Bukan Soal Beda Pilihan, tapi Etika Zaky yang Bikin Eneg

Minggu, 17 Februari 2019 | 06:01 WIB
0
468
Bukan Soal Beda Pilihan, tapi Etika Zaky yang Bikin Eneg
Ahmad Zaky dan Presiden Joko Widodo (Foto: Kumparan.com)

Pada ujungnya adalah soal etika. Bukan cuma soal boikot-boikotan.

Bukalapak adalah salah satu unicorn Indonesia. Selain Bukalapak, kita juga punya Tokopedia yang asli milik anak negeri. Unicorn disini maksudnya perusahaan start-up yang valuasinya di atas 1 milyar dolar AS.

Jadi begini. Presiden Jokowi kita tahu, memberi dukungan luar biasa pada karya anak bangsa. Ia mendorong perusahaan-perusahaan start-up untuk tumbuh dan berkembang. Pemerintah bahkan membentuk tim khusus untuk mendorong beberapa start-up lagi untuk tumbuh menjadi unicorn baru.

Kepada Bukalapak perhatian Jokowi gak kalah. Ini ditunjukan Presiden hadir di acara ulang tahun BL. Suatu kegiatan yang jarang dilakukan Jokowi untuk menghadiri acara perusahaan milik konglomerat sekalipun. Saat acara itu, tentu saja, CEO BL Achmad Zaky bisa bicara banyak dengan Presiden.

Gak cuma datang, Jokowi juga meng-endorse Bukalapak di akun media sosialnya. Betapa beruntungnya Bukalapak mendapat perhatian besar dan tulus dari seorang kepala negara.

Sebelumnya pertemuan Zaky dan Presiden beberapa kali terjadi. Bersama bos start-up lain Zaky punya banyak kesempatan melontarkan masukan dan gagasan.

Orang yang pernah berjumpa dengan Presiden Jokowi pasti tahu, ruang komunikasi gak susah. Jokowi bukan tipe Presiden yang banyak ngomong. Dia selalu memberi waktu orang lain untuk bicara. Dia selalu membuka diri untuk masukan.

Apalagi jika datang dari pengusaha seperti Zaky.

Bukan hanya Zaky. Diajeng Lestari, pendiri Hijup.com, juga baru saja diterima diterima Jokowi di istana negara. Diajeng pasti merasakan bagaimana besarnya perhatian Presiden pada bisnis anak-anak muda. Diajeng adalah istri Achmad Zaky.

Jadi kepada bisnis yang digeluti Zaky dan keluarga, Jokowi memang memberi support luar biasa. Dukungan dari seorang Presiden dinikmati Zaky dan kekuarga yang menjadikannya kini kaya raya.

Lalu apa balasan Zaky?

Baru saja dia menulis di twitter sebuah kritik, tapi kedengarannya lebih mirip cacian. Dia menyebut Pemerintah Jokowi 'omong kosong'. Omong kosong artinya pembohong. Mirip gaya bermedsos anak PKS saat kendiskreditkan Jokowi.

Zaky mengutip data tahun 2010 mengenai dana R&D Indonesia. Berdasarkan data usang itulah dia menuding pemerintah Jokowi omong kosong. Kqlau soal memelintir data, kayaknya Zaky meniru cara Prabowo atau Sandi.

Lalu di bagian bawah twitnya dia berharap ada Presiden baru.

Hohohohoho... Luar biasa bukan?

Begini. Indonesia memang negara demokratis. Setiap orang bisa mengungkapkan dukungan politiknya secara terbuka. Itu gak masalah.

Bahkan setiap orang bisa mengkritik Presiden kapan saja. Itu biasa. Kita menikmati berkah demokrasi.

Jika bos Bukalapak Achmad Zaky ingin memberi dukungan terbuka pada Prabowo, itu juga syah. Begitupun jika ia ingin memberikan kritik. Tapi kritik pedas sampai bilang pemerintah omong kosong berdasarkan data palsu, justru ketika Jokowi telah memberi perhatian besar pada Bukalapak, rasa-rasanya lebih berkesan sebagai orang yang gak tahu terimakasih.

Zaky bisa saja mengkritik saat bertemu lamgsung dengan Presiden. Atau jika ia lupa, ia bisa menitipkan kritik itu kepada istrinya yang juga baru diterima di istana negara. Itu yang disebut orang dengan etika.

Tapi gak begitu akhlak Zaky. Ia lebih memilih teriak-teriak di medsos. Mencaci pemerintah dengan sebutan 'omong kosong'. Dan dia berharap ada presiden baru. Kampanye terbuka yang justru menantang Jokowi.

Setelah perhatian Presiden selama ini, Zaky membalasnya dengan berkata, 'Lu tuh omong kosong. Gue mau presiden baru. Ape lu, ape lu!'

Itulah perilaku seorang Zaky.

Itu juga yang membuat banyak orang geram. Kekurangajaran yang telanjang dipertontonkan bos Bukalapak. Jika kemudian ada seruan uninstall Bukalapak, saya rasa wajar. Zaky bebas menyatakan harapannya pada presiden baru. Orang juga bebas mau install atau uninstall Bukalapak. Terserah.

Saya sendiri langsung uninstall bukan karena berbeda pilihan politik. Tapi kekurangajaran dan gak tahu rasa terimakasih itu yang bikin saya muak. Orang begini gak pantas saya pakai produknya.

Toh, masih ada aplikasi lain yang bisa digunakan.

***