Mencegah ASN Terpapar Radikalisme

Pemerintah tak perlu takut, sebab warga negara mendukung penuh segala tindakan yang dapat menekan penyebaran paham radikal yang dapat memicu tumbuhnya terorisme.

Minggu, 24 November 2019 | 19:15 WIB
0
261
Mencegah ASN Terpapar Radikalisme
Ilustrasi ASN (Foto: reqnews.com)

Maraknya penyebaran paham radikal ini sangat menyedot perhatian. Baik pemerintahan hingga ke lini masyarakat. Sebab paparannya telah menjangkau berbagai kalangan, mulai dari tokoh agama hingga ASN (Aparatur Sipil Negara). Penyebaran radikalisme di kalangan ASN perlu untuk segera dicegah karena jika berkembang luas dapat menggangu jalannya pemerintahan. 

Perkembangan paham radikal di Indonesia terlihat cukup signifikan. Meski telah berkurang, namun penyebaran pahamnya justru makin menyentuh segala kalangan. Sebut saja Aparatur Sipil Negara (ASN). Jika dilihat sekilas para pegawai ini terkesan netral dan tak memiliki pandangan yang fanatik. Namun, siapa yang tahu ketika beberapa nama karyawan ASN mencuat terkait kasus radikalisme. Kasus paling gress ialah penangkapan seorang pegawai BUMN terkait dengan bom Medan.

ASN dan Lembaga BUMN ditengarai menjadi lahan berhumus bagi radikalisme saat ini. Penyebaran paham radikal dinilai sebagai hal tak kasatmata. Kita tahu adanya intimidasi radikalisme kian meluas, tetapi kita tak akan tahu paham tersebut mampu menggeret seorang untuk terjun kedalamnya. Yakni seperti pegawai ASN ini.

Kendati dinilai tak kasatmata, hal ini bisa dikenali dari ciri-ciri yang menyertainya. Salah satunya ialah sifat intoleran, sifat ini adalah bentuk keegoisan seseorang yang tak mau menghargai pendapat maupun keyakinan orang lain. Bisa juga bersifat fanatik, benar sendiri, eksklusif dan menganggap orang lain salah bahkan cenderung menggunakan kekerasan guna meluluskan tujuannya.

Sudah banyak laporan warga berkenaan dengan pegawai ASN yang terpapar radikalisme ke BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Meski ciri-ciri radikalisme mudah ditemukan di lingkungan ini, khusus untuk proses hukumnya sendiri tidaklah sesederhana perkiraan. Sehingga masyarakat menyatakan keresahannya akibat kejadian tersebut. Apalagi pegawai ASN itu ibaratnya berdekatan dengan warga serta terjangkau oleh masyarakat luas.

Keresahan itulah yang menjadi dasar 12 kementerian dan lembaga memparafkan kerjasama guna menangani radikalisme di kalangan ASN dan lembaga sejenisnya. Selain itu juga diluncurkan sebuah portal aduan untuk melanyak radikalisme di kalangan ASN. Portal Aduan ini difungsikan untuk menampung pengaduan masyarakat atas ASN radikal.

Kini saatnya negara bertindak tegas terhadap ASN yang terkena radikalisme. Negara dilarang tunduk, bahkan bertekuk lutut terhadap ASN yang dinilai mendapatkan gaji dari uang yang bersumber dari rakyat.

Terdapat dua strategi yang diatur dalam UU Antiterorisme yang diteken waktu itu. Yakni, kontraradikalisasi dan deradikalisasi. Kontraradikalisasi merupakan upaya penanaman nilai-nilai keindonesiaan serta nilai-nilai anti kekerasan. Kontraradikalisasi ini bisa dilakukan melalui pendidikan formal maupun nonformal. Bisa juga dalam bentuk kerja sama dengan tokoh informal berkenaan dengan penanaman nilai-nilai kebangsaan.

Sementara Deradikalisasi ialah merupakan upaya yang terencana, terpadu, serta berkesinambungan. Yang mana bertujuan guna membalikkan atau menghilangkan radikalisme yang tengah terjadi. Agaknya memang dibutuhkan program khusus deradikalisasi untuk para ASN. Tak menampik jika saat ini pemerintah membuka hingga 150 ribu lebih formasi calon PNS yang akan disebar di 68 kementerian maupun lembaga, termasuk 462 pemerintah daerah. Sehingga pencegahan terhadap proses rekrutmen perlu untuk diterapkan.

Kewaspadaan akan kemungkinan calon pegawai negeri sipil yang terpapar radikalisme ini tak hanya cukup melalui tes kompetensi dasar dan juga kompetisi bidang. Namun, jika memang diperlukan pemerintah bisa menelusuri rekam jejak digital para calon ini berkenaan dengan radikalisme. Sebab, dalam perjalanannya, rekam jejak digital tak bisa mengelabui karakter seseorang yang terpapar paham radikal.

Mungkin saja melacak jejak digital seluruh pegawai BUMN dan ASN berguna sebagai bahan acuan. Dengan begitu, bagi mereka yang nyata-nyata terpapar radikalisme bisa dengan segera dijerat hukum yang kemudian selanjutnya bisa direhabilitasi agar dapat kembali ke jalan yang benar. Hal ini bisa menjadi cara ampuh guna memutus mata rantai radikalisme di kalangan ASN dan juga BUMN.

Pemerintah tak perlu takut, sebab masyarakat dan seluruh warga negara mendukung penuh segala tindakan yang dapat menekan penyebaran paham radikal yang dapat memicu tumbuhnya terorisme. Jika terorisme makin meluncur bak roket tempur, maka akan semakin sulit untuk diperangi. Sehingga mulai dari sekarang ketegasan pemerintah harus diterapkan, agar paham radikal maupun radikalisme ini tak punya nyali untuk menyentuh lagi.

***