan hoaks. Apalagi mengungkapkan data-data hanya demi menyerang sesaat tanpa data yang akurat. Sudah ketahuan sih, tujuannya hanya menyebarkan ketakutan dan memancing keresahan masyarakat.

Hingga saat ini Kementan sendiri sudah melakukan perang terhadap para mafia pangan. Seperti yang dilakukan oleh Susi Pudjiastuti dalam memerangi mafia perikanan.

Hingga November 2018 saja Kementan sudah memasukkan 15 perusahaan dalam daftar hitam. Ini artinya Pemerintah Jokowi melalui Menteri Pertanian Arman Sulaiman serius berjihad melawan para mafia-mafia kerah putih.

Sembari mengingatkan untuk melawan lupa tentang suap impor sapi, muaranya dari mana?

***