Presiden Modal Dengkul, Dengkulnya Amien Rais

Sekarang Amien Rais dengan lahap memamah gorengan isu drop-outan universitas di Jawa Tengah, yang menulis buku hoax Jokowi Undercover. Kasiman deh!

Senin, 17 Oktober 2022 | 06:01 WIB
1
451
Presiden Modal Dengkul,  Dengkulnya Amien Rais
Amien Rais dan Gus Dur (Foto: istimewa)

"In memoriam" kalau dalam google translate, artinya ‘dalam peringatan’. Peringatan dalam konteks per-ingat-an. Salah satu ingatan kita (elo aja kale), adalah Amien Rais. 

Itu gara-gara Gus Dur dulu pernah berujar kurang-ajar. Bahwa untuk menjadi presiden Indonesia, dia hanya bermodal dengkul. Artinya tanpa modal. Dan itu pun, dengkulnya Amien Rais. Artinya, lebih tanpa modal lagi. Karena minjem dengkulnya liyan.

Anda bisa bayangkan, kalau tak bisa tak usah membayangkan. Doktor ilmu politik dari Universitas Chichago, Illionis, Amerika Serikat itu, yang sebelumnya meraih Master dari Universitas Notre Dame, Indiana, Amerika Serikat pula. Bisa ketipu oleh ulah drop-outan Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Itu pun, Gus Dur tak pernah ikut kuliah. Menurut cerita Gus Mus, sohibnya, Gus Dur bilang kuliah di situ Cuma ngabisin umur.

Bagaimana tidak? Kata Gus Dur, mata kuliah yang mesti dipelajarinya, sudah khatam dipelajari semua di pesantren. Bahkan, ketika masih SMP pun, Gus Dur sudah khatam membaca Das Capital karya Karl Marx, dalam versi Inggris pula. Tapi, ya, jangankan berijazah, kuliah saja tak pernah. Wong dia ndaftar ke Al Azhar juga karena iseng. Ngikut Gus Mus yang jadi mahasiswa baru di situ. 

Jadi kalau ada ijazahnya, mungkin palsu. Apalagi kalau nanti wajahnya diteliti dokter Tifa. Karena waktu kecil bernama Abdurrahman Ad-Dzakil, kok mbareng tua jadi Abdurrahman Wahid, itu pun dipanggilnya Gus Dur. Jangan-jangan, bukan hanya ijazah nih, tapi namanya pun palsu. Belum lagi kalau disuruh membuktikan gelar Kyai Haji di depan namanya.

Tapi Amien Rais tak berani membully. Walaupun senyatanya Gus Dur ditolak ketika ingin meneruskan pendidikan doktor ke Universitas Leiden. Alasannya, Universitas Baghdad yang dipilih Gus Dur usai hengkang dari Al Azhar, tak diakui (keberadaan atau kualitasnya) oleh Leiden. 

Amien Rais tak berani membully, karena lagi butuh pertolongan Gus Dur. Untuk menggoyang Megawati, ketua umum PDI Perjuangan yang memenangkan Pemilu 1999. 

Mustinya, Megawati Presiden. Karena waktu itu belum Pilpres langsung oleh rakyat. Presiden dipilih oleh MPR-DPR, dan semestinya ketua umum partai pemenang Pemilu mempunyai kans paling besar. Namun berkat kasak-kusuk Amien Rais, Megawati tersingkir. Beberapa ulama menolak pemimpin perempuan. 

Padal, ketika Amien Rais bergerilya untuk meyakinkan partai-partai, pada saat yang sama, di Kuningan, Habibie dan lingkaran politiknya, telah menentukan pilihan. Amien Rais hendak dicapreskan, dipertandingkan lawan Megawati. 

Demi mendengar itu, setelah dipanggil menemui Habibie, kalang-kabutlah Amien Rais. Ia mencoba menghubungi Gus Dur. Untuk mencabut rencana semula yang menaikkan Gus Dur sebagai capres. Entah sengaja atau tidak, Amien Rais tak bisa menemui Gus Dur.

Hingga pada last-minutte, Gus Dur tak mendengarkan apapun. Mahfud MD, Kofifah, Gus Ipul, juga Yusril Ihza Marhendra sebenarnya, mengetahui apa yang terjadi kemudian. Bahwa pesyaratan administratif Gus Dur selaku Presiden, sebenarnya cacat. Tapi ini politik, Bung. Di Indonesia, politik adalah panglima. Hukum adalah pang-ping-pong, alias pecundang.

Gus Dur pun jadilah Presiden. Modal dengkul, karena PKB, partainya, hanya dapat 13,33 juta suara, sementara PDIP 35,68 juta suara. Itu pun dengkul pinjaman tadi gratis dari Amien Rais.

Meski tak pernah kuliah di Al Azhar, lulusan Sastra Arab Universitas Baghdad yang ditolak Leiden, Gus Dur bisa mengalahkan Dr. Moh. Amien Rais, M.A., yang pernah pula menyandang gelar Profesor di UGM. 

Dengan latar-belakang itu, mungkin kita bisa mengambil perspektifnya. Mengapa Amien Rais terlihat paling semangat, apalagi waktu itu sebagai Ketua MPR. Untuk menggusur Gus Dur, dan membujuk Megawati menggantikan posisi Gus Dur pada 2002. Belum genap dua tahun kepresidenan Gus Dur.

Coba kalau dulu Amien Rais tak keburu nafsu. Tak bergerak sendiri, bermanuver untuk menggeser Megawati, dan ikutan rapat di rumah Habibie. Bisa jadi dia, Amien Rais, presiden Republik Indonesia setelah Habibie, yang sesama ICMI. 

Sayang nasi sudah menjadi keat, kata Aremania. Sesal kemudian tak berkesudahan, sampai harus pamer-pamerin ijazahnya dari AS (Amerika Sana) di youtube. Gara-gara ada yang Cuma berbekal S1 Kehutanan di universitas ndesa Ngayogyakarta.

Dulu dikadalin Gus Dur, yang tak pernah kuliah di AS, tak pernah kuliah di Al Azhar, dan ‘hanya’ lulusan Fakultas Sastra Universitas Baghdad. Dan itu pun ditolak oleh Leiden, karena almamaternya kagak diakui. 

Sekarang Amien Rais dengan lahap memamah gorengan isu drop-outan universitas di Jawa Tengah, yang menulis buku hoax Jokowi Undercover. Kasiman deh!

Amien Rais, mungkin dia teladan, teladan untuk tidak ditiru. Demikianlah jika sampah serapah gampang bersumpah separah-parahnya. Hingga dengkulmu mlocot sendiri.

Sunardian Wirodono