Nasdem Harus Menarik Menteri Dari Kabinet Jokowi

Dari rekam jejak digital sudah bertumpuk bukti bahwa Anies adalah ‘rival dari Jokowi’ dilihat dari sisi manapun.

Senin, 17 Oktober 2022 | 13:24 WIB
0
85
Nasdem Harus Menarik Menteri Dari Kabinet Jokowi
Anies Baswedan dan Surya Paloh (Foto: Facebook.com)

Ditariknya Zulfan Lindan dari pengurusan DPP Nasdem dan dilarangnya Zulfan Lindan untuk berkomentar atas nama Nasdem setelah statemen Zulfan Lindan di sebuah konten Youtube ‘Total Politik’ tentang “Anies adalah antitesa Jokowi” merupakan kemunafikan dari Partai Nasdem sendiri.

Apa yang dilakukan Nasdem membuktikan Partai ini mau enaknya sendiri tanpa mau menanggung sebuah konsekuensi dari sikap politik. Di satu sisi menikmati masa berkuasa pemerintahan Jokowi, di sisi lain mau ambil keuntungan dari oposisi dengan mengambil ceruk massa oposisi seraya bertaruh calon dari oposisi memenangkan Pemilu 2024. 

Dalam kaidah etika dan fatsoen politik apa yang dilakukan sangat diluar nalar. Karena politik mengenal diktum “Siapa Lawan, Siapa Kawan” dalam kondisi apapun. Diktum inilah yang tidak dipegang Nasdem karena karakter ‘mau enaknya saja’ dengan alasan-alasan yang dibikin-bikin mereka merasa harus bersama Jokowi setelah terang-terangan melawan Jokowi dengan menaikkan Anies Baswedan sebagai kandidat Capres 2024, padahal seluruh rakyat Indonesia tahu bahwa Anies Baswedan adalah rival dari Jokowi. Ini berbeda misalnya dengan Prabowo, rivalitas Prabowo dengan Jokowi dianggap selesai setelah Prabowo masuk kabinet Jokowi pada 2019. Sementara Anies Baswedan yang masuk ke DKI Jakarta dengan menghantam Ahok tanpa ampun sampai dimasukkan ke penjara.

Lalu kelompok yang dibangun Anies Baswedan dengan memperkuat sel-sel politik yang anti Jokowi lewat bangunan komunikasi politik dari akar rumput sampai pergerakan elite politiknya membentuk sikap yang selalu berlawanan dengan Jokowi. Hal inilah yang terus dijaga Anies Baswedan dengan menjadi ‘Antitesa’ Jokowi ia menemukan kekuatan politik sesungguhnya.

Kelebihan ini juga yang dibaca Nasdem sehingga Partai Nasdem yang dari tingkah laku politiknya di masa lalu gemar membajak orang dari Partai lain, kini mengambil Anies sebagai jago-nya untuk 2024. Tingkah laku ini sah-sah saja dari sisi strategi politik tapi menjadi amoral secara penempatan ‘dukungan politik pada pemerintahan’ karena masih di dalam kekuatan pemerintah sementara mengambil keuntungan dari lawan politik yang selalu mendiskreditkan pemerintah. 

Bila Nasdem dibiarkan masih di dalam pemerintahan Jokowi sementara strategi utamanya mengangkat Anies Baswedan yang notabene rival dari Jokowi akan menjadi bahaya karena bisa saja Menteri-menteri dari Nasdem juga ‘orang Nasdem’ di Pemerintahan seperti di BUMN melakukan intrik politik demi keuntungan Anies Baswedan semasa berlangsungnya sisa masa jabatan Jokowi.

Bila ini terjadi maka pemerintahan bisa menjadi ‘fraud’ dan akan timbul kekacauan politik inilah yang membahayakan negara. Pembersihan politik dari unsur rivalitas lawan politik penting mengingat diktum politik paling penting dalam politik “Siapa Lawan, Siapa Kawan”. 

Apalagi kepentingan politik Jokowi bukan saja kepentingan di masa pemerintahannya berkuasa tapi juga kepentingan setelah dia tidak berkuasa yaitu memastikan adanya ‘kontinuitas agenda negara’ seperti komitmen Pembangunan Infrastruktur, Kelanjutan Ibukota Negara Baru sampai Pembentukan jaringan ekonomi baru di wilayah-wilayah yang selama ini tertinggal akan terancam berhenti bila Anies Baswedan berkuasa di 2024. 

Dari sisi Narasi politik Anies Baswedan selalu menyerang Jokowi yang dianggapnya membangun negara tanpa konsep, bekerja tanpa berpikir dan narasi-narasi lainnya yang selalu dianggap bertentangan dengan gaya Jokowi. Dari sisi pembenahan Jakarta saja Anies Baswedan melakukan apapun asal berbeda dengan Jokowi. Ketidakberesan melanjutkan agenda pembenahan banjir yang proyek besarnya dimulai Jokowi dan dilanjutkan Ahok oleh Anies Baswedan proyek itu sengaja dihentikan dengan alasan humanis menghindari penggusuran dengan narasi “Naturalisasi” yang ternyata sebuah bahasa untuk mendefinisikan “Tidak melakukan apa-apa”, kemudian hal ini menjadi bencana banjir di masa akhir masa jabatannya dan menimbulkan 3 korban tewas di Jakarta.

Anies Baswedan selalu mengambil keuntungan politiknya dari sikap ‘antitesa Jokowi’ dan anda tahu apa artinya antitesa dari “kerja, kerja, kerja” yang merupakan jargon Jokowi, yaitu “Nothing to do” tidak melakukan apa-apa dan anehnya sikap antitesa Anies ‘tidak melakukan apa-apa’ sejalan dengan apa yang dilakukan SBY pada masa sebelum Jokowi yaitu “Nyaris tidak melakukan apa-apa” bedanya SBY melakukan hal ini agar semua pihak senang, maka Anies melakukan sikap nothing to do agar massa akar rumput anti Jokowi senang. 

Dari rekam jejak digital sudah bertumpuk bukti bahwa Anies adalah ‘rival dari Jokowi’ dilihat dari sisi manapun. Inilah yang membahayakan bagi stabilitas pemerintah bila mempertahankan Nasdem yang kini jadi sponsor Anies, tetap bercokol di Pemerintahan. Bisa kacau nanti irama kerja kabinet akibat adanya intrik demi elektoral politik.

Anton DH Nugrahanto