Virus Kebohongan yang Menular ke Relawan

Rabu, 16 Januari 2019 | 07:37 WIB
0
369
Virus Kebohongan yang Menular ke Relawan
Fahri dan Fadli (Foto: SindoNews)

Kontestasi pilpres terus memasuki episode penuh drama dan kejutan. Kedua kubu memainkan pola demi pola hingga menemukan titik nyaman. Tapi, kubu paslon capres cawapres yang satu ini penuh kelucuan. Menyaksikan mereka di layar televisi layaknya menonton dagelan wayang orang.

Sayangnya, kalau dagelan kita mungkin sulit menebak adegan di babak berikutnya. Sementara itu, permainan watak di kubu paslon yang satu ini polanya dengan gaya yang sebenarnya sudah basi.

Seorang Prabowo pernah mengatakan dengan yakinnya bahwa negeri ini akan bubar di tahun 2030 dan Indonesia akan punah jika ia tidak memenangkan pilpres kali ini. Ucapan Prabowo ini sampai ditelaah oleh para ahli mulai ahli ekonomi, ahli tata negara, ahli politik bahkan saya rasa perlu penelaahan seorang ahli nujum untuk dinilai kebenaran prediksinya. Sungguh merepotkan!

Mantan Danjen Kopassus yang tumbuh di kalangan intelektual ini seperti sedang terserang virus di otak. Entah teori apa yang dipakainya, referensi siapa yang ia baca dan bisikan siapa yang ia dengar.

Mungkin publik tak akan lupa kasus kebohongan yang diteruskan dengan konyol ketika seorang Ratna Sarumpaet, aktifis yang giat menyerang Jokowi melalui pernyataan dan tuduhan-tuduhannya, bersandiwara penuh haru. Pengakuan dirinya yang teraniaya dengan muka lebam segera disambar seorang Prabowo sebagai momen mengambil simpati publik sekaligus memojokkan pemerintah. 

Di jumpa pers yang sangat tergesa digelarnya itu, Prabowo menuding telah adanya upaya pembungkaman aktifis pengkritik pemerintah. Lantas, begitu sandiwara Ratna terbongkar oleh kepolisian hingga Ratna sendiri mengakui kebohongannya, satu kata maaf pun tidak terucap dari mulut Prabowo kepada pemerintah yang dirugikannya.

Setali tiga uang, begitu capres begitu pula cawapres dan tim suksesnya. Sandiaga Uno dalam blusukan kampanyenya kerap kali melontarkan janji yang tidak realistis serta penilaian yang ngawur. Ucapan "tempe setipis atm" saja nyaris menyapu wibawa seorang ahli ekonomi sekaligus pengusaha jebolan universitas di Amerika Serikat ini.

Entah datang dari kemauan sendiri atau tuntutan sebagai pasangan politik Prabowo, ucapannya seringkali menggelitik nalar publik. Saya tau dia bukan orang bodoh tapi misi politik memaksanya membodohi publik demi meraup simpati.

Lingkaran kubu ini selalu saja membuat sensasi. Tim sukses juga tak luput jadi pemain panggung dagelan mereka. Adalah Fadli Zon, aktor paling viral di media sosial. Nyaris setiap hari ia mengeluarkan pernyataan yang "asal bunyi" terutama ketika mengomentari apa yang dilakukan rivalnya, sang petahana Jokowi. 

Ironisnya, apapun yang dikatakan seorang Fadli Zon baik logis maupun tak logis selalu diamini oleh para pendukungnya. Lihat saja di media sosial, setiap kutipan ucapan Fadli Zon ramai-ramai dikomentari positif oleh pendukung paslon 02 ini.

Contoh terbaru adalah komentar Fadli Zon mengenai deklarasi alumni UI untuk pasangan Jokowi-Ma'ruf, "Alumni UI pendukung Jokowi-Ma'ruf tak berakal sehat." Tak sulit untuk mencari bulian apa hari ini dari seorang Fadli Zon untuk kubu Jokowi, mesin pencari Google saja mungkin lelah membacanya, hehe...

Di atas itu baru cerita Prabowo, Sandi, Fadli Zon, belum lagi cerita ucapan anggota tim sukses lainnya yang penuh sensasi dan menggemaskan (baca: bikin geram). Kali ini tabiat bohong mereka menular ke relawan pendukung. Tak tanggung-tanggung, Bagus Bawana Putra, Ketua Umum Dewan Koalisi (Kornas) Prabowo Presiden belum lama ini ditangkap karena ketahuan menebarkan hoaks adanya tujuh kontainer berisi surat suara pemilu 2019 yang sudah tercoblos di Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Menurut Kepala Subdirektorat I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Dani Kustoni, Bagus merekam suaranya sendiri menjadi dialog yang meyakinkan masyarakat bahwa ada tujuh kontainer berisi surat suara tercoblos lalu mengunggahnya ke akun media sosial Twitternya.

Setelah itu, ia melanjutkan aksinya dengan melempar rekaman suaranya itu ke sejumlah akun media sosial termasuk grup di aplikasi Whatsapp. Semua dilakukan oleh Bagus dengan sengaja. Bahkan menurut Dani, penyidik menemukan bahwa Bagus berusaha menghilangkan barang bukti dengan menonaktifkan akun media sosial serta lalu membuang telepon seluler beserta simcardnya. 

Sungguh aksi professional dari seseorang sekelas relawan. Bagus Bawana Putra kini mendekam di tahanan dan menunggu persidangan dengan dijerat pasal 14 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Bagus sendiri bukan satu-satunya tersangka, dia adalah satu di antara empat terduga pelaku yang terlibat dalam penyebaran hoaks tersebut.

Sebelumnya, polisi sudah menetapkan tiga tersangka lainnya yang diduga berperan menerima konten hoaks tanpa mengkonfirmasi kebenaran isinya lalu menyebarkannya melalui akun media sosial Facebook.

Bagus Bawana Putra menyebut ada empat akun Twitter politikus yang mengunggah pertama kali cuitan hoaksnya mengenai tujuh kontainer surat suara tercoblos itu yaitu akun milik Fadli Zon, Fahri Hamzah, Andi Arief dan Mustofa Nahrawardaya. Mereka nama-nama yang tak asing lagi bukan?

Rupanya tersangka Bagusf menyebarkan hoaks melalui akun bernama @bagnatara1 dan dia memention beberapa nama politikus seperti yang diucap Brigjen Dedi Prasetyo, Kabiro Penerangan Divisi Humas Polri pada 10 Januari 2019 lalu.

Fadli Zon lalu meminta kepolisian tidak mengaitkan Bagus dengan tim pemenangan Prabowo-Sandiaga. Alasannya menurutnya, Kornas yang diketuai oleh Bagus tidak terdaftar sebagai kelompok relawan di bawah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno.

Ferry Mursyidan Baldan selaku Direktur Relawan di BPN Prabowo-Sandiaga juga mengaku tidak mengenal seorang Bagus Bawana Putra. Malah menurutnya, bisa saja seseorang berpura-pura jadi relawan padahal bukan. Semoga saja ini bukan aksi cuci tangan tim pemenangan. 

Sayang sekali aksi 'pengorbanan' seorang relawan tidak digubris oleh orang-orang yang sebenarnya juga turut mengambil untung atas apa yang dilakukannya. Bayangkan jika polisi tidak bisa melacak penipuan seorang Bagus Bawana Putra, mungkin rekaman suara itu sudah disebar tim BPN Prabowo-Sandi, bahkan jumpa pers pun bisa digelar demi menohok wajah lawan politik mereka lewat peristiwa hoaks yang diberitakan.

Saya mau sedikit mengutip teori kebohongan yang dikembangkan oleh David Buller dan Judee K.Burgoon yang memberikan gambaran komprehensif tentang faktor komunikasi yang relevan dalam produksi pesan penipuan dan mendeteksi penipuan (Littlejohn, 2009: 551).

Di dalam kebohongan terdapat adanya perilaku yang disengaja untuk memperdaya atau memberikan pengertian yang salah pada orang lain sehingga membuat orang lain merasa dirugikan. Orang berbohong didasarkan pada tiga alasan yaitu tidak ingin melukai orang lain, ingin merasa dihargai, menghindari konflik, meningkatkan atau merenggangkan hubungan. 

Untuk memiliki keahlian tersebut dibutuhkan upaya, usaha dan kerja keras dalam mengatur strategi kebohongan agar tidak terjadi kebocoran (leakage) yang bisa dilihat dari tanda-tanda verbal ataupun non-verbal. Sebaliknya, jika kebohongan sudah terlalu banyak, maka kebocoran juga bisa terjadi jika si pembohong tidak mempunyai kemampuan kognitif yang baik dalam mengingat apa yang pernah dia bicarakan.

Kebohongan yang dilakukan oleh kubu Prabowo Sandi paling memungkinkan dilakukan untuk merenggangkan hubungan antara Pemerintah dengan rakyat. Tujuannya kemungkinannya adalah menjatuhkan elektabilitas petahana yang masih jauh di atas elektabilitas Prabowo-Sandi. Kebohongan mereka juga bukan pada level biasa karena mereka orang-orang yang cerdas yang paham betul apa yang harus diucapkan di muka publik. 

Mengutip ucapan Tan Malaka, "Berapapun cepatnya kebohongan itu namun kebenaran akan mengejarnya juga," Saya yakin semua faktanya akan terbuka. Perangkat media sosial, media elektronik dan pola komunikasi masa saat ini sudah mempersulit gerak pembohong untuk membodohi publik. Lantas, mengapa kebohongan itu tetap mereka lakukan?

Karena kebohongan yang berulang diucapkan membuat segala yang terlihat atau terdengar menjadi tidak jelas lagi mana fakta atau bukan. Apalagi, watak pembohong mereka kini telah menular ke relawan yang notabene adalah rakyat biasa. Kebohongan mereka menjalar ibarat virus, mematikan dan memalukan!

Yang memprihatinkan itu adalah masih banyak masyarakat kita yang minim wawasan dan masih berpikiran polos, mudah sekali dibodohi. Ibarat menembakkan busur panah berapi, busurnya bisa dicabut tapi apinya terlanjur menjalar. Semoga seberapapun intensifnya kebohongan-kebohongan ini disebarkan, masyarakat bisa semakin cerdas bermain nalar.

"Kepercayaan dari orang-orang lugu adalah alat yang paling berguna bagi pembohong." -Stephen King.

***