Semua diformulasikan para pendiri bangsa agar kehidupan negara bisa menampung segala keragaman dalam kesetaraan, agar potensi bisa dikerahkan demi perwujudan cita-cita nasional.
Persatuan Kebangsaan: Loyalty
Sila persatuan (kebangsaan) mencerminkan nilai “loyalty” (kesetiaan terhadap ruang hidup/tanah-air, bersama tradisi dan konsensus bersamanya). Bahwa komunitas moral memerlukan kesadaran bersama untuk merawat “rumah” bersama, dimana kebebasan individu dan partikularitas lainnya jangan sampai menghancurkan tatanan tradisi dan konsensus yang menjaga harmoni dalam kebersamaan.
Sila ketiga meyakini bahwa dalam ada bersama, manusia sebagai makhluk sosial memerlukan ruang hidup yang konkrit dan pergaulan hidup dalam realitas kemajemukan. Cara menghidupkan komunitas moral dengan cara meleburkan kepentingan pribadi/golongan ke dalam kepentingan secara keseluruhan masyarakat bangsa yang mendiami tanah-air sebagai geopolitik bersama itulah manusia mengembangkan rasa kebangsaan.
Dalam kaitan ini, cinta negeri (amore patria) merupakan basis moralitas yang penting. Patriotisme berarti menempatkan kemaslahatan umum (bene commune) diatas kepentingan lainnya dan dipandang sebagai kesalehan puncak. Melalui cinta negeri tergalilah kekuatan semua komponen bangsa untuk mengambil keputusan berat mengorbankan semua demi kepentingan
semua.
Kerakyatan: Authority
Bahwa komunitas moral memerlukan respek terhadap otoritas yang menjadi pusat kedaulatan dan keteraturan dalam kehidupan publik. Pengalaman historis yang berbeda, serta karakteristik sosial-budaya yang berbeda memberi perbedaan (variasi) tipe-tipe ororitas di antara berbagai negara-bangsa.
Sila keempat meyakini bahwa dalam mengembangkan kehidupan bersama, cara mengambil keputusan yang menyangkut masalah bersama ditempuh dengan semangat cinta kasih. Ukuran utama dari cinta adalah saling menghormati. Cara menghormati manusia dengan memandangnya sebagai subyek yang berdaulat, bukan obyek manipulasi, eksploitisasi dan eksklusi, itulah yang disebut demokrasi dalam arti sejati.
Dalam institusionalisasinya, pengembangan otoritas ini diarahkan untuk menjadi bangsa yang berdaulat dalam politik, melalui cita kerakyatan, cita permusyawaratan dan cita hikmat kebijaksanaan dalam suatu rancang bangun institusi-insitusi demokrasi yang dapat memperkuat persatuan (negara persatuan) dan keadilan sosial.
Keadilan Sosial: Fairness
Komunitas moral menghendaki nilai “fairness” (keadian dan kepantasan). Kohesi sosial memerlukan konsepsi keadilan bersama (a shared conception of justice) yang memberi harapan tentang kesejahteraan bersama (social welfare). Sistem produksi, distribusi dan konsumsi yang tidak berkeadilan akan melahirkan berbagai bentuk kesenjangan sosial yang bisa melemahkan kohesi sosial.
Sila kelima meyakini bahwa keberadaan manusia adalah roh yang menjasmani. Secara jasmaniah, manusia memerlukan papan, sandang, pangan, dan pelbagai kebutuhan material lainnya. Perwujudan khusus kemanusiaan melalui cara mencintai sesama manusia dengan berbagi kebutuhan jasmaniah secara fair itulah yang disebut dengan keadilan sosial (Driyarkara, 2006: 831-865).
Keutamaan Gotong-Royong
Moral ketuhanan (sanctity), kemanusiaan (care and liberty), persatuan kebangsaan (loyalty), kerakyatan (authority), dan keadilan sosial (fairness) itu secara horisontal bisa diikat oleh satu nilai “suci” juga, bernama nilai “gotong-royong”. Dengan kata lain, secara vertikal, nilai suci kita bernama “Ketuhanan”, sedang secara horisontal bernama “gotong-royong”.
Bahwa proses peleburan aneka kelompok dengan konflik kepentingan ke dalam kuali kebangsaan kewargaan ini dimungkinkan oleh semangat gotong-royong. Semangat gotong-royong itu adalah semangat kooperatif, kolaboratif: “satu untuk semua, semua untuk satu”; senasib-sepenanggungan, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing; bukan yang satu untung, yang lain buntung.
Dengan demikian, semangat gotong-royong menempatkan sila-sila Pancasila sebagai “kaidah emas” (golden rule) dalam kehidupan bangsa yang majemuk. Inti dari kaidah emas adalah menghindari berbuat sesuatu kepada orang lain yang diri sendiri tak suka diperlakukan seperti itu serta mencintai sesama seperti mencitai diri sendiri. Dalam kearifan Sunda, semangat gotong-royong itu tersimpul dalam petitih, “silih asih, silih asah, silih asuh”. Dalam ajaran Islam tersimpul dalam semangat “rahmatan lilalamin” (kasih sayang bagi seru sekalian alam).
Jalan Tengah Bhinneka Tunggal Ika
Kegotong-royongan Pancasila menghendaki sosiabilitas kebangsaan yang dapat mengatasi kecenderungan individualistik (individualisme) dan ultrasosiosentrik (totalitarianisme). Di dalam masyarakat yang supermajemuk, terlalu menekankan individualisme dan perbedaan menyulitkan integrasi nasional. Tetapi, mematikan aspirasi kedirian dan perbedaan oleh aspirasi totalitarianisme (kanan dan kiri) bisa membunuh kekayaan potensi dan kreativitas.
Jalan tengah Pancasila memilih kearifan “Bhinneka Tunggal Ika”: mengakui keragaman/perbedaan seraya berusaha mencari persamaan/persatuan. Dalam pergaulan “antar-individu” di wilayah privat (keluarga) dan komunitas (etnis, agama, dan golongan masyarakat), masing-masing perseorangan dan golongan masih bisa mengembangkan partikularitas moral-ideologinya masing-masing. Namun, dalam pergaulan “antar-sosial” dalam wilayah publik-kenegaraan, segala perseorangan dan golongan itu harus menganut moral-ideologi Pancasila sebagai titik temu.
Namun demikian, harus segera diingatkan bahwa meskipun antara wilayah privat, komunitas, dan publik itu bisa dibedakan secara ketegoris, dalam realitas hidup tidak selalu bisa dipisahkan. Berbeda dengan paham individualisme yang menarik garis demarkasi yang ketat antara “the public self” (yang melibatkan relasi sosial yang bisa diobservasi) dengan “private self” (yang tidak bisa diakses oleh yang lain), menurut ideologi Pancasila ketiga wilayah itu tidak sepenuhnya terpisah.
Meski demikian, berbeda pula dengan paham kolektivisme totalitarian, yang bisa semena-mena mengintervensi wilayah privat. Ideologi Pancasila memandang bahwa sumber-sumber moral privat dan komunitas (agama, kearifan lokal, dan lain-lain) dapat melakukan pengisian dan dukungan terhadap perumusan Pancasila sebagai moral publik. Di sisi lain, meski Pancasila tidak bermaksud mengintervensi pengembangan moral privat dan komunitas, namun bisa mencegah secara hikmat-bijaksana pengembangan moral privat dan komunitas yang dapat membahayakan kehidupan publik.
Semua itu diformulasikan oleh para pendiri bangsa agar kehidupan negara ini bisa menampung segala keragaman dalam kesetaraan, agar semua potensi bisa dikerahkan demi perwujudan cita-cita nasional.
Untuk itu, dalam semangat menjelang Idul Fitri, marilah kita eratkan kembali tali silaturahim, untuk menguatkan simpul-simpul kebangsaan dengan sungguh-sungguh menjalankan prinsip-prinsip Pancasila secara konsisten, demi mewujudkan impian kebahagiaan hidup bersama.
(Selesai)
Yudi Latif, Cendekiawan
Tulisan telah dimuat di Media Indonesia, 31 Mei 2019
***
Tulisan sebelumnya: Pancasila sebagai Titik Temu [1] Pahami 6 Nilai Inti Moral Publik
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews