5 Ciri Pikiran Berpaham Radikalisme dalam Pusaran Pilpres 2019

Minggu, 13 Januari 2019 | 17:52 WIB
0
2457
5 Ciri Pikiran Berpaham Radikalisme dalam Pusaran Pilpres 2019
Presiden Joko Widodo (tengah) menghadiri pertemuan dengan Pimpinan Pusat dan Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda (GP) Ansor se-Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/1/2019). Pertemuan ini membahas kasus-kasus radikalisme yang ada di Indonesia. (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)

HTI memang sudah dinyatakan sebagai organisasi terlarang, namun tokoh-tokohnya masih bebas berkeliaran. Tak ada satu pun yang dipidanakan.

Mereka menempel pada capres rival petahana dalam pusaran Pilpres 2019. Secara kasat mata hal ini terlihat dari simbol-simbol yang dibawa pada reuni 212.

Bagaimana mungkin simbol-simbol yang bahkan di negara Islam pun dilarang beredar, di sini bisa berkibar bebas. 

Bisa dimengerti sikap hati-hati pihak berwenang karena para radikalis itu bersembunyi di balik jubah agama untuk mengelabui pandangan awam.

HTI yang nyata-nyata ingin membentuk negara di luar NKRI. Organisasi ini harusnya sejak jauh hari dilarang. Sayangnya, pemerintah pada masa lampau memberikan ruang hingga pendukung dan simpatisannya jadi banyak. 

Organisasi dilarang tidak serta-merta ideologi khilafah yang dianut pupus. Bahkan bisa jadi ada orang yang tidak menyadari dirinya sudah terpapar paham radikal. 

Untuk mengetahui apakah diri sendiri telah terpapar paham radikal, silakan periksa pikiran masing-masing:

Pertama, sikap terhadap NKRI, sikap terhadap khilafah, terhadap cita-cita pihak yang ingin mendirikan Khilafah Islamiyah di NKRI.

Kedua, sikap terhadap pemimpin non muslim karena konstitusi kita menjamin bahwa semua warga negara berhak menjadi pemimpin. 

Ketiga, sikap terhadap agama lain. 

Keempat, sikap terhadap kelompok-kelompok minoritas; komunitas etnis, komunitas budaya, komunitas agama, maupun komunitas yang lain.

Kelima, sikap terhadap pemimpin perempuan.

Untuk mengetahui seserius apa pikiran telah terpapar paham radikal, berikut ini perbedaan radikalisme rendah, sedang, dan tinggi:

Radikalisme rendah di mana seseorang setuju demokrasi, setuju Pancasila, tapi pada saat yang sama setuju khilafah, meskipun masih abu-abu pandangannya antara menerima atau menolak. Artinya, tingkat radikalismenya masih rendah.

Contoh lain, bersikap menyindir agama lain, tidak bersedia menerima kelompok lain yang berbeda. Ini kategori radikal rendah.

Sedangkan radikalisme sedang, apabila seseorang mengambil sikap setuju terhadap konten-konten radikal. Misalnya setuju terhadap khilafah, padahal khilafah ini semestinya ditolak di Indonesia, tidak bisa diterima karena bertentangan dengan Pancasila dan prinsip-prinsip NKRI.

Sementara radikalisme tinggi, dimana seseorang dengan intensi dan provokasi mengkampanyekan khilafah, mengajak orang lain untuk mendirikan Khilafah Islamiyah di Indonesia. 

Contoh lain, terbiasa menggunakan kata 'kafir', atau bahkan mengkafirkan sesama muslim, menghina orang yang tidak percaya terhadap Allah SWT, memprovokasi umat bahwa Islam ini sedang diserang oleh banyak kelompok. Gemar dengan pernyataan-pernyataan sangat provokatif.

Dalam konteks Pilpres 2019, Jokowi telah menunjukkan posisinya dengan terang-benderang. Ketegasannya. Ia satu-satunya Presiden di Indonesia yang berani membubarkan HTI. 

Organisasi ini bahkan sudah sejak lama dilarang di banyak negara Islam karena sangat berpotensi menghancurkan bangunan negara yang sudah jadi. 

Di negeri ini, semua orang bisa mengklaim sebagai penjaga NKRI. Publik juga bisa menilai dari tindakan, apakah seorang calon pemimpin sejalan antara ucapan dan tindakan.

***