Advokat Subagyo: Jual-Beli Atlet, Jelas Ada Unsur Pidana Korupsinya!

Rabu, 26 Februari 2020 | 12:04 WIB
0
555
Advokat Subagyo: Jual-Beli Atlet, Jelas Ada Unsur Pidana Korupsinya!
Advokat Subagyo, SH. (Foto: Istimewa)

Santer dikabarkan, sejumlah atlet Jawa Timur menjadi lumbung jual-beli menjelang PON XX di Papua 2020 mendatang. Hal ini bukan tanpa alasan, kualitas performa atlet Puslatda Jatim terbukti di PON Jabar 2016 lalu.

Kontingen Jatim berhasil mengumpulkan 404 medali, dengan rincian: 132 medali emas, 138 medali perak, dan 134 perunggu. Sehingga, para atlet asal Jatim ini, konon, menjadi incaran KONI Provinsi lainnya.

KONI Jatim sendiri pastikan tak ada jual-beli atlet untuk PON Papua XX 2020 mendatang. Wakil Ketum KONI Jatim Irmantara Subagjo menegaskan bahwa jika sampai hari ini tidak ada terutama untuk cabang olah raga Tennis Outdoor.

Terkait Cristipher Rungkat, salah satu atlet Jatim yang diisukan dijual ke provinsi lain untuk PON Papua XX mendatang, hal itu ditepis oleh Ibag, sapaan akrabnya.

Melansir BeritaJatim.com, Minggu (22 September 2019, 18:11 WIB), ia menegaskan bahwa jika Cristo masih menjadi bagian Puslatda Jatim. Hingga saat ini Cristo masih terdaftar dan konfirm menjadi bagian dari Jawa Timur.

“Cristo memang sekarang masih fokus pelatnas untuk Sea Games, dan yang pasti Christo sudah sangat confirm di Jatim dan dia sudah pasti menjadi bagian Jatim. Dan kalaupun dia saat ini di pelatnas namanya masih terdaftar dari atlet Jatim,” ucap Ibag.

Sebelumnya tersiar kabar, Christo dijual ke provinsi lain untuk memperkuat PON Papua. Namun kabar tersebut diyakini sebagai kabar bohong. “Tidak benar isu itu. Atlet Puslatda Jatim sejauh ini sudah berlatih maksimal dan kemampuannya tidak diragukan lagi,” katanya.

Seharusnya jika belajar dari PON Jabar 2016 lalu, kompetitor terberat bagi atlet Tennis Outdoor Jatim tetap DKI Jakarta dan Jawa Barat.

“Untuk kompetitor kita tetap DKI Jakarta dan Jawa Barat karena barometer kita tetap dua kota itu, namun atlet puslatda Jatim sejauh ini sudah berlatih semaksimal mungkin sesuai dengan porsinya dan bisa memenuhi target,” imbuh Ibag.

Dugaan adanya jual-beli atlet terjadi dalam PON IXX di Bandung pada 2016 lalu. Untuk mengambil atlet angkat besi, Eko Yuli Wirawan misalnya, Jatim mesti membayar Kaltim dengan mahar Rp 300 juta.

Nominal berkisar Rp 200 juta hingga Rp 500 juta juga dikeluarkan untuk 15 atlet lain yang pindah ke Jatim. Melansir Tirto.id (23 September 2016), diantara mereka ada lima atlet boling dari Jabar, yakni Oscar, Billy Muhammad Islam, Fachry Askar, Putri Astari, dan Tannya Roumimper.

Jatim juga telah berhasil membajak perenang pelatnas, Ressa Kania Dewi dan Glen Victor Susanto. Kabarnya mahar dua atlet ini di atas Rp 600 juta. Untuk melobi perenang andalan Jabar lain, Triady Fauzi Sidiq, Jatim bahkan sempat menego Rp 780 juta.

Namun, tawaran itu ditolak oleh KONI Jabar. Semakin besar prestasi dan potensi si atlet mendapat medali maka semakin juga mahal “uang pembinaannya”. Kegilaan tawaran mutasi atlet memang sudah kelewat batas.

Pecatur andalan Jabar, Irene Kharisma Sukandar bahkan sempat “dibeli” Jatim Rp 1 miliar pada 2013. Surat kontrak antara Irene dan KONI Jatim sudah dibuat. Tapi, transaksi ini gagal karena Jabar menang saat proses gugatan di Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI).

UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, PP Nomor 16, 17, dan 18 Tahun 2007 sudah memastikan dana Hibah Olahraga hanya untuk Pembinaan Atlet Daerah. Bukan dana transfer atau jual-beli atlet!

Coba kita simak Pasal 9 UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahgaraan Nasional, Bagian Kedua mengenai Alokasi Pendanaan. Simak juga PP Nomor 18 Tahun 2007 tentang Pendanaan Keolahragaan, Bab XII mengenai Pendanaan Keolahragaan.

Dalam setiap penyelenggaraan PON pasti terjadi Transfer Atlet Nasional antar provinsi yang menggunakan Dana Hibah Olahraga dari Pemprov. Padahal, Dana Hibah Olahraga Provinsi itu targetnya untuk Pembinaan Atlet Daerah.

Adanya praktek jual-beli atlet itulah yang dikhawatirkan oleh Bupati Bandung Dadang Naser pada PON XX di Papua yang akan berlangsung mulai 20 Oktober hingga 2 November 2020.

Dadang berharap, pada penyelenggaraan PON tahun ini, tidak ada lagi jual-beli atlet antar daerah. Ia ingin pembinaan yang dilakukan KONI masing-masing daerah bisa menghasilkan atlet unggul. 

“(Jual beli atlet) ini mau kita tertibkan, ayo masing-masing daerah kita sama-sama bina (atlet), jangan jual beli atlet,” kata Dadang usai menghadiri rapat tahunan KONI Kabupaten Bandung, seperti dilansir PRFM.com, Kamis (23 Januari 2020, 18:29 WIB).

Ia menekankan, agar KONI Kabupaten Bandung fokus membina atlet daerah. Sehingga, nantinya bisa lahir atlet dari Kabupaten Bandung yang unggul dan berprestasi. 

“Saya sampaikan bahwa KONI berfungsi membina dan memproses prestasi atlet dengan latihan yang disiplin sehingga memunculkan kualitas SDM atlet yang unggul,” kata Dadang. 

Untuk mengantisipasi jual-beli atlet, Dadang menyampaikan pihaknya siap memberikan bonus kepada para atlet agar semakin semangat membawa nama daerah di ajang PON 2020.  “Kita akan berikan penghargaan, bonus atau uang kadeudeuh,” katanya.

Menurut Advokat Subagyo, SH, terhadap adanya penggunaan dana hibah KONI terkait jual-beli atlet itu jelas ada unsur pidana korupsinya. Yakni: 1. ada perbuatan melawan hukum; 2. Memperkaya orang lain; Dan, 3. Merugikan negara.

Tapi atletnya tentu tidak bisa dijerat pidana karena mereka tidak tahu dan tidak diwajibkan untuk tahu dari mana sumber dan untuk “membeli” para atlet itu. “Yang tanggung jawab ya para pengurus KONI yang mengambil keputusan penggunanaan dana hibah ke KONI untuk beli atlet itu,” ungkap Subagyo.

Menurut Subagyo, yang jauh lebih penting diusut adalah dugaan permainan penggunaan dana KONI yang selama ini baru jadi gosip yang tidak disentuh hukum. Mengapa pembinaan olah raga nasional ini tidak sukses, padahal sumber dananya selalu ada.

Di mana letak inefisiensinya sehingga tidak bisa efektif untuk mencapai tujuan. “Masak kita terlampaui oleh Vietnam yang di tahun 1980-an tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Indonesia,” lanjutnya.

“Keburukan prestasi dan kemunduran kita, dalam bidang apa saja, ya tetap saja disebabkan oleh korupsi itu,” tegas Subagyo.

Advokat Sumarso, SH juga menyatakan, dana hibah KONI itu tidak boleh digunakan untuk jual-beli attlet. “Mboten angsal (tidak boleh),” tegas advokat senior Surabaya ini. Berarti, “Iya, (ada) penyimpangan.”

***