Sebenarnya, saya agak geli ketika mendengar Wakil Ketua DPR RI yang juga Wakil Ketua Partai Gerindra Fadli Zon menyampaikan permintaan maaf kepada Kedutaan Besar Rusia atas apa yang diucapkan Presiden Inkumben Jokowi mengenai istilah Propaganda Rusia.
Apalagi, permintaan maaf itu kesannya justru melecehkan Jokowi. Kalaulah memang Jokowi sebagai calon Presiden dianggap salah dengan ucapannya, bukankah yang patut menyampaikan maaf itu adalah pihak dari Tim Pemenangan Nasional Jokowi-Ma'ruf.
Atau, jika kapasitasnya sebagai Presiden, maka hal itu bisa dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri misalnya.
Soal apa yang dikatakan Jokowi beberapa waktu lalu ketika lawatan kampanyenya di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sepertinya juga tidak pantas disebut sebagai sesuatu yang grasak-grusuk atau sekonyong-konyong, apalagi tanpa data.
Seperti diketahui, Jokowi mengungkapkan atas berbagai kebohongan, hoax, atau bahkan yang menjurus fitnah yang selama kurang lebih 4 tahun ini ditujukan kepada diri dan pemerintahannya.
Apa yang selama ini seringkali dilontarkan politikus yang berseberangan dengan Pemerintahannya, acapkali memang tanpa disertai data yang valid, sehingga terkesan asal bunyi (asbun).
Apa yang dilakukan itu sebagai upaya mendelegitimasi Pemerintah, atau sama artinya dengan menutup mata atas segala prestasi atau capaian yang pernah dibuat Jokowi.
Jokowi menyebutkan istilah tersebut sebagai Propaganda Rusia atau operasi semburan fitnah (firehose of falsehood). Istilah Propaganda Rusia hanya merupakan terminologi dari sebuah artikel ada di Rand Corporation.
Jokowi menegaskan, apa yang dia sebut itu adalah apa yang dia baca dari artikel di Rand Corporation. Dalam tulisan itu dia menjelaskan soal propaganda yang dilakukan dengan cara menyebarkan kebohongan dan juga pesimisme.
Mendengar ungkapan Jokowi tersebut, pihak Kedubes Rusia di Jakarta mengajukan keberatannya, dan meminta istilah 'Propaganda Rusia' tak lagi digunakan dalam kontestasi politik di Indonesia. Pihak Rusia pun menganggap, istilah 'Propaganda Rusia' adalah fitnah yang dibuat-buat oleh Amerika Serikat.
Terlepas soal ada atau tidaknya 'Propaganda Rusia', istilah tersebut sepertinya sudah akrab di telinga politisi yang bertarung di Pilpres 2019 ini. Bahkan katanya propaganda itulah yang juga disebut-sebut digunakan Donald Trump untuk mengalahkan Hillary Clinton di Pilpres 2016 lalu.
Lebih jauh lagi, menurut Ketua Tim Cakra 19 Andi Widjajanto, istilah Propaganda Rusia mengarah kepada modus operandi yang digunakan Rusia antara tahun 2012-2017 dalam krisis Crimea, konflik Ukraina, dan perang sipil di Suriah.
Andi yang juga ahli di bidang pertahanan dan intelijen ini tentu tidak sembarang memberikan pendapatnya.
"Di Rusia, modus operandi ini sudah muncul di dekade 1870-an melalui gerakan Narodniki. Gerakan ini dulu dilakukan untuk menjatuhkan Czar Rusia dengan cara terus-menerus memunculkan isu-isu negatif," ujar Andi, seperti dikutip di laman Kompas.com
Entah terkait atau tidak, kebetulan orang yang paling memahami dan mengerti lebih banyak soal negara berjuluk 'Beruang Merah' itu justru berada di kubu oposisi. Dialah Fadli Zon, orang terdekat Prabowo Subianto, yang juga perintis dan pendiri Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Antara Fadli Zon dan Prabowo sudah lama saling kenal. Setidaknya, menurut pengakuannya, Fadli mengenal Prabowo ketika masih berpangkat Kolonel, dimana Prabowo saat itu sebagai Komandan Grup 3 Kopassus di Batujajar, Bandung.
Sedangkan Fadli sendiri yang ketika itu masih berstatus mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Program Studi Sastra Rusia. Keduanya sering bertemu dan berdiskusi mengenai berbagai hal. Oleh karena itu, kedekatan keduanya tidak bisa dipisahkan sama sekali, sampai saat ini.
Kecintaan Fadli Zon kepada Rusia juga tak bisa dibilang kecil. Kalau dia bisa menyampaikan permintaan maaf kepada pihak Kedubes Rusia dengan bahasa Rusia, karena memang Fadli mengambil S1-nya di Sastra Rusia UI (angkatan 1991).
Diakui, Fadli Zon bisa dibilang sebagai sosok yang cerdas. Fadli mendapatkan kesempatan dalam pertukaran pelajar, sehingga kelas 3 SMA ia tamatkan di Harlandale High School, San Antonio, Texas, AS tahun 1990. Ketika kembali ke Tanah Air, Dia mengambil jurusan Sastra Rusia UI, karena semasa di Amerika, Fadli suka sekali membaca novel-novel karya para penulis Rusia, seperti Dostoyevsky, Gogol, atau Turgenev.
Dengan kata lain, di masa remajanya, Fadli lebih banyak mengenal Amerika Serikat dan juga Rusia, seperti juga Prabowo yang banyak menghabiskan masa kecilnya di luar negeri, karena bapaknya Sumitro Djojohadikusumo dalam kejaran TNI sewaktu terjadinya pemberontakan PRRI/Permesta.
Saya tak bisa menjawab jika ditanya, seberapa besar kecintaan Fadli Zon kepada bangsa dan negara Rusia. Atau apakah rasa cintanya pada Rusia itu melebihi rasa cintanya kepada Indonesia. Entahlah! Hanya Tuhan yang Maha tahu, atau mungkin Anda juga punya cara menilainya sendiri.
Bagi saya dan juga mungkin Anda, Fadli memang begitu mengenal, memahami, bahkan sampai mencintai Rusia. Fadli tak sungkan-sungkan menyatakan melalui akun twitternya Indonesia butuh pemimpin seperti Presiden Rusia Vladimir Putin.
Pernyataan Wakil Ketua DPR RI ini tentu saja bukan pernyataan biasa, dan kalau dilihat dari sisi orang Timur, begitu melecehkan Presidennya sendiri.
Dan, kita bisa saja mengatakan Fadli Zon tidak mencontoh sosok Bung Hatta, yang juga berasal dari Minangkabau seperti dirinya. Meskipun berbeda pendapat dengan Bung Karno, Bung Hatta selalu menghormati Bung Karno.
Bahkan, ketika Bung Hatta berkunjung ke Amerika Serikat dan mendapati Bung Karno diberondong dengan cemooh dan hinaan, Bung Hatta tegas membela,
"Baik buruknya Bung Karno, beliau adalah Presiden saya!"
Jokowi mengatakan cara-cara sistematis yang dilakukan oposisi untuk menyerangnya selama ini identik dengan cara yang diistilahkan sebagai Propaganda Rusia. Pihak Rusia mengatakan semua itu adalah fitnah Amerika Serikat.
Di sisi lain, ada temuan bahwa Rusia pernah menggunakan cara seperti itu. Bukankah Nazi Jerman juga pernah mempunyai ahli propaganda Joseph Goebbels, yang dikenal dengan kebohongan-kebohongannya.
Begitu juga, di Indonesia ada sosok Fadli Zon yang begitu memahami Rusia, dan kebetulan saat ini tengah menghadapi Jokowi. Nah, silahkan Anda sendiri yang bisa memberikan kesimpulannya.
Terima kasih dan salam.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews