Meredakan amuk Papua bukan hanya tugas TNI/Polri dan Pemerintah. Tugas itu menjadi kewajiban seluruh anak bangsa. Kita harus memeluk Papua, sama halnya kita juga harus memeluk daerah lain.
Siapa bermain di Papua? Pertanyaan itu langsung dijawab spekulasi-spekulasi tentang skenario besar ala-ala teori konspirasi.
Terlepas apa persoalannya, umpatan rasialis yang ditujukan ke adik-adik mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, sangat melukai hati. Di belahan bumi mana pun, makian rasialis patut dikutuk.
Kapolda Papua Barat Brigjen Herry R Nahak merasakan suasana kebatinan masyarakat di Manokwari ketika rekaman peristiwa di Jawa Timur itu menyebar melalui sosial media. Bukan hanya mahasiswa yang turun ke jalan, masyarakat umum, bahkan mama-mama turut mengungkapkan kekesalan atas peristiwa itu.
Sejak awal ia menangkap orang Papua merasa termarjinal sehingga bisa dimengerti bila umpatan itu menjadi sangat sensitif. Di Papua, terutama perkotaan, jumlah pendatang terus bertambah mengimbangi penduduk asli.
Soal itu sudah mengemuka sejak Papua masih bernama Irian Jaya dan gubernurnya masih Izaac Hindom. Percakapan antara Gubernur Irian Jaya dan Gubernur Jawa Tengah Ismail yang disebarkan kembali melalui sosial media membuktikan bahwa fenomena displacement orang asli Papua sudah lama menjadi salah satu simpul kerawanan.
Amuk Papua membuat Manokwari lumpuh. Gedung DPRD dibakar. Kemarahan meluas sampai ke Sorong dan Fakfak. Begitu kemarahan meluas, penunggang gelap mulai memainkan isu, termasuk masuknya politik kontemporer dan masalah laten, keinginan melepaskan diri.
Gerakan massa di Fakfak, disertai dengan upacara pengibaran bendera bintang kejora, tak lagi murni tentang penghinaan. Politisi-politisi lokal pun menyuarakan berbagai persoalan tentang kesenjangan pembangunan, persentase keterwakilan politik, atau bahkan sisa-sisa kekesalan pemilu.
Sekecil apa pun api yang disulut di Papua, selalu ada yang menunggu untuk meniup, bahkan menyiram bahan bakar. Ujian belum selesai. Langkah TNI/Polri bersama Pemerintah Daerah dan seluruh tokoh masyarakat untuk menenangkan massa masih perlu terus diintensifkan.
Baca Juga: Waspadai Provokasi Kerusuhan Demonstrasi di Papua Barat
Meredakan amuk Papua bukan hanya tugas TNI/Polri dan Pemerintah. Tugas itu menjadi kewajiban seluruh anak bangsa. Kita harus memeluk Papua, sama halnya kita juga harus memeluk Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Riau, Bali, Timor, Madura, dan Jawa.
Dan sekalipun dari Yogyakarta beberapa tahun terakhir muncul kasus-kasus intoleran, pernyataan Gubernur Sultan HB X cukup menyejukkan. Tidak perlu menjadi orang Jawa untuk tinggal di Yogyakarta. Di mana pun di Indonesia, kita tidak harus kehilangan identitas diri. Cukup menjadi orang Indonesia yang bisa rukun berdampingan saling menghormati, dalam tamansari nusantara.
***
Kristin Samah
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews