Bagi-bagi Kue Kekuasaan

Demokrasi itu ada ketika mereka butuhkan, setelah semua kepentingan politik mereka terpenuhi, demokrasi pun dikebiri sesuai dengan keinginan mereka.

Jumat, 4 Oktober 2019 | 22:33 WIB
0
443
Bagi-bagi Kue Kekuasaan
Ilustrasi kursi kekuasaan (Foto: mediasiar.com)

"Selama rakyat belum mencapai kekuasaan politik atas negri sendiri, maka sebagian atau syarat-syarat hidupnya baik ekonomi maupun sosial maupun politik diperuntukan bagi yang bukan kepentingannya bahkan bertentangan dengan kepentingannya".~ Ir. Soekarno

Rakyat yang cuma bisa mengintip bagaimana partai politik bagi-bagi kue kekuasaan, yang merupakan hasil olahan para penguasa politik yang menciptakan oligarki kekuasaan didalam Pemerintahan.

Tanpa ada rasa sungkan semua dinegosiasikan secara terbuka, kalau jabatan ini untuk partai A, dan jabatan satunya lagi untuk partai B. Bukan lagi ukurannya kapasitas dan kepatutan, tapi bagaimana menciptakan keseimbangan demi kelangsungan dan eksistensi kekuasaan.

Inilah yang sering terjadi, begitu kue kekuasaan tidak dibagikan secara merata, maka kegaduhan politik pun tidak bisa dihindari. Lagi-lagi rakyat cuma bisa mengintip dari kejauhan, tanpa bisa berbuat apa-apa.

Seringkali mereka mengatasnamakan kepentingan rakyat, dan sering juga rakyat dikorbankan untuk kepentingan mereka, tapi tetap saja semua atas nama kepentingan rakyat.

Bisa jadi penyusunan Kabinet Kerja Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, tidak terlepas dari campur tangan para oligarkis politik yang ada didalam Pemerintahan.

Meskipun itu merupakan hak Prerogatif Presiden, tapi tetap saja mereka yang merasa punya andil besar secara politik dalam memenangkan kontestasi Pilpres, akan mengkooptasinya atas dasar pamrih.

"Mungkin memang suatu ilusi untuk mengubah keadaan tanpa jalan politik; tapi sering perubahan politik hanya sekedar perubahan bentuk panggung dan nama aktor yang karena persis seperti cerita lama, jadinya sangat mengecewakan".~ Goenawan Moehammad

Mungkin kita berpikir untuk mengubah keadaan, namun posisi kita sebagai rakyat ada diluar panggung politik. Kalaupun kita masuk kepanggung, itu artinya siap menjadi bagian dari mereka yang kebanyakan.

Bertahan dengan peran protagonis sangatlah tidak memungkinkan. Saya teringat dengan seorang aktor terkenal,(maaf saya tidak bisa sebutkan namanya), juga  seorangPolitisi. Cita-citanya sangat bagus, dan sangat Idealis.

Dia mencoba terjun kepanggung politik, dia pikir Panggung politik sama dengan Panggung seni peran. Dia merasakan sepi dikeramaian, tidak ada yang bisa dia lakukan.

Panggung politik yang begitu heterogen, membuat dia bingung untuk memposisikan dirinya. Selalu banya berbenturan kepentingan, dan susah mengubahnya menjadi homogen. Alhasil dia tinggalkan Panggung politik.

Dia menyadari untuk mengubah keadaan tidak bisa dilakukan sendirian, harus ada kesamaan visi juga kepentingan. Kalau berada dalam Panggung saja tidak bisa mengubah keadaan, apa lagi berada diluar Panggung.

Jadi benar apa yang dikatakan Goenawan Moehammad, mengubah keadaan tanpa jalan politik hanya sebuah ilusi. Ikut dijalan politik pun belum tentu bisa mengubah keadaa. Karena begitu heterogennya kondisi politik kita.

Demokrasi itu ada ketika mereka butuhkan, setelah semua kepentingan politik mereka terpenuhi, demokrasi pun dikebiri sesuai dengan keinginan mereka. Demokrasi tidak boleh berisik, tapi bisa dengan bisik-bisik.

***