Aksi demo yang berujung tindakan anarkis yang turut melibatkan banyak pelajar dinilai menyulitkan masyarakat. Selain memicu merusak fasilitas umum, demonstrasi anarkis juga menghambat transportasi dan mengganggu kepentingan masyarakat luas. Instansi pendidikan dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) diminta untuk lebih aktif dalam mengawasi siswanya.
Akhir-akhir ini kita seringkali disuguhi aksi demonstrasi. Aksi yang dinilai sebagai salah satu bentuk penyuaraan aspirasi rakyat ini, sangat familiar dengan banyak orang. Demonstrasi ialah aksi unjuk rasa yang terdiri dari sejumlah orang, kelompok, komunitas hingga aliansi yang bertujuan sama guna menyampaikan pendapatnya. Bisa pula menyampaikan pro dan kontra terkait suatu hal yang terjadi di dalam negara.
Sejatinya hal ini ialah suatu bentuk penyampaian suara yang cukup atraktif. Mahasiswa maupun pelajar turun ke jalan, lengkap dengan beragam atribut guna mendukung aksi mereka. Ada pula yang meneriakkan yel-yel, bahkan kalimat meme lucu dengan maksud menyindir.
Namun, tak ayal bentrok mewarnai aksi penyuaraan aspirasi ini. Banyak korban, sesak napas, kelelahan hingga berdarah-darah kerap kali menghiasi peristiwa turun ke jalan. Demi apa? Demi negara, solidaritas, kesejahteraan juga demi yang lain.
Sayangnya, hal itu seringkali ternodai dengan tindakan berujung anarkisme. Demonstrasi yang pada awal berjalan baik, rapi serta aman jadi tak terkendali. Perusakan fasilitas umum, ruko hingga rumah-rumah warga ikut menjadi sasaran. Ujung-ujungnya, aparat diterjunkan, bentrok berurutan hingga menelan korban, sayang sekali bukan?
Sama pada insiden yang terjadi di wilayah Makassar, tepatnya di gedung DPRD Sulsel. Aksi yang didominasi pelajar juga mahasiswa ini ditengarai menunjukkan aksisnya sebagai bentuk penolakan terhadap UU KPK hasil revisi serta RKUHP. Mirisnya, lagi-lagi aksi ini berujung bentrok, dan berakhir dengan pengamanan sejumlah peserta demo. Menurut dari berbagai sumber, tak hanya mahasiswa saja namun ada pula ratusan pelajar yang turut diamankan.
Di wilayah Medan, disebutkan terdapat sejumlah pelajar kedapatan membawa barang berbahaya di dalam tas mereka. Yakni, dua bom molotov, sesuai pernyataan AKBP Sonny Siregar, selaku Kasat Sabhara Polrestabes Medan.
Di tempat lain, seperti Pamekasan salah satu pelajar SMP mengaku jika tak mengerti soal arti kata revolusi. Meskipun, dirinya ikut meneriakkan kata-kata tersebut di depan DPDRD Pamekasan bersama ribuan mahasiswa lainnya. Pelajar SMP tersebut juga menyatakan jika dia tidak takut jika sang guru akan memberikan sanksi karena ikut bergabung ke dalam aksi demonstrasi.
Kabar yang sama juga datang dari Cianjur, ratusan pelajar SMK di Cianjur provinsi Jawa Barat ini diamankan di Mapolres Cianjur.
Mereka terjaring saat hendak berangkat ke Jakarta guna mengikuti aksi demonstrasi. Kenyataan ini membuat Dinas Pendidikan, utamanya sekolah mendapatkan kritik terkait akan pelajarnya yang terlibat dalam aksi mahasiswa tersebut.
Salah satunya ialah dari KPAI (Komnas Perlindungan Anak Indonesia). KPAI berharap jika Kemendikbud akan membuat edaran secara tegas untuk meminta kepada kepala Dinas Pendidikan agar segera mengantisipasi aksi massa ini. Sehingga kepala sekolah bisa diperintahkan untuk menindaklanjuti.
Menurut Dr. Drajat Tri Kartono M.Si, membludaknya pelajar berseragam, bahkan sampai sekolah dasar juga ikut berdemo, dapat disebabkan juga karena dorongan untuk membuktikan eksistensi diri. Terlebih demo mahasiswa yang kental dengan tindakan kritis sebagai gerakan mahasiswa, juga yang lagi viral di media sosial dianggap akan mampu menjadi panggung pembuktian diri bagi para pelajar ini. Menurutnya, tindak anarkisme para pelajar saat berunjuk rasa ini malah mengindikasikan adanya kelemahan didalam tatanan pendidikan.
Drajat juga menambahkan, bahwa pihak sekolah seharusnya menjadi bagian yang paling bertanggung jawab atas tindakan anarkis yang mana telah dilakukan oleh para pelajar tersebut saat berunjuk rasa. T
Kementerian dan sekolah ini tidaklah cukup hanya melarang ataupun mengimbau. Namun, harus menyediakan pendidikan berdemokrasi sejak dini. Yang mana nantinya para pelajar ini mampu menyalurkan hak politik dengan baik, benar, dan damai. Khususnya saat terjadi silang pendapat dengan pihak negara.
Dengan menerapkan pengajaran tentang bagaimana cara menyampaikan pendapat tanpa kekerasan inilah nantinya pelajar akan bisa menghargai perbedaan serta kekritisan, yang juga perlu digagas ke depannya.
Menjadi agen of change tentunya tidaklah salah, namun dalam kasus ini pastilah menyulitkan pihak masyarakat juga. Karena demo yang mana mengikutsertakan sebagian hingga banyak pelajar akan dinilai sebagai suatu provokasi dan pelanggaran.
Mengingat, pelajar-pelajar ini belum saatnya turun ke jalan ikut dalam aksi penyuaraan aspirasi. Maka dari itu, sadar diri serta mampu memilah-milah hal positif manakah yang perlu kita ikuti adalah keharusan. Pun menghindari segala bentuk tindakan negatif, termasuk demonstrasi berujung anarkis semacam ini.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews