Pengawasan ketat harus dilakukan di semua lembaga, termasuk pemecatan ASN, lembaga-lembaga negara, seperti KPK yang terkotak dan disebut rasa Taliban, jika memang terlibat.
Menkopolhukam Wiranto tiba-tiba berkata keras. HTI tidak akan dibiarkan terus bergerak. Ini respon keras pertama dari Wiranto sejak HTI dibubarkan Jokowi. Ada apa?
Rupanya Jokowi gerah dengan gerakan khilafah yang jelas anti Pancasila belakangan ini. Felix Siauw bahkan berkeliaran di Balai Kota DKI seakan tak ada penceramah lain. Provokasi gaya khas khilafah.
Ada ancaman nyata. Cara HTI dan khilafah bekerja. Taktik Ikhwanul Muslimin (IM) menggerogoti Pancasila. Siasat Wahabi dan teroris mengindoktrinasi anak-anak muda dengan jihad sesat. Kelihaian mereka menyusup ke ormas dan lembaga negara. Semua mengarah ke upaya menghancurkan negara.
Sekolah dan kampus pun banyak yang menjadi persemaian radikalisme. Terorisme. Intoleransi. Kebencian. Anti Pancasila. Anti NKRI. Membenci Merah Putih – dan menenteng bendera Palestina. Bendera HTI, khilafah. Marak di negeri ini.
Ini peringatan kepada, Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Selama ini tidak melakukan, belum ada upaya efektif dan terukur terkait memerangi intoleransi, gerakan khilafah yang bergerak di kampus dan sekolah menengah. Pembiaran.
Persis seperti membiarkan FPI selama 10 tahun SBY. Hasilnya FPI menjadi makin tidak karuan. Tukang demo. Provokasi.
Adalah Jokowi. Dia tegas soal khilafah. Berani bubarkan HTI. Dalam wawancara dengan BeritaSatu beberapa waktu yang lalu dia menyatakan, “Pancasila sebagai dasar negara adalah sesuatu yang sudah final. Pancasila satu-satunya ideologi dalam berbangsa dan bernegara.”
Jokowi jelas akan memberangus khilafah yang menjadi ancaman nyata. Agenda HTI, khilafah, Ikhwanul Muslimin, Wahabi, dan para kaum pemuja onta adalah mengganti Pancasila. Artinya meruntuhkan bangunan Negara Pancasila. Gentingkah? Ya genting.
Pasca Pilpres 2019, kuda tunggangan gerakan khilafah hilang ditelan Bumi. Harapan menunggangi Prabowo – dan saling tunggang sebenarnya – sirna. Dia yang sosok nasionalis, karena kebetulan kalah, berbalik kembali ke habitat nasionalis-nya. (Meski jika Prabowo menang, dia diyakini akan dikendalikan oleh kalangan khilafah. Sesuatu yang disanggah Prabowo.)
Baca Juga: Mengapa FPI dan Simpatisan HTI Tak Berani "Menggeruduk" Kedutaan Arab Saudi?
Ambruknya bangunan mereka memanfaatkan ambisi Prabowo, termasuk upaya makar, kekerasan, rancangan pembunuhan, aborted kerusuhan 22-25 Mei 2019 yang membuat mereka kocar-kacir. Sementara. Kegagalan tidak menyurutkan kelompok seperti HTI – dengan baju lain, untuk bergerak terus memperjuangkan utopia mimpi sesat ajaran khilafah. Pantang mundur. Ideologi mereka sangat kuat tertanam di benak mereka.
Rekonsiliasi elite – Prabowo-Jokowi – meredakan ketegangan politik. Mayoritas para pendukung Prabowo non-khilafah menyambut baik. Politik mulai mencair di pucuk elite politikus dan akar rumput. Namun di kalangan para penganut khilafah, HTI, PKS, Ikhwanul Muslimin, FPI, FUI, PA 212 yang jumlahnya sekitar 11 juta tidak menerima. Mereka mengecam Prabowo malahan.
(Maka rekonsiliasi atau pewartaan kebangsaan menjadi penting dilakukan di akar rumput, kalangan intelektual, mahasiswa dan pelajar. Ini untuk menjembatani pemikiran mereka.)
Kini, malah beredar di dunia maya ada bendera khilafah HTI dikibarkan di sebuah MAN di Sukabumi. Keadaan ini memrihatinkan. Lembaga pendidikan negeri di bawah Kementerian Agama ini terpapar ajaran khilafah – sama dengan sekolah negeri yang dikelola Kementerian Pendidikan.
Yang di luar kedua kementerian juga sudah banyak keluar dari jalur NKRI. Pancasila, Bendera Merah Putih, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, UUD 45 dianggap bagian dari toghut, setan, kafir oleh mereka. Tandanya? Salah satunya adalah mereka menolak upacara bendera. Upacara bendera tidak pernah lagi dilaksanakan.
Kementerian Ristekdikti, Kemenag, Kemendikbud harus diisi oleh para menteri yang tegas mampu melawan khilafah. Tidak berbau simpatisan radikalis. Dan, yang penting mencintai NKRI, Pancasila harga mati.
Tanpa itu pemberantasan radikalisme, intoleransi sekolah dan kampus akan gagal. Pun secara keseluruhan akan menghancurkan pendidikan di Indonesia. Artinya hilangnya generasi emas Indonesia. Yang jelas mengancam eksistensi NKRI.
Jokowi terus menguatkan perlawanan terhadap ancaman teroris. Tidak kompromi sedikit pun. Semua kekuatan dikerahkan. Densus 88, BNKT, BAIS, BIN, TNI/Polri reguler. Kini, Koopssus TNI pun dibentuk. Tujuannya adalah reaksi cepat dan memukul yang mematikan, menghadapi ancaman.
Jokowi pun harus membuat sanksi tegas berupa peraturan untuk menindak siapa pun yang menyebarkan paham anti Pancasila. Termasuk HTI, para pendukung khilafah, seperti para teroris yang kini ada di Suriah dan ingin pulang.
Peraturan ini menjadi pegangan bagi TNI/Polri dalam rangka menghadang mereka. Tindakan preventif, karena mereka sangat berbahaya. Pintar membuat bom, senjata, dan militansi ideologis. Membahayakan Negara.
Hal ini juga disampaikan oleh Hendropriyono yang tegas mengatakan eks-HTI yang sama dengan komunis. Sebagai ormas terlarang, para penyebar paham khilafah, anti NKRI, anti negara bangsa, harus dihukum keras jika berulah.
Pengawasan ketat harus dilakukan di semua lembaga, termasuk pemecatan dari ASN, lembaga-lembaga negara, seperti KPK yang terkotak dan disebut rasa Taliban, jika memang terlibat. Bersih-bersih lingkungan harus dilakukan. Tidak ada pilihan lain.
***
Ninoy N Karundeng, penulis.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews