Andina Dwifatma dan Perempuan Penulis

Saya jadi ingat Helene Cixous, tokoh feminis Prancis yang ratusan tahun lalu mendorong perempuan untuk menulis sebagai pintu menuju kemerdekaan.

Senin, 24 Januari 2022 | 07:46 WIB
0
215
Andina Dwifatma dan Perempuan Penulis
Andina Dwifatma (Foto: dok. Pribadi)

Sejak kemarin, kami di komunitas penulis Penerbit Buku Kompas, merayakan berhasilnya teman kami Andina Dwifatma mendapat penghargaan Buku Prosa Pilihan 2021, dari majalah Tempo. Salah satu juri, guru menulis saya, Mas Bambang Bujono. 

Novel Andina, “Lebih Senyap dari Bisikan”, belum saya baca. Tapi ulasan Tempo membuat saya pingin segera mencarinya di tokbuk Gramedia Depok. 

Dosen tetap di Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis dan Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Jakarta ini dipuji novelnya karena, saya kutip Tempo, “… bukanlah fiksi tentang perlawanan perempuan, apalagi yang sarat dengan ideologi feminisme… Ini cerita yang realistis dengan singgungan yang kadang surealistis. Pengarang membiarkan seluruh peristiwa sebagaimana adanya.”

Zen Hae, salah satu juri berpendapat, “… Amara (tokoh dalam novel ini), adalah sosok yang sangat hidup… Bahasa yang digunakan Andina sangat kokoh, efektif dan efisien. Dia matang dalam bercerita dan menggunakan bahasa.” Sebagai info, hanya satu dari 8 juri yang perempuan -Nyak Ina Raseuki- dan karya Andina justru diusung menjadi pemenang oleh dewan juri yang mayoritas lelaki ini. 

Saya jadi ingat Helene Cixous, tokoh feminis Prancis yang ratusan tahun lalu mendorong perempuan untuk menulis sebagai pintu menuju kemerdekaan dan “didengarnya” suara perempuan. Terbukti, ia benar.

Di Indonesia, kita punya Kartini, yang surat-suratnya kepada sahabatnya di Belanda, lebih seratus tahun lalu, menjadi pijakan kemerdekaan perempuan Indonesia untuk berpikir, meraih pendidikan tinggi, dan menulis. 

Selamat dan terima kasih, Andina! 

***