Polemik Tumpang Pitu: Gubernur Dihimpit Dilema!

Minggu, 1 Maret 2020 | 13:08 WIB
0
1451
Polemik Tumpang Pitu: Gubernur Dihimpit Dilema!
Perwakilan warga terdampak tambang emas Tumpang Pitu usai diterima Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Wagub Jatim Emil Elestianto Dardak di Kantor Gubernur Jatim. (Foto: Istimewa).

Akhirnya, warga terdampak sekitar tambang emas Tumpang Pitu, Banyuwangi, ditemui oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Jum’at (28/2/2020). Meski belum ada pernyataan sikap, namun pertemuan ini suatu kemajuan besar dan berarti.

Karena sebelumnya, berbagai upaya warga untuk bisa bertemu Gubernur Khofifah nyaris tidak berhasil saat mereka melakukan aksi di depan Kantor Gubernur di Jalan Pahlawan Surabaya. Karena berbagai rintangan sempat menghadang warga.

“Kemarin saya di kantor Pahlawan mereka tidak aksi,” ujar Gubernur Khofifah ketika saya hubungi. Belakangan diketahui, warga tidak melakukan aksi karena pada Rabu (26/2/2020) ada warga lain dari Banyuwangi juga yang siap menghadang.

Menurut Advokat Subagyo, SH, pendamping warga terdampak, ketika itu tidak aksi, karena ada informasi bahwa massa bayaran didatangkan dari Banyuwangi sebanyak 3 bus.

“Saya termasuk yang ikut menyarankan agar warga tolak tambang menjauh dulu dari kantor Gubernur untuk menghindari bentrokan. Info dari Banyuwangi massa kontra tolak tambang dibayar per orang Rp 150 ribu per hari,” ungkapnya.

Apa yang saya tulis itu, nyaris terjadi. Gejala konflik horizontal di wilayah sekitar tambang emas Tumpang Pitu di kawasan Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, belakangan ini sangat mengkhawatirkan.

Pasalnya, mulai ada kelompok Forum Pembela Adat dan Budaya Banyuwangi (Balawangi) yang siap-siap pasang badan mensterilkan Dusun Pancer dari pihak luar. Sayangnya pihak luar yang dimaksud itu siapa tak disebutkan.

“Kami sangat prihatin, dan merasa terpanggil atas kondisi yang terjadi di Pancer,” kata Ketua Balawangi, Sholehudin, Minggu malam (16/2/2020). Ini disampaikan saat acara diskusi di café Jakarta, Desa Jajag, Kecamatan Gambiran, Banyuwangi.

Diduga, massa kontra tolak tambang itulah yang berusaha menghadang warga terdampak itu. Esoknya, Kamis (27/2/2020), warga terdampak ini mendapat intimidasi ketika mereka berada di LBH Surabaya. Memang tidak jelas siapa yang intimidasi ini.  

Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria (TEKAD GARUDA) merilis  sekitar pukul 11:00 WIB menyebut, beberapa orang tak dikenal berpakaian safari hitam yang mengaku-aku sebagai anggota Ormas Pemuda Pancasila (PP) dan ormas gabungan lainnya telah mendatangi kantor LBH Surabaya.

Warga terdampak tambang emas yang berasal dari kaki Gunung Tumpang Pitu dan Gunung Salakan, Banyuwangi, bersama simpatisan pendukungnya yang sedang berkumpul di Kantor LBH Surabaya dikagetkan oleh bentakan dan suara ribut-ribut dari lobi LBH Surabaya.

Tak hanya membentak, gerombolan ini juga mengaku-aku berasal dari Banyuwangi. Selain, mencari Direktur LBH Surabaya mereka juga bermaksud memastikan apakah di Kantor LBH Surabaya ada massa aksi yang berkumpul ataukah tidak.

Tak hanya itu, mereka juga melarang warga dan massa penolak tambang untuk melakukan aksi di Depan Kantor Gubernur Jatim. Salah seorang dari kelompok tidak dikenal ini juga menyuruh warga melakukan aksi di Banyuwangi, bukan di Kantor Gubernur Jatim.

Mereka ini juga mengancam akan menghadang warga dan massa tolak tambang jika berkeras melanjutkan aksi ke Kantor Gubernur Jatim.

Sebelum pergi meninggalkan kantor LBH, salah seorang dari mereka menggebrak meja dan kembali mengulang ancamannya: akan menghadang warga jika tetap berangkat ke Kantor Gubernur Jatim.

Di luar Kantor LBH Surabaya, kepada salah seorang massa penolak tambang, salah seorang anggota gerombolan ini menanyakan isu apa yang sebenarnya akan diperjuangkan oleh warga serta pendukungnya.

Hingga rilis ini diterima, belasan hingga dua puluhan orang-orang tidak dikenal tersebut tetap bergerombol di depan gerbang Kantor LBH Surabaya.

Sementara, Ketua Lembaga Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (LPPH) Pemuda Pancasila Kota Surabaya, Rohmad Amrullah, dalam klarifikasinya menyatakan, Ormas PP, di seluruh tingkatan, di wilayah Jatim, tidak ada perintah melakukan pendudukan terhadap kantor LBH
Surabaya, berkaitan dengan kasus tambang emas di wilayah Banyuwangi.

Dalam klarifikasi bernomor 028/LPPH-PP/II/2020 itu, Rohmad menjelaskan, “Apabila ada pihak yang menyebut diri sebagai perwakilan dari Pemuda Pancasila, maka kami mohon hal tersebut tidak dianggap sebagai perwakilan organisasi, karena memang sejatinya tidak ada keputusan ataupun perintah organisasi untuk melakukan tindakan tersebut.”

Hingga file klarifikasi berformat pdf tersebut diterima oleh staf LBH Surabaya, belum juga terungkap siapa sesungguhnya gerombolan yang telah menggeruduk Kantor LBH serta mengintimidasi warga penolak blok tambang emas Salakan-Tumpang Pitu itu.

Langkah strategis Gubernur Khofifah untuk segera menemui warga terdampak tambang emas Tumpang Pitu sehari setelah intimidasi tersebut, sangatlah tepat. Sehingga tak sampai timbul kesan bahwa mereka ini massa yang “wewakili” Pemprov Jatim.

Sebelumnya, Selasa (25/2/2020), terkait desakan warga Tumpang Pitu yang menuntut mencabut ijin pertambangan emas PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI), Gubernur Khofifah menyatakan agar warga menunjukkan pasal yang dilanggar.

“Kalau mau dikaji ulang silahkan. Kan undang-undang itu bupati bisa mencabut, gubernur bisa mencabut jika mereka bisa menunjukkan buktinya dari undang-undang. Di item mana dari undang-undang itu yang dilanggar,” ungkap Khofifah kepada wartawan.

Sebaliknya, jika tak ada pelanggaran, maka kewenangan bisa dicabut oleh instansi yang lebih tinggi. “Kalau tidak ada pelanggaran seperti yang di undang-undang itu, maka kewenangan itu bisa dicabut oleh instansi yang lebih tinggi di atasnya provinsi,” lanjut Khofifah.

Menurut Gubernur Khofifah, pihaknya bersedia mengajak warga untuk berdiskusi dengan menunjukkan pasal dan ayat yang dilanggar dari pertambangan di gunung Tumpang Pitu.

“Tidak apa-apa, kita bisa mendiskusikan dari pasal yang menjadikan kewenangan bupati, gubernur. Kan ada pelanggaran 1, 2 , 3 dan 4. Antara lain keputusan pengadilan, tidak bayar pajak, mengalihkan kepemilikan,” jelasnya.

Menurut Rere Christanto dari Walhi Jatim, isi pertemuan cukup normatif bahwa gubernur mendengarkan paparan dampak pertambangan kepada warga serta regulasi-regulasi yang diduga dilanggar dalam pertambangan.

“Gubernur berjanji akan me-review laporan warga dan pendamping. Dan, jika ditemukan pelanggaran akan diambil tindakan,” ungkap Rere.

Persoalan yang dihadapi Gubernur Khofifah tentunya tidaklah semudah membalik telapak tangan. Pasalnya, di belakang perusahaan yang mengelola tambang emas Tumpang Pitu itu ada dua partai besar dan medium “bermain” di sana.

Itulah dilema yang kini dihadapi oleh Gubernur Jatim. Khofifah harus memilih diantara dua opsi: ikuti permainan mereka atau ikut bersama warga!

***