Hubungan Prabowo dan SBY Retak, ke Mana AHY Berlabuh?  

Sebaiknya SBY, AHY dan Demokrat harus segera bertindak dan memberikan ketegasan posisi mereka pada konstituennya.

Senin, 22 April 2019 | 08:36 WIB
0
1131
Hubungan Prabowo dan SBY Retak, ke Mana AHY Berlabuh?  
SHY, SBY, dan Prabowo (Foto: Tempo.co)

Sebagai seorang mantan presiden dua periode, SBY tampaknya tak mau gegabah apalagi melawan konstitusi. SBY paham betul bagaimana menjaga nama baiknya. Itulah sebabnya ia mulai menarik diri dari Koalisi Adil Makmur.

SBY sadar meskipun suara Demokrat melorot pada Pileg 2019, ia tak mau mempertaruhkan keutuhan bangsa demi sekelompok orang yang sudah haus kekuasaan dan menghalalkan segala cara. Termasuk berupaya untuk mendelegitimasi KPU dengan berbagai cara.

SBY langsung menginstruksikan para kadernya untuk kembali ke markas untuk konsolidasi meskipun ada satu dua yang masih bertahan mendampingi Prabowo saat melakukan deklarasi kemenangan.

Pesan SBY sangat jelas. SBY meminta elite partai Demokrat tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang melanggar konstitusi. SBY berupaya agar semua menghormati hukum. Jikapun ada kecurangan, SBY minta diselesaikan di jalur hukum.

Sejak awal langkah SBY memang ragu untuk mendukung Prabowo. Apalagi sosok Prabowo merupakan sosok yang dia pecat lewat DKP (Dewan Kehormatan Perwira). Keraguan itu pula yang tampak ketika membiarkan beberapa kader Demokrat menyatakan dukungan terbuka kepada Jokowi.

Tidak seperti Golkar yang langsung memecat Erwin Aksa setelah ia menyatakan dukungan pada sohibnya, Sandiaga Uno. Biarpun Erwin keponakan Jusuf Kalla, tetapi Golkar tak mau langkah Erwin menjadi buah simalakama. JK pun santai dengan keputusan kerabatnya itu.

Benih-benih keretakan antara SBY dan Prabowo sudah bersemi sejak kampanye terbuka. Prabowo yang dituding eksklusif dengan kampanye yang kental bernuansa agama. Padahal SBY berharap Prabowo menjunjung Bhineka Tunggal Ika, membawa semua suara dari latar belakang yang berbeda, bukan malah mengerahkan massa a la PKS yang lekat dengan HTI.

Tentu SBY kecewa karena Prabowo gagal menafsirkan koalisi yang membawa gerbong berbeda. SBY tampaknya sudah lama kecewa karena putra mahkotanya tak dipinang menjadi sosok yang mendampingi Prabowo. Apalagi setelah Andi Arief berkokar tentang jendral kardus serta kompensasi Sandiaga kepada PKS dan PAN demi kursi wapres.

Bagaimana Nasib AHY?

AHY secara mengejutkan ternyata berpidato layaknya seorang negarawan. AHY memposisikan dirinya sebagai sosok penengah meskipun berada di belakang barisan koalisi Adil dan Makmur. AHY sudah dengan jelas menunjukkan bahwa keberadaannya tak lagi di belakang Prabowo.

AHY dan Partai Demokrat tampaknya sedang berusaha ingin lepas dari jerat koalisi. Kondisinya sudah tidak nyaman bagi Demokrat maupun SBY sendiri. Wajar karena SBY selalu menjaga reputasinya sebagai sosok presiden terpilih selama 2 periode secara demokratis. Pertaruhannya sangat besar jika SBY memberikan lampu hijau untuk people power yang digagas oleh Amien Rais.

Posisi AHY saat ini sudah tepat. Namun, sebaiknya PD dan AHY makin merapat pada kubu Jokowi. AHY masih punya masa depan cemerlang bersama kubu pemerintah. Menjadi oposisi akan menyulitkan bagi AHY karena kubu sebelah sudah punya calon presiden dan wakil presidennya sendiri. AHY harus punya daya tawar sejak detik ini.

Meski akan dianggap tidak etis oleh lawan, dalam kalkulasi politik, AHY harus realistis mendekat pada kubu yang didukung oleh rakyat. Toh langkah ini juga pernah diambil oleh Golkar hingga akhirnya kembali merapat pada JK saat bersama SBY.

SBY, AHY dan Demokrat harus segera bertindak dan memberikan ketegasan posisi mereka pada konstituennya. Apakah berada di dalam barisan penjaga konstitusi atau berada dalam barisan sakit hati yang berupaya mengebiri konstitusi.

***